Home » , » Gempuran Asap Belerang di Puncak Slamet

Gempuran Asap Belerang di Puncak Slamet

PENDAKIAN GUNUNG SLAMET
3428 MDPL
23 s/d 24 Mei 2012
 

Tegal, Banyumas, Jawa Tengah
Gunung Slamet Merupakan Gunung tertinggi di Jawa Tengah dengan Ketinggian 3428 MDPL, Gunung ini terletak di Kab. Tegal dan Kab. Banyumas. Ada beberapa akses masuk untuk mencapai puncaknya yaitu, melalui Jalur Blambangan, Jalur Batu Raden dan Jalur Gucci. Puncak Slamet memiliki kawah yang termasuk salah satu kawah terluas di Indonesia.
Setelah menyelesaikan pendakian di Gunung Ciremai, saya kembali berangan-angan, “Apakah dalam sisa waktu 1 minggu di Jakarta dalam kondisi yang masih lelah setelah pendakian di Gunung Ciremai, saya bisa mendaki lagi ke Gunung Slamet ?” pertanyaan ini sangat membebani pikiran saya, di sisi lain berkata saya ingin istirahat, disisi lain berkata mumpung saya di Jakarta, kenapa tidak saya sekalian ke Gunung Slamet.
Pertanyaan ini terjawab setelah saya mengontak teman saya sewaktu ke Ciremai untuk menemani saya kembali mendaki ke Gunung Slamet. Teman saya itu pun menyanggupi meskipun sedikit ada pemaksaan dari saya.....hehehe.
Packing sebelum menuju ke Kota Tegal
Senin, 23 Mei 2011, kami mulai mempersiapkan perlengkapan dan logistik di rumah kontrakan teman saya bernama Ali Hasan di daerah Cibubur, Jakarta Timur. Meskipun persiapannya mendadak, kami mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk dipacking ke dalam carrier dan daypack yang kami bawa. Pukul. 20.00, dengan menumpangi taksi, kami menuju ke Terminal Pulo Gadung, Jakarta Timur. Sesampainya di Terminal, beberapa calo tiket langsung menyambangi kami dengan tawaran yang bervariasi. Kami segera mencari Bus jurusan Kota Tegal, setelah menyepakati harga dengan tawaran fasilitas yang menjanjikan kami pun membayar Rp.125 ribu/orang.

Satu jam kemudain, bis pun bergerak menuju rute yang di tuju. Dalam bis ini fasilitasnya sesuai harganya, kursi yang nyaman dan ruangan ber-AC, penumpang pun terlihat menikmati perjalanan ini. Saya dan Bang Ali juga terlihat nyaman sambil menikmati film action yang diputar di Bis ini.

Namun, semua kenyamanan itu berubah total, setelah bis yang kami tumpangi ini berhenti di Terminal Cikampek yang berada di pinggir Jakarta Timur. Ternyata Bus ber-AC dengan harga mahal yang kami tumpangi ini hanya sebagai umpan. Kami dipindahkan di Bis lain yang terlihat kumuh dan sudah tua serta sudah sesak dengan penumpang. Tidak ada kata lain selain, penyesalan dan menghujat pemilik bis pertama yang sudah meluncur meninggalkan kami di Bis yang sudah usang ini.

Sebagai catatan, kejahatan ini sudah sering terjadi di dunia transportasi, khususnya di Jakarta, para calo dan pemilik bis bersekongkol untuk meraup keuntungan dengan mengorbankan penumpang. Dari dialek yang terdengar, para calo, sopir dan pemilik bis tersebut berasal dari wilayah yang sama di Sumatera Utara. Semoga mereka diberikan ganjaran oleh Allah SWT.

Pejalanan bis melaju kencang melewati beberapa kabupaten di Jawa Barat, Karawang, Bekasi, Cirebon, Indramayu, dan melalui jalur pantura yang padat. Di dalam bis yang sesak ini, kami tidak terlalu tersiksa, karena kami menemukan posisi terlentang yang pas untuk tidur, meskipun berada di tumpukan karung dan gardus. Sesekali bis berhenti karena jalur yang sedang macet, saat itulah beberapa pedangang makanan ringan menyambangi bis ini, mereka menawarkan aneka makanan seperti tahu, kacang dan minuman dingin.
Pemandangan Gunung Slamet
Bis kembali melaju kencang memasuki perbatasan Jawa Tengah, memasuki Kab. Pemalang, waktu menunjukkan Pukul 03.00 WIB, sesekali kami tertidur lalu terbangun lagi jika bis berhenti akibat jalanan macet, Sekitar Pukul 04.30 WIB, bis memasuki Kab. Brebes. Suasana di brebes sudah mulai tampak aktifitas masyarakat, apalagi setelah measuki Kota Tegal pada pukul. 06.00 WIB. Bis berhenti di Terminal Kota Tegal, lalu kami berganti bis ke Jurusan Yomani (Salah satu Kecamatan di Kabupaten Tegal) dengan tarif Rp.10.000,/Orang.
Pemandangan Puncak Slamet
Setengah jam kemudian kami sampai di Yomani, lalu kami berganti kendaraan angkot ke arah Guci dengan tarif Rp.5000,/Orang. Sepanjang perjalanan sudah tampak Puncak Gunung Slamet yang menjulang tinggi dan terdapat kepulan asap di atasnya. Setelah sampai di simpangan Guci, kami berganti kendaraan Open Kap kearah Objek Wisata Guci dengan Tarif angkutan + biaya masuk Rp. 10.000,/Orang. Perjalanan semakin menanjak melewati hamparan ladang masyarakat yang sangat subur. Dari sini pemandangan Kubah Gunung Slamet terlihat semakin jelas juga hamparan pegunungan yang mengitarinya.
Objek Wisata Air Panas "Guci"
Setelah 20 Menit perjalanan, sampailah kami di Objek Wisata Guci. Tempat ini merupakan sebuah permandian air panas yang sangat ramai dikunjungi wisatawan domestik sehingga tempat ini juga menyediakan banyak fasilitas seperti penginapan, rumah makan dan toko-toko souvenir khas Objek Wisata Guci.

Di Tempat ini, terdapat sebuah Organisasi Pecinta Alam yang bernama KPA-Slamet yang ditugaskan untuk menjaga areal pendakian ke Gunung Slamet. Kami melakukan pendaftaran dan membayar biaya masuk sebesar Rp. 10.000/orang di sekretariat organisasi ini.

Setelah sarapan disebuah warung nasi, kami segera mempacking barang selanjutnya memulai perjalanan dengan jalur awal menyusuri jalan mayarakat, tidak lupa, sebelumnya saya mengisi penuh dua jergen dengan air, mengingat perjalanan 2 hari kedepan tidak terdapat sumber mata air disepanjang jalan.
Melewati Hutan Cemara
Perjalanan awal, kami menyusuri hutan cemara yang luas dan sangat rimbun serta udara yang sangat sejuk, posisi start pendakian gunung slamet ini sudah berada di atas ketinggian 1700-san MDPL. Jalur yang dilewati merupakan jalur berbatu yang juga sering dilewati oleh kendaraan truk yang akan menuju kesungai untuk mengambil pasir. Jalur star awal ke gunung ciremai cukup landai dan terbuka juga sering dilalui masyarakat yang beraktifitas di dalam hutan seperti mencari kupu-kupu dan jangkrik.

Semakin lama jalur semakin menyempit , Setelah Hutan cemara sudah kami lewati, jalur selanjutnya yaitu melewati alang-alang dengan medan terbuka sehingga rasa panas mulai kami rasakan. Perjalanan dari star awal menuju ke Pos 1 memakan waktu sekitar 2 jam ditambah dengan sesekali kami beristirahat.

Jalur ke Puncak Gunung Slamet sangat berbeda dengan jalur Gunung Ciremai yang sangat terjal dan menanjak. Di Gunung Slamet jalurnya sangat landai dengan jalur tanjakan yang tidak terlalu sulit juga hutannya yang masih terjaga sehingga sepanjang jalan suasana rimbun dan sejuk selalu terasa.
Pos 1, Pendakian Gunung Ciremai Jalur Gucci
Pos 1 merupakan tempat yang cukup terbuka namun tidak terdapat sumber air, di tempat ini hanya merupakan tempat beristirahat sejenak para pendaki sebelum melanjutkan perjalanan ke Pos 2. Tidak berbeda dengan jalur sebelumnya, jalur ke Pos 2 masih melewati hutan rapat dan rimbun dengan tanjakan yang sedikit lebih sulit dari sebelumnya. Jalur ke Pos 2 ini, kita sudah dapat melihat kawasan puncak Gunung Slamet yang merupakan hamparan pasir dan batu kerikil.
Pos 1, Pendakian Gunung Ciremai Jalur Gucci
Sesekali kami sempat tertidur beberapa saat di bawah pohon yang rindang, kami sangat lelah, mengingat saat perjalanan di bis semalam, kami tidak sempat beristirahat. Waktu pun sudah semakin siang, sudah terasa kabut mulai turun perlahan, kami pun terbangun seketika dan segera bergegas melanjutkan perjalanan ke Pos 2.

Dari Pos 2, perjalanan langsung diteruskan ke Pos 3 tanpa beristirahat, suasana yang rimbun dan hari mulai sore membuat jalur pendakian semakin terasa gelap. Tanjakan mulai terasa berat dan sesekali melewati semak-semak yang menutupi jalan. Jalur ke Pos 3 ini cukup melelahkan ditambah rasa lapar yang mulai mengurangi semangat. Sesekali saya menoleh ke belakang melihat pemandangan awan yang mulai menutupi pegunungan. Tampak dari kejauhan puncak Gunung Ciremai yang beberapa hari yang lalu baru saja aku daki.
Gunung Ciremai tampak dari Gunung Slamet
Seiring hari yang mulai sore dan cahaya matahari yang mulai memerah, kami pun akhirnya sampai di Pos 3, yang juga merupakan tujuan kami untuk hari ini dimana di tempat ini kami akan menginap sebelum melanjutkan penjalanan ke puncak Gunung Slamet esok hari. Dalam hitungan menit tenda pun sudah berdiri, perapian juga sudah memberikan kehangatan kepada kami sebelum datangnya malam yang tentu akan sangat dingin.

Sebenarnya, para pendaki umumnya melakukan penjalanan ke puncak diwaktu malam hari menjelang subuh (summit attack) namun karena rasa lelah dan capek,kami mumutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke puncak pada pagi hari. Malam ini pun kami tidur dengan pulas dibawah kesejukan hawa pegunungan yang rindang.
Tanjakan berbatu menuju bibir kawah Puncak Slamet
Pagi harinya, dibawah sinar mentari pagi yang cukup hangat, kami pun segera bergegas mempersiapkan perlengkapan yang akan di bawa ke Puncak, seperti makanan ringan, air mineral dan tentunya Kamera sebagai dokumentasi perjalanan kami.
Dari Pos 3, jalur selanjutnya melalui hutan cemara yang sangat menanjak. Sekitar 30 menit kami sudah melewati batas vegetasi yang artinya sudah tidak ada lagi pepohonan dan tumbuh-tumbuhan, yang ada hanya hamparan pasir dan bebatuan yang luas menutupi sepanjang jalan kedepan.
Tanjakan berbatu menuju bibir kawah Puncak Slamet
Satu persatu langkah kami lalui, menapaki jalur berpasir yang sepertinya tidak berujung, jika kepala ditengadahkan kedepan, maka yang terlihat hanyalah hamparan pasir hitam yang sepertinya tidak memberi ampun bagi orang yang akan melewatinya, sesekali tiupan angin hampir menggoyahkan semangat kami. Jika kabut melintas, saya sepertinya tak kuasa menahan dingin yang menusuk. Perjalanan ini mengingatkan saya saat pendakian ke Puncak Gunung Rinjani dan Gunung Semeru yang memiliki tipikal jalur ke puncak yang sama.
Jalur pasir kerikil menuju Puncak Slamet
Dari kejauhan tampak gumpalan-gumpalan asap dari beberapa celah bebatuan yang tidak lain adalah gas belerang. Menurut cerita yang sering saya dengar bahwa gas belerang sangat berbahaya apabila dihirup oleh orang yang dalam keadaan jantungnya berdetak cepat, maka itulah yang kami hindari saat melintas diantara bebatuan yang terdapat gas belerang.
Jalur tanjakan berbatu
Langkah demi langkah kami lewati. Di depan sana sudah nampak bibir kawah Gunung Slamet yang merupakan salah satu sudut Puncak namun bukan merupakan puncak. Puncak sebenarnya masih harus melewati bibir kawah sejauh 700 meter
Jalur tanjakan berbatu
Dari bibir kawah ini terlihat dengan jelas hamparan bebatuan yang mengeluarkan gas belerang dalam jumlah yang besar dan sesekali menyemburkan asap dengan suara dentuman yang menggelegar. Pikiran kami gunung ini akan meletus namun itu hanya letusan periodik yang tidak terlalu berbahaya seperti halnya di Gunung Semeru dan Gunung Barujari di Rinjani.
Bibir kawah Puncak Slamet
Berjalan di pinggir kawah cukup berbahaya karena disisi kawah sangat curam dan sangat fatal apabila pendaki tergelincir ke bawah. Untuk menuju ke Puncak Gunung Slamet, kami tidak bisa menghindari gas belerang, karena gas-gas tersebut menyembur sepanjang jalan menuju puncak sehingga saat melewatinya kami harus menutup hidung dan menahan napas.
Asap belerang di bibir kawah
Menurut informasi, gas belerang akan berbahaya apabila terhirup berlebihan terlebih lagi dalam kondisi kelelahan dan jantung berdetak cepat, maka dari itu kami pun menghindari kondisi tersebut.
Asap belerang di bibir kawah
Mustahil untuk terhindar dari aroma gas belerang. Sepanjang jalur bibir kawah Gunung Slamet dipenuhi oleh semburan asap belerang. Kami hanya berhati-hati dalam melangkah dan menghindari aroma belerang tersebut agar tidak terhirup berlebihan.
Asap belerang di bibir kawah
Beberapa saat kemudian sampailah kami di Puncak Gunung Slamet. Ditempat ini merupakan areal yang cukup luas dengan pemandangan yang luar biasa. Dari kejauhan terlihat Gunung Ciremai, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing dan beberapa Gunung lainnya yang menghiasi pemandangan di atas awan ini.
Kawah Gunung Slamet
Melihat kawah Gunung Slamet, saya membayangkan sebuah meteor yang baru saja menimpa kawah ini. Semburan asapnya berhamburan dimana-mana. Area kawah ini seperti memutih oleh asap belerang yang bertebaran oleh tiupan angin. Sesekali suara dentuman kecil menggema dari dalam kawah. Saat itu pula ketakutan melanda kami berdua, jikalau gunung ini akan meletus. Disepanjang pengalaman pendakian gunung saya, inilah kawah yang paling banyak semburan asap belerangnya.
Kawah Gunung Slamet
Kawah Gunung Slamet merupakan salah satu kawah aktif yang tidak pernah berhenti “memproduksi” Gas belerang. Gumpalan asapnya keluar dari segala penjuru kawah dengan intensitas yang tinggi. Pikiran saya mengatakan sepertinya dibawah kawah ini ada sebuah industri yang menghasilkan asap pabrik yang luar biasa banyaknya.
Puncak Gunung Slamet
Akhirnya, tibalah kami di titik tertinggi Gunung Slamet. Sebuah tempat yang masih berada di bibir kawah. Hamparan pasir kerikil dan bebatuan adalah tampilan utamanya. Sepanjang pandangan hanya terlihat bentangan pasir yang menyerupai gurun.
Kawah Gunung Slamet
Kawah puncak Gunung Slamet merupakan salah satu kawah teraktif di Indonesia. Ini terlihat dari intensitas gas belerang yang tidak henti-hetinya menyembur. Saat status normal saja, keadaannya sudah sedemikian. Bagaimana jiga saaat Status Waspada..?!?! Mungkin semburannya akan lebih brutal dan pastinya jalur pendakian akan ditutup.
Puncak Gunung Slamet
Kawah Puncak Gunung Slamet merupakan salah satu yang terluas di Indonesia. Diameternya mencapai 300 Meter, dengan keliling mencapai 1 Km. Sepintas mungkin pendaki dapat mengelilingi kawah dengan jarak yang sedemikian, namun akan sulit terwujud karena disepanjang jalan terdapat jurang-jurang yang memisahkan bibir kawah.
Puncak Gunung Slamet

Area puncak Gunung Slamet menyerupai sebuah kubah yang didominasi oleh kerikil dan bebatuan. Disekitarnya terdapat banyak gundukan dengan jenis material yang sama. Aroma gas belerang masih terus terasa sampai diketinggian ini. Untuk semua jalur pendakian ke Puncak Gunung Slamet hanya membutuhkan waktu 2 hari satu malam. Dari tiga jalur yang ada, semuanya hampir memiliki karakteristik yang sama. Para pendaki tinggal menyesuaikan saja fisik dan kesiapan lainnya.
Bersama bang Ali, di puncak Gunung Slamet
Rasa puas tak terbendung saat berada di titik tertinggi Jawa Tengah. Rasa lelah ini sontak berubah menjadi rasa syukur dan bahagia. Dalam waktu 2 minggu saya dapat menuntaskan dua Pilar tertinggi di tanah Jawa yaitu Puncak Gunung Ciremai dan Puncak Gunung Slamet. Begitu banyak catatan yang akan saya kisahkan ke semua orang saat bertarung menjejali medan kerikil ke Puncak ini.
Puncak Gunung Slamet
Moment ini pun kami segera abadikan dengan puluhan jepretan dari kamera foto dan video yang kami bawa. Saya sangat puas dan bangga akhirnya impian saya terbayar hari ini setelah sudah lama memimpikan untuk menapakkan kaki di puncak Gunung Slamet. Bagi saya pribadi, perjalanan ini merupakan pendakian saya di Gunung Ke-10 dan Insya Allah saya akan melanjutkan cerita pendakian di Gunung-Gunung lainnya di Indonesia.
Puncak Gunung Slamet
Semoga Allah SWT senantisa memberikan saya kekuatan untuk dapat terus exist sebagai seorang Pencinta Alam dalam aktifitas Pendakian Gunung. Terima Kasih untuk saudara Ali Hasan yang telah menemani perjalanan saya ke Gunung Slamet, buat Istri saya tercinta “Yusniatin Saputri Rahim” yang saat pendakian ini sedang mengandung 3 bulan anak kami yang pertama, yang Insya Allah namanya akan saya kutip dari nama Gunung Ini. Salam Lestari..!!!


Penulis : Muhammad Dagri Nizar

Baca Juga :

Gunung Agung Gunung Balease Gunung Bawakaraeng
Gunung Lompobattang
Gunung Latimojong Gunung Mekongga
Gunung Ciremai Gunung Semeru Gunung Rinjani
Gunung Slamet Gunung Sindoro Gunung Tambora
Gunung Sumbing Gunung Tolangi Gunung Welirang
Gunung ArjunoGunung GedeGunung Pangrango

No comments:

Post a Comment

Flag Counter