Home » , , , » Pendakian Gunung Mekongga - KPA - AMCALAS SULTRA

Pendakian Gunung Mekongga - KPA - AMCALAS SULTRA

PENDAKIAN GUNUNG MEKONGGA
KPA - AMCALAS SULTRA
22 s.d 28 Desember 2016

Tulisan ini kami dedikasikan untuk Saudara kami Alm. Laode Abdul Fitrah (Toto) MPA. Navernos Fekon UHO, yang juga terlibat dalam pendakian ini.
Tiga Bulan setelah pendakian ini, saudara Toto kembali melakukan pendakian di Gunung yang sama (Gunung Mekongga) pada bulan Maret 2017 bersama rekan-rekannya di MPA Navernos Fekon UHO.
Pendakian tersebut mengalami tragedi memilukan, yang merenggut 2 korban meninggal dunia yaitu Alm. Edy Mulyadi, SE (Edy) dan Alm. Laode Abdul Fitrah (Toto). Semoga jejak langkah kakimu di Gunung Mekongga, akan selalu dikenang oleh seluruh pendaki. Semoga Amal Ibadahmu diterima di sisi Allah SWT.. Amin

Seperti tahun-tahun sebelumnya, dipenghujung tahun 2016, KPA AMCALAS SULTRA kembali mengadakan pendakian tahunan di Gunung Mekongga. KPA AMCALAS SULTRA telah melakukan Pendakian ke Gunung Mekongga sudah sejak tahun 1998 dan terus dilakukan sampai sekarang. Kami memilih bulan desember untuk melaksanakan kegiatan ini, berhubung pada bulan inilah semua aktifitas kuliah dan kantor sedang rehat dan kami pun memanfaatkannya.

Untuk pendakian tahun ini, tim berjumlah 6 orang yang terdiri dari anggota KPA AMCALAS SULTRA yaitu Muh. Dagri Nizar, Anwal Ramadhan, Muh. Al-Habsy, Yusran, Jhoni dan Toto dari MPA NAVERNOS.
     
KPA-AMCALAS SULTRA
Sekretariat KPA-AMCALAS SULTRA
Setelah seluruh perlengkapan dan peralatan siap, pada hari Kamis, 22 Desember 2016, sekitar pukul 9.30 WITA, kami memulai perjalanan dari Sekretariat KPA-AMCALAS SULTRA ke Desa Tinokari, Kec. Ranteangin, Kab. Kolaka Utara dengan mengendarai sepeda motor.

Perjalanan darat ditempuh kurang lebih 8 jam dari Kota Kendari ke Desa Tinukari. Sebelumnya kami singgah di Kantor BASARNAS Kolaka untuk mengiformasikan kegiatan pendakian ini. Sesampainya di Desa Tinukari kami langsung menuju ke Kantor Polsek Ranteangin lalu seterusnya melapor ke Kepala Desa Tinukari untuk memberitahukan kegiatan pendakian ini.

Desa Tinukari, Gunung Mekongga, KPA-AMCALAS SULTRA
Desa Tinukari, (Star Awal Pendakian)
Malam itu kami menginap di rumah salah satu penduduk yaitu Pak. Baso yang juga menjadi Posko KPA AMCALAS SULTRA di Desa Tinukari. Rumah Pak Baso berada di jalur menuju titik penyebrangan pertama menuju Pos 1.

Desa Tinukari, Gunung Mekongga, KPA-AMCALAS SULTRA
Menyusuri Perkampungan Desa Tinukari
Sekitar Pukul 8.30 WITA, kami mulai bergerak menyusuri perkampungan yang terdapat banyak pohon kelapa dan aktifitas masyarakat mengolah kopra. terdapat juga beberapa lahan kebun coklat warga yang sepertinya baru saja selesai panen.

Penyebrangan Sungai Tinukari
Tantangan pertama pendakian yaitu dengan menyebrangi Sungai Ranteangin yang lebarnya sekitar 30 Meter dengan kedalaman normal diatas lutut orang dewasa. Namun, ketinggiannya dapat mencapat leher saat hujan deras di daerah hulu sungai. Oleh karena itu para pendaki mesti mendapatkan informasi mengenai kondisi sungai sebelum memutuskan untuk melakukan pendakian, karena sudah banyak pendaki yang gagal. kebanyakan dari mereka gagal melanjutkan perjalanan karena tidak dapat menyebrangi sungai

Gunung Mekongga
Penyebrangan Sungai, Gunung Mekongga
Untuk rute normal, para pendaki akan menyebrang sebanyak 4 kali di sungai yang sama, penyebrangan pertama dan kedua jaraknya tidak begitu jauh, dari penyebrangan kedua para pendaki harus menyusuri kebun lalu menyipir sungai dengan melewati beberapa bongkahan batu sampai akhirnya sampai di penyebrangan ketiga yang sedikit agak dalam dibandingkan penyebrangan pertama dan kedua. Dari penyebrangan ketiga, kemudian pendaki harus menyusuri sungai di tepi kira dengan bongkahan batu yang besar sejauh 1.5 Km sampai akhirnya sampai di percabangan Sungai Mosembo dan Sungai Tinukari.

Sungai Rante Angin
Sebelum meninggalkan sungai dan memasuki jalur kebun cokelat, kami menyempatkan diri untuk bercebur di kejernian Sungai Ranteangin. Terasa sejuk dan segar rasanya badan kami setelah menempuh jalan setapak lurus yang cukup panjang jaraknya.

Sungai Rante Angin
Perjalanan tadi cukup menjemukan juga, dimana kami melewati jalur pinggir sungai dengan banyak bongkahan batu disepanjang jalan. Meskipun jalurnya hanya di pinggir sungai, tapi tidak mudah untuk melewatinya, dibutuhkan kehati-hatian karena bebatuannya yang licin.

Sungai Rante Angin
Siapapun pasti akan tergoda oleh kejernian sungainya. Sungguh jarang kami akan mendapatkan suasan seperti ini, bermain di sungai yang jernih dengan pepohonan rindang disekelilingnya. Udara segar pastinya berada disekeliling kami. Semuanya masih alami.

Pos 1 (Kebun Pak Jumarrin)
Di percabangan sungai, jalur selanjutnya yaitu menyebrangi sungai yang berada di sebelah kiri (Sungai Mosembo). Setelah itu menanjak menyusuri 2 kebun cokelat sampai akhirnya sekitar 15 menit akan menemukan sebuah pondok kebun yang juga merupakan Pos 1 pendakian Gunung Mekongga. Pondok ini milik Pak Jumarin atau Bapaknya Igo. Tempat sudah sangat familiar dengan seluruh pendaki Gunung Mekongga. Kebanyakan pendaki singgah dan menginap di tempat ini, baik saat pergi maupun turun gunung. Waktu tempuh normal dari desa ke Pos 1 ± 2 Jam, sehingga para pendaki masih bisa melanjutkan perjalanan ke Pos 2 dan menginap disana.

Pos 2, (Kebun Pak Basir)
Dari Pos 1 perjalanan di lanjutkan ke Pos 2 dengan jalur landai dan sangat rindang. Jalurnya sangat terbuka karena setiap hari para petani coklat dan penebang kayu lalu lalang di jalur ini. Sekitar ± 2 Jam kami sampai di Pos 2. Tempat ini merupakan sebuah kebun yang luas yang ditanami sebagian besar Cokelat dan beberapa tanaman lain. Terdapat sebuah pondok yang cukup luas milik Pak Basir yang juga sebagai pemilik kebun ini. Ditempat ini cukup sejuk dan terbuka serta pemandangan pegunungan mekongga yang indah. 
Kami memutuskan untuk menginap di Pos 2 ini. Malam itu kami cukup leluasa beraktifitas berhubung pemilik kebun sedang tidak ada di tempat. Seperti halnya aktifitas malam lainnya, kami segera menyiapkan minuman hangat dan makan malam. Aktifitas masak-memasak tidak menggunakan peralatan dan bahan yang kami bawa, seluruhnya kami mempergunakan kayu bakar dan tungku milik Pak Basir.

Jalur ke Pos 3
Keesokan harinya, setelah makan pagi, kami segera mengemas seluruh barang bawaan dan meninggalkan Pos 2 menuju Pos 3. Waktu menunjukkan pukul 9.15 WITA dan hari ini cuaca cukup cerah dan hangat. Jalur selanjutnya melewati sebuah kebun cokelah milik Pak Ramadhan. Setelah itu kami mulai memasuki jalur pendakian sebenarnya dimana tidak ada lagi aktifitas lalu lalang petani cokelat. Jalurnya sedikit tertutup dan banyak ditumbuhi semak belukar. Jalurnya semakin menanjak landai dan rimbun serta melewati beberapa sisa kebun yang sudah bertahun tahun ditinggalkan.

Pos 3, Jalur Pegunungan Mekongga
Pos 3 merupakan tempat yang sedikit terbuka dan berada di kemiringan. Di tempat ini terdapat sumber air yang mengalir namun jarang dijadikan tempat camp. Kami hanya istirahat siang sejenak dan menikmati kopi hangat dengan sedikit camilan. Perjalanan dari Pos 2 ke Pos 3 memakan waktu ± 2,5 Jam.

Menuju Pos 4
Jalur ke Pos 4 masih melewati medan yang sama dengan melalui medan landan dan rapatnya semak belukar. Sesekali kami harus berjalan jongkok beberapa meter untuk melewati jalur yang berbentuk lorong. Terdapat juga beberapa longsoran yang harus dilewati dengan menuruni dan menyipir jalur.

Pos 4, (Tugu Sulawesi)
Kurang lebih ± 3 Jam perjalanan dari Pos 3, akhirnya kami sampai di Pos 4 yang juga akan menjadi tempat kami menginap malam ini. Sesungguhnya Pos 4 masih berada ± 100 Meter dari tempat ini, namun karena Pos 4 ukurannya sangat sempit maka kebanyakan pendaki mendirikan tenda di tempat ini. Sejak 2 tahun yang lalu, tempat ini dinamakan Pos Tugu Sulawesi yang memang terdapat sebuah tugu kecil setinggi ± 2,5 M yang didirikan oleh TNI saat mereka melakukan pendakian Gunung Mekongga 2 tahun lalu (2016). Pos ini merupakan Pos yang terluas yang dapat menampung puluhan tenda yang juga terdapat mata air tidak jauh dair pos ini.

Gunung Mekongga
Pos 4, (Tugu Sulawesi)
Keesokan harinya sekitar pukul 9.00 WITA, kami melanjutkan kembali perjalanan ke Pos berikutnya. Jalurnya tidak berbeda jauh dengan kemarin, yang masih melewati semak belukar. Sekitat 5 menit berjalan sampailah kami di Pos 4, dan tidak jauh dari Pos 4 terdapat sebuah Air Terjun yang lumayan besar yang berada dialur pendakian.
Gunung Mekongga
Air Terjun Pos 4
Letak air terjun ini ± 20 Meter dari Pos 4, sehingga pendaki yang menginap di Pos 4 mengambil air di air terjun ini. Sumber air di tempat ini sangat melimpah dan mengalir sepanjang tahun tanpa mengenal musim. Hampir semua pendaki meyempatkan beristirahat di tempat ini sambil mengisi kembali wadah minuman sebelum melanjutkan perjalanan ke Pos 5

Menuju Pos 5
Dari air terjun jalur selanjutnya yaitu menyipir punggungan dengan medan licin dan sempit serta tanaman semak belukar yang tumbuh rapat. sesekali banyak jalur yang harus dilewati dengan berjongkok melewati batang pohon yang rebah atau semak belukar yang rapat.

Jalur ke Pos 5
Perjalanan ke Pos 5 populasi tanaman semak semakin banyak dan menutupi seluruh jalur, bahkan beberapa ruas jalur tertutup habis. Kondisi ini sangat menghambat kecepatan pendaki karena waktu dihabiskan untuk membabat semak dalam posisi mendaki dengan beban carrier yang berat. Jalur HBi ini merupakan salah satu tantangan di pendakian Gunung Mekongga. selama 3 hari, para pendaki harus berjibaku dengan rapatnya jalur HBI yang ditumbuhi segala macan tanaman semak berduri. Sangat disarankan untuk memakan pakaian tertutup atas bawah untuk menghidari goresan dan sayatan dedaunan tajam juga menghindari "Pacet" (sejenis lintah) yang bergerilya disepanjang jalur Pegunungan Mekongga. Namun meskipun dihindari tetap saja pacet akan hinggap di kaki atau badan sebagai pertanda bahwa anda pernah mendaki ke Gunung Mekongga.

Gunung Mekongga
Pos 5 Gunung Mekongga
Sekitar ± 3 Jam dari Pos 4, sampailah kita di Pos 5. Kebanyakan pendaki menyebutnya Pos Foya-Foya, karena biasanya dijadikan tempat penghabisan logistik sebelum pendaki turun kembali ke desa. Pos 5 terletak di tepi jalur dengan permukaan yang cukup rata dan dapat menampung sekitar 7 tenda. Terdapat sumber air mengalir di depan Pos 5, namun terkadang diwaktu-waktu tertentu sumber air tersebut kering. Kondisi demikian terjadi beberapa tahun terakhir sehingga sudah jarang pendaki yang menginap di tempat ini. Kebetulan saat pendakian ini, sumber airnya mengalir deras berhubung beberapa hari terakhir sering turun hujan.

Jalur Ke Pos 6
Setelah break siang, perjalanan dilanjutkan dengan melewati kembali jalur HBI yang sangat rapat oleh tanaman semak belukar. Disepanjang masih juga terdapat pacet yang menempel di sepatu, badan dan leher. Pendaki harus tenang saat melepaskannya, jangan sampai kelebihan panik yang dapat membuat luka sayatan baru di kulit.

Jalur Ke Pos 6
Jalur setelah Pos 5 sudah banyak dilewati pemandangan terbuka dengan tampilan pegunungan mekongga. Di posisi seperti ini sangat cokok untuk mengambil gambar ataupun beristirahat mengambil napas setelah bergumul dengan jalur semak yang tertutup rapat.

Jalur Longsoran
Dahulu jalur pegunungan mekongga merupakan jalanan yang dilalui oleh kendaraan berat yang mengolah kayu hampir di seluruh ruas punggungan pegunungan mekongga. Sisa-sisa aktifitasnya masih dapat disaksikan sekarang. Disepanjang jalan masih ditemukan drum kosong, potongan-potongan besi, basecamp yang sudah lapuk, jembatan kayu dan masih banyak lagi. Bisa dibayangkan aktifitas hilir mudik kendaraan tronton dan truk mengirim kayu dari hulu ke hilir.

Jalur HBI
Aktiftas perusahaan HBI tersebut berlangsung cukup lama dan beribu-ribu gelundongan kayu yang telah ditebang dan diolah. Menurut informasi, aktifitas perusahaan HBI menjangkau 5 Kecamatan di Kab. Kolaka dan Kab. Kolaka Utara yang bermula dari Kec. Wolo (Kab. Kolaka) sampai Kec. Lapai (Kab. Kolaka Utara). Kondisi saat itu di tempat ini bukanlah seperti suasana hutan rimba tetapi lebih seperti lokasi industri yang penuk kebisingan oleh aktifitas mesin pengolah kayu.

Jalur HBI
Menurut sumber resmi, perusahaan HBI dimiliki oleh Mba Tutut yang merupakan putri Presiden RI ke 2 (HM. Suharto). Akibat aktifitasnya yang semakin merangsek jauh kedalam hutan dan juga seudah melewati batas ketinggian, maka pada tahun 1999 masyarakat dan beberapa lembaga lingkungan hidup meminta agar aktiftas perusahaan HBI dihentikan. Akhirnya secara perlahan aktifitas PT. HBI berangsur-angsur berhenti. Sekarang kita hanya bisa melihat peninggalan jalan yang mereka rintis di wilayah pegunungan mekongga.

Gunung Mekongga
Jalur HBI Gunung Mekongga
Melihat dari lebar jalannya, dipastikan jalur HBI dahulu dilewati oleh kendaraan besar dan berat dengan berbagai macam model dan ukuran. Dilihat dari jejak, banyak kendaraan dengan ban besar lalu lalang dijalur ini dahulu. Pada beberapa titik, pendaki akan menemukan jalur terbuka, tapi lebih banyak jalur tertutup semak-semak.

Jalur ke Puncak HBI
Setelah berjalan sekitar 1.5 jam dari Pos 5, akan ditemukan sebuah tempat luas yang dahulunya merupakan tempat penampungan kayu gelondongan. Jalur pendakian yaitu mengambil jalur kiri menanjak. Terdapat juga jalur lurus yang bukan menuju puncak melainkan menuju sumber air. Jarak sumber air tersebut cukup jauh sekitar 30 Menit jalan menurun yang terjal.

Gunung Mekongga
Jalur HBI Gunung Mekongga
Setelah mengambil jalur kiri. Pendakian selanjutnya yaitu menanjak dengan kemiringan 50-60. Tanjakan ini terlihat berat karena jalurnya terbuka namun kami melewatinya dengan penuh semangat karena didepan sana terdapat sebuah tempat yang terbuak dengan pemandangan yang memukau. Tempat tersebut dinamakan Puncak HBI

Gunung Mekongga
Jalur HBI Gunung Mekongga
Tanjakan ke Puncak HBI cukup menguras energi. Jalur yang dilalui sangat menanjak. Akan tetapi jalur ini membuat kami sedikit bergerak leluasa karena tidak adanya semak-semak yang menghambat. Meskipun sesekali terdapat juga jalur semak-semak namun tidak begitu panjang dan tidak begitu menghambat pergerakan. Semakin mendekati Puncak HBI, tanjakannya semakin berat dan berbatu.

Gunung Mekongga
Puncak HBI Gunung Mekongga
Sekitar 1 Jam perjalanan dari lokasi sisa penampungan gelondongan kayu di bawah, akhirnya kami sampai di Puncak HBI. Dinamakan Puncak HBI karena tempat ini merupakan titik tertinggi dari jalan HBI. Di tempat ini merupakan lokasi yang terbuka dengan pemandangan Gunung Mosembo di arah barat laut. Terlihat juga hamparan pegunungan mekongga yang begitu luas terbentang ke wilayah utara.
Puncak HBI
Saat cuaca cerah, tempat ini menyajikan pemandangan yang mempesona. hamparan bukit dan pegunungan tersusun rapi serta kabut-kabut yang meyelimuti lembah. Kami tidak lupa mengabadikan gambar dan video saat berada di tempat ini.

Puncak HBI
Di sepanjang jalur pendakian Gunung Mekongga hanya ada beberapa tempat untuk melihat pemandangan terbuka, salah satunya adalah di Puncak HBI ini. setelah beberapa jam melalui jalur semak-semak yang tertutup, kami pun melepaskan seluruh lelah dan letih dengan memandang jauh ke arah pegunungan dan sesekali berteriak. Tak lupa pula sebatang rokok dan camilan ringan menemani break kami di tempat ini.

Pos 6 ( Danau Coca-Cola)
Tidak jauh dari Puncak HBI, sekitar 25 menit kami sampai di Pos 6. Untuk mencapai tempat ini dari Puncak HBI dilalui dengan jalan menurun panjang, kemudian mengambil jalur naik ke kanan mengikuti string line, setelah itu berjalan sekitat 10 Menit dengan tanjakan landai sampai menemukan sebuah genangan besar yang terdapat banyak kayu mati di tengah-tengahnya. Di Pos 6 inilah kami akan menginap malam ini. Kami tiba sekitar pukul 16.30. Dalam hitungan yang tidak terlalu lama, tenda dan seluruh perlengkapan telah ditempatkan pada posisinya. Setelah menikmati minuman hangat dan makan malam, kami bergegas tidur karena besok perjalanan panjang akan dilalui.

Pos 6 ( Danau Coca-Cola)
Tidak jauh dari tempat Camp kami terdapat sebuah genangan besar. Oleh pendaki, tempat itu dinamakan Danau Coca-Cola. Airnya merah seperti coca-cola dan terdapat banyak kayu-kayu mati yang sudah berlumut ditengahnya. Disekeliling Danau Coca-Cola ini diselimuti lumut tebal dari dasar danau sampai permukaan. Danau ini merupakan sumber air bagi pendaki yang menginap di Pos 6 ataupun pendaki yang melanjutkan perjalanan ke hutan lumut dan puncak.

Pos 6 ( Danau Coca-Cola)
Pagi harinya sebelum sarapan, kami menyempatkan diri untuk berpose di sekitar Danau Coca-Cola. Kedalaman airnya antara mata kaki dan pangkal paha orang dewasa. Anda harus berhati-hati saat akan berpijak di air karena dari permukaan terlihat dangkal, padahal terkadang dalam. Berdasarkan penglihatan kami, tidak ada ikan air tawar yang hidup di danau ini, yang ada hanya lumut dan jenis-jenis alga.

Gunung Mekongga
Pos 6, Jalur Pendakian Gunung Mekongga
Sekitar pukul 07.00 pagi, kami siap berangkat melanjutkan perjalanan ke Puncak. Metode yang kami pakai pada pendakian ini adalah melepas barang di Pos 6 lalu melakukan perjalanan naik ke puncak dan turun kembali ke Pos 6 selama satu hari. Cara ini coba kami lakukan untuk menghindari kondisi dingin di hutan lumut pada malam hari. Cara ini bisa anda lakukan, dengan syarat persiapan fisik dan mental yang baik, manajemen waktu serta solidaritas tim yang terjaga sepanjang pendakian. Seluruh peralatan kami tinggalkan di Pos 6. Kami hanya membawa air minum, cemilan, rokok, kamera dll kebutuhan lain yang diperlukan di puncak nantinya. 

Jalur Hutan Lumut, Pegunungan Mekongga
Perjalanan dimulai dengan melewati tanjakan tertutup semak dengan pijakan berbatu. Saat hujan, jalur ini dialiri air, sehingga membentuk seperti selokan kecil. Sekitar 10 menit kami sampai di sebuah lokasi yang luas dan rata. Tempat ini biasa juga di jadikan lokasi camp meskipun tidak terdapat sumber air.

Jalur Hutan Lumut, Pegunungan Mekongga
Sekitar 5 Menit kemudian kami sampai di Pintu Gerbang hutan lumut pegunungan mekongga. Pintu Gerbang ditandai dengan berakhirnya jalur HBI dan kami akan memasuki jalur setapak melalui hutan lumut. Hutan lumut ditandai dengan perubahan hawa menjadi sejuk dan lembab.

Jalur Hutan Lumut, Pegunungan Mekongga
Jalur hutan lumut dilewati dengan model tanjakan yang bervariasi dengan sudut tanjakan 30 s.d 60 derajat. Untuk melewati jalur ini, kami berpatokan pada sudut perjalanan dan tanda-tanda jalur yang tersebar disepanjang jalan. Tanda jalur berupa plat, pita dan cat warna. Keberadaan tanda jalur ini besar manfaatnya bagi pendaki untuk memastikan kebenaran arah yang dituju. Oleh karena itu sangat diharapkan kepada pada pendaki untuk menjaga dan memperjelas tanda jalur yang sudah ada, sehingga akan lebih mempermudah pendaki-pendaki lainnya.

Jalur Hutan Lumut, Pegunungan Mekongga
Jalur Hutan lumut Pegunungan Mekongga cukup panjang dengan model kontur tanah bervariasi. Sesekali kami harus menanjak, menyipir dan terdapat juga jalur landai bahkan sedikit menurun. Jalur hutan lumut yang kami lewati sekelilingnya dipenuhi lumut, dari permukaan tanah sampai ujung pohon didominasi oleh lumut. Dalam keadaan demikian hawa dingin sangat mendominasi baik siang hari terlebih malam hari.
Gunung Mekongga
Pos 7 Gunung Mekongga
Setelah berjalan sekitar 2 Jam dari Pos VI, sampailah kami di Pos VII. Jalur yang dilewati cukup menanjak dan berliku-liku. Pos VII berada pada sebuah bukit kecil. Ditempat ini biasa juga dinamakan Pos Batu Meriam karena terdapat sebuah batu yang menyerupai meriam dan menghadap ke arah kiblat. Disini layak untuk mendirikan tenda. Biasanya pendaki menginap di tempat ini meskipun hanya dapat menampung 1 tenda saja. Terdapat juga bongkahan batu besar di sebelahnya yang menyerupai tebing dengan tinggi sekitar 10 Meter. Kami hanya istirahat sejenak di tempat ini dan segera melanjutkan perjalanan ke Pos VIII.

Jalur Tanjakan Terjal Hutan Lumut, Pegunungan Mekongga
Waktu saat itu menunjukkan pukul 9.00 pagi. Kami bergegas meninggalkan Pos VII mengingat target kami masih jauh dan harus kembali ke Pos VI. Setelah lepas dari Pos VII, kembali kami menuruni bukit lalu menyusuri celah batu yang lembab lalu kembali menanjak terjal dengan kemiringan 65 derajat. Kami harus berhati-hati saat melewatinya karena pijakannya banyak batu kerikil yang mudah bergerak dan membahayakan pendaki dibawah.

Gunung Mekongga
Puncak Salah, Pegunungan Mekongga
Setelah berjalan kurang lebih 45 Menit dengan medan menanjak, sampailah kami di Puncak Salah. Tempat ini dulunya dianggap sebagai Puncak Gunung Mekongga. Terdapat batu-batu cadas yang cukup besar menjulang di atas bukit ini. Jalur pendakiaannya pun harus melewati sela-sela batu. Pendaki harus berhati-hati jangan sampai terkait atau tergores.

Puncak Salah, Pegunungan Mekongga
Kami hanya singgah sejenak untuk berpose. Landscape dari tempat ini cukup memberikan ketenangan bagi kami yang sejak tadi berjibaku dengan tanjakan hutan lumut. Dari tempat ini pegunungan mekongga terlihat dari arah barat daya dan jajaaran bukit kawasan puncak di arah tenggara. Setelah berjalan sekitar 10 Menit dengan model jalur naik turun, kami sampai di titik air terakhir di jalur pegunungan Mekongga. Mata air ini berada di sisi kanan jalur. Untuk mencapainya kami harus turun sekitar 25 Meter dengan mengikuti string line. Semua wadah air yang sempat kami bawa diisi penuh.

Perjalanan kemudian dilanjutkan dengan mengikuti arah string line. Tidak jauh dari mata air, terdapat sebuah tempat terbuka. Biasanya para pendaki menginap di tempat ini sebelum menuju puncak esok harinya. Tempat ini bernama Pos Transit. Lokasinya cukup luas dan dapat menampung 4 tenda. Kondisi sekitarnya terdapat pohon-pohon rimbun yang tertutupi lumut.

Waktu menunjukkan pukul 10.40. Karena target masih jauh, segera kami meninggalkan tempat ini mengikuti arah jalur pendakian dimulai dengan menuruni bukit lalu menanjak kemudian menyipir lalu menuruni jurang yang sangat terjal. Model jalur ini kami lewati satu persatu.

Untuk menuju puncak Mekongga dari Pos Transit, kami harus melwati setidaknya 4 bukit dengan tipe naik turun. benar-benar perjalanan yang menguras energi dan ketahanan fisik. Saat melewati jalur naik turun ini, konsentrasi dalam melihat jalur dan string line tetap dibutuhkan, jangan sampai pendaki terlena oleh jalur yang biasanya melenceng. 

Pintu Gerbang Mosero-Sero, Pegunungan Mekongga
Sekitar 2 jam kemudian sampailah kami di Pintu Gerbang Mosero-Sero. Tempat ini merupakan bongkahan batu yang menyerupai pintu gerbang dan terbentuk secara alami. Banyak versi mitos mengenai pintu gerbang ini di kalangan masyarakat Desa Tinukari, baik letaknya maupun bentuknya.

Gunung Mekongga
Pos 8 Gunung Mekongga
Tidak jauh dari Pintu Gerbang, sekitar 5 menit sampailah kami di Pos terakhir Gunung Mekongga. Ini berarti tinggal selangkah lagi kami akan mencapai Puncak. Pos VIII merupakan Pos terakhir. Tempat ini sangat luas dan dapat menampung puluhan tenda. Lokasinya tidak terlalu lembab seperti di Pos Transit. Kebanyakan pendaki menginap di Tempat ini sebelum melakukan Summit Attack esok harinya.

Jalur ke puncak di mulai dengan mengikuti string line ke arah kanan lalu menanjak dan terus menanjak melewati bebatuan. Disisi kiri merupakan tebing-tebing puncak mekongga yang bendiri tegak menjulang. Semakin menanjak, puncak semakin dekat. Sudah mulai terasa tiupan angin yang berputar-putar. Ini menandakan kita sudah berada di tempat terbuka.

Jalur Menuju Puncak Mekongga
Sesekali kami harus sedikit memanjat melewati batu-batu besar. Jalur kemudian menyusuri jalan setapak 10 Meter dan akhirnya Tugu Trianggulasi dapat terlihat. Untuk mencapainya kami melewati batu-batu cadas dengan model menyipir dan sedikit memanjat. Batu-Batu cadas ini cukup runcing dan dapat membahayakan pendaki jika tidak berhati-hati melewatinya. Jalur ini merupakan tantangan terakhir pendaki sebelum sampai di Tugu Trianggulasi Puncak Gunung Mekongga.

Gunung Mekongga
Puncak Mekongga, 2620 MDPL
Akhirnya sekitar pukul 13.00 sampailah kami di Puncak Gunung Mekongga 2620 MDPL. Alhamdulillah seluruh tim dalam keadaan sehat waf afiat. Kekompakan dan kebersamaan selalu kami jaga sepanjang pendakian sehingga perjalanan ini meskipun berat namun sangat menyenangkan.

Gunung Mekongga, KPA-AMCALAS SULTRA
Puncak Mekongga, 2620 MDPL
Rasa Syukur kepada Ilahi Rabbi, akhirnya kami diizinkan kembali untuk menapakkan kami di salah satu Gunung Tersulit di Sulawesi dan Indonesia. Perjalanan selama beberapa hari yang sangat menguji stamina, mental, fisik dan persaudaraan terbayar lunas saat kami berhasil menapaki Puncak Mekongga.

Gunung Mekongga
Puncak Mekongga, 2620 MDPL
Alam telah banyak memberikan pelajaran berharga untuk bisa kita terapkan dalam kehidupan. Pendakian ini memberikan banyak pelajaran dan ilmu baru bagi kami. Gunung Mekongga merupakan ikon dan kebanggaan Sulawesi Tenggara yang terus kita jaga dan pelihara untuk generasi selanjutnya.

Puncak Mekongga, 2620 MDPL
Telah banyak pendaki yang merasakan sensasi berpetualang di Gunung Mekongga. Salah satu gunung yang memiliki tantangan komplet yang akan menguji jati diri anda sebagai petualang sejati. Gunung Mekongga menyajikan nuansa berpetualangan yang mungkin tidak ditemukan di Gunung-gunung lain di Indonesia.
Gunung Mekongga, KPA-AMCALAS SULTRA
Puncak Mekongga, 2620 MDPL
Bagi saya pribadi, Pendakian ini merupakan yang ke 11 kalinya saya berada di Puncak Gunung Mekongga. Rasa Syukur tak terhingga kepada Allah SWT yang masih mengizinkan saya untuk kembali ke tempat ini. Insya Allah di lain waktu saya akan berkunjung kembali ke tempat yang mengagumkan ini. 

Gunung Mekongga, KPA-AMCALAS SULTRA
Puncak Mekongga, 2620 MDPL
Gunung Mekongga
Puncak Mekongga, 2620 MDPL

Penulis :
Muhammad Dagri Nizar

No comments:

Post a Comment

Flag Counter