Panduan Pendakian Gunung Mekongga

PANDUAN PENDAKIAN GUNUNG MEKONGGA

 
LETAK GEOGRAFIS
Gunung Mekongga terletak di Desa Tinukari, Kec. Ranteangin, Kab. Kolaka Utara. Gunung Mekongga merupakan pegunungan yang membentang luas meliputi beberapa kabupaten yaitu Kab. Kolaka Utara, Kab. Kolaka dan Kab. Konawe. Pegunungan Mekongga memiliki titik ketinggian 2620 MDPL . puncaknya murupakan titik tertinggi di Provinsi Sulawesi Tenggara.

Nama Mekongga diambil dari nama suku tertua di Sulawesi Tenggara yakni Suku Mekongga yang merupakan penghuni pertama wilayah daratan Sulawesi Tenggara. Pegunungan mekongga menjadi hulu dari ribuan mata air sungai yang mengaliri beberapa kabupaten dan kecamatan. Sumber air itulah yang menjadi tumpuan bagi sektor-sektor pertanian di wilayah daratan Sulawesi Tenggara.
Sejak awal 1994, jalur ke puncak mekongga mulai dirintis oleh beberapa penggiat alam terbuka. Perintisan jalur memanfaatkan jalan perusahaan PT. HBI (Hasil Bumi Indonesia) yang sebelumnya sudah beroperasi di wilayah pegunungan mekongga. Jalan yang telah dibentuk perusahaan tersebut membentang luas meliputi 40 % wilayah pegunungan mekongga sampai ketinggian ± 2000 MDPL.
Seiring berjalannya waktu, sebagian besar pendaki gunung lebih memilih jalur pendakian melewati Desa Tinukari, Kec. Ranteangin. Meskipun ada beberapa alternative jalur seperti melewati Wawo dan Walasiho. Pendakian melewati jalur Desa Tinukari menjadi pilihan utama bagi seluruh penggiat alam tebuka yang akan menuju puncak Gunung Mekongga.

Aksesibilitas..
1. Bandara Halu Oleo – Desa TinukariBagi pendaki yang menempuh jalur udara, setelah mendarat di Bandar Udara Halu Oleo – Kendari, dapat mengikuti jalur transportasi sebagai berikut :


2. Pelabuhan Laut Kendari – Desa Tinukari
Bagi pendaki yang menempuh jalur laut dari Kota Kendari, setelah tiba di Pelabuhan Kendari dapat langsung menaiki angkot jurusan Mandonga dengan tariff Rp. 5 ribu /org. Kemudian turun di Bundaran Mandonga. Selanjutnya berganti kendaraan jurusan Terminal Puuwatu dengan tariff Rp. 5 ribu / org. Selanjutnya dapat mengikuti jalur transportasi seperti tabel diatas.

3. Pelabuhan Ferry Kolaka – Desa Tinukari
Bagi pendaki yang menempuh jalur laut dari Kota Kolaka, setelah tiba di Pelabuhan Ferry Kolaka dapat menumpang Angkutan kota jurusan Terminal Lama dengan tarif Rp. 5 ribu / orng. Setelah sampai di Terminal Lama, jalur transportasinya dapat mengkuti seperti tabel diatas.

SEKILAS MENGENAI GUNUNG MEKONGGA

Gunung Mekongga merupakan tipe pegunungan tropis yang membentang luas meliputi 2 Kabupaten yaitu Kab. Kolaka dan Kab. Kolaka Utara. Pegunungan ini terletak di wilayah utara Provinsi Sulawesi Tenggara dan puncaknya merupakan titik tertinggi di Provinsi ini. Berdasarkan hasil pemetaan Bakosurtanal, titik tertingginya berada pada ketinggian 2620 MDPL. Jalur akses menuju puncaknya dimulai dari Desa Tinukari, Kec. Ranteangin, Kab. Kolaka Utara.
Perintisan jalur ke puncak mekongga telah dimulai sejak tahun 1994 yang dilakukan oleh gabungan pencinta alam Sulawesi Tenggara. Sebelum dibukanya jalur pendakian, di pegunungan mekongga telah ada aktifitas pengelolaan kayu oleh PT. HBI yang membuka akses jalan perusahaan dari beberapa desa sampai pada ketinggian mendekati puncak Gunung Mekongga. Jalur pendakian ke Puncak Mekongga sebagian besar mengikuti alur jalan perusahaan HBI yang kini telah tertutup rapat oleh semak belukar.
Di pegunungan mekongga terdapat beberapa kawasan karst yang luas dan masih misteri. Telah banyak penelitian dan explorasi yang dilakukan oleh peneliti dan pencinta alam baik dari dalam maupun luar negeri yang ingin mengungkap rahasia pegunungan mekongga. Sampai sekarang penelitian tersebut masih sering berlangsung dan memberikan ilmu pengetahuan terbaru bagi peneliti.
Terdapat banyak flora dan fauna yang bisa disaksikan pendaki saat berada di tengah jalur pendakian. Fauna yang paling tersohor adalah Anoa (Bubbalus Depresicornis). Anoa merupakan hewan kebanggaan Sulawesi Tenggara yang juga menjadi Lambang daerah Provinsi Sulawesi Tenggara. Ia hidup mengembara di hutan-hutan tropis baik di daratan Sultra maupun di Pulau Buton. Di wilayah pegunungan mekongga merupakan markas utama habitat Anoa. Tercatat di tempat ini merupakan populasi terbanyak Anoa di Sulawesi Tenggara.
Anoa tinggal di dataran menengah dan dataran tinggi. Dari ketinggian 200 s.d 2.500 MDPL. Untuk dataran menengah, postur tubuhnya menyerupai anak sapi dan berwarna cokelat tua sedangkan Anoa yang tinggal di atas ketinggian 1500 MDPL postur tubuhnya kecil seperti kambing dewasa dan berwarna hitam pekat. Anoa hidup mengembara dan tinggal di gua-gua batu. Selain anoa terdapat juga species yang mempesona yaitu Rangkong Sulawesi (Rithiceros Cassidix) yang terbang bebas diseluruh ruas pegunungan mekongga. Ada juga Monyet hitam Sulawesi (Macaca Creata) yang banyak bergantungan di sepanjang jalan. Jenis burung nuri dan burung kakatua banyak juga terdengar dan kadang menampakkan diri. Selain itu masih banyak fauna khas lain yang mendiami kawasan Pegunungan Mekongga.
Cuaca di pegunungan mekongga relative stabil mengikuti cuaca pada umunya. Namun untuk kawasan hutan lumut sering terjadi hujan singkat pada malam hari. Ini dikarenakan pergerakan awan dan kabut yang sangat padat di atas kawasan hutan lumut. Terdapat sebuah sungai besar yaitu Sungai Ranteangin yang menjadi tantangan awal pendaki sebelum memasuki hutan pegunungan mekongga. Pada bulan Desember sampai bulan April ketinggian sungai rata-rata mencapai paha orang dewasa. Sedangkan pada bulan lainnya setinggi betis orang dewasa. Ketinggian dan kecepatan air sungai mengikuti curah hujan yang terjadi di hulu sungai.
Pada puncak musim hujan, ketinggian sungai naik drastis, kecepatan sungai tidak dapat dibendung oleh kekuatan fisik. Kondisi ini menjadikan Sungai Ranteangin sama sekali tidak bisa diseberangi dengan cara apapun. Oleh karena itu sebelum melakukan pendakian, pastikan informasi mengenai kondisi sungai telah pendaki dapatkan. Pendaki dapat menghubungi pihak Basarnas Kolaka dan Kepala Desa Tinukari untung mengetahui kondisi terkini Sungai Ranteangin. Pada musim kemarau, kepadatan kabut di hutan lumut cukup menyengat dan menusuk. Berbeda dengan kabut pada musim hujan yang lembab dan sejuk.
Perjalanan ke puncak Gunung Mekongga sangatlah panjang. Berdasarkan analisa peta dan jalur, jarak tempuh dari Desa Tinukari sampai Puncak yaitu ± 26 Km, melewati 14 Karvak yang berkontur rapat. Jalur pendakian gunung mekongga sebagian besar melewati sisa-sisa jalan PT. HBI. Waktu tempuh normal pulang pergi yaitu 7 hari.

PANDUAN SIMAKSI
Seperti halnya pendakian di Gunung-Gunung di Indonesia, Setiap pendaki yang akan melakukan perjalanan ke Gunung Mekongga wajib memenuhi beberapa persyaratan izin dan administrasi yang telah ditetapkan oleh pihak-pihak setempat yang berkompeten. Adapun kelengkapan administrasi yang harus disertakan yaitu :

Surat Pemberitahuan Kegiatan Pendakian, ditujukan dan diantarkan langsung Kepada
1). Kepala Basarnas Kolaka
(bagi pendaki yang tidak melalui Kota Kolaka, Surat Pemberitahuan Kegiatan Ke BASARNAS boleh dititipkan ke Kantor Polsek Ranteangin)
2). Kepala Desa Tinukari
3). Kapolsek Ranteangin

Dalam Masing-Masing Surat tersebut harap melampirkan
1). Foto Copy KTP masing-masing pendaki (1 Lembar)
2). Rencana Operasional Perjalanan (ROP)
3). Daftar Logistik
 
Sejak Tahun 2017, Registrasi Pendakian Gunung Mekongga dilakukan di Sekretariat Lembaga PALEM. Lembaga ini dipercayakan oleh Pemerintah Desa Tinukari untuk mengatur segala hal yang berhubungan dengan Pendakian Gunung Mekongga. Adapun nomor kontak pengelola Lembaga PALEM, yang bisa dihubungi : Muhammad Tahir (0852 9911 1637), Kiky Syaputra (0823 4794 3375). Sebelum menuju ke Desa Tinukari, Sangat disarankan untuk menghubungi terlebih dahulu nomor kontak tersebut untuk mendapatkan informasi awal tentang kondisi terkini dari jalur pendakian.

Untuk informasi kesediaan untuk mendampingi pendakian, bisa menghubungi nomor kontak ini : 
Bang Badi-KPA Karpalak Kolaka (082347339051), Bang Ibhul-KPA ATM Lasusua (082293106212), Bang Awa-KPA Amcalas Sultra Kendari (082291987837), Bang Silva-KPA Peripala Pomalaa (082292504515)
                
Sekilas Mengenai Desa Tinukari
Desa Tinukari terletak di Kec. Ranteangin, Kab. Kolaka Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara. Jaraknya ± 271 Km dari Kota Kendari, 100 Km dari Kota Kolaka dan 50 Km dari Kota Lasusua. Desa Tinukari berada pada jalur trans provinsi yang menghubungkan Kab. Kolaka dan Kab. Kolaka Utara. Desa ini berada pada ketinggian 17 MDPL. Sebagian besar penduduknya mayoritas petani cokelat. Berbagai suku mendiami desa ini yaitu Suku Tanah Toraja, Suku Bugis Makassar, Suku Tolaki Mekongga. Wilayah Desa Tinukari berada pada jalur lintasan Sungai Ranteangin dan beberapa sungai kecil lainnya.


JALUR PENDAKIAN
1.  Desa Tinukari – POS 1 (Kebun Pak Jummarin)

Menyusuri Jalur Desa Tinukari
Perjalanan dimulai dari Desa Tinukari dengan menyusuri jalan aspal ke arah utara lalu berbelok kanan sebelum jembatan besar. Selanjutnya pendaki akan melewati jalan masyarakat sejauh 1.5 Km dengan menyusuri perkampungan dan perkebunan cokelat (kakao). Jalan setapak akan berakhir di bibir sungai yang menandakan bahwa pendaki harus memulai menyebrangi Sungai Ranteangin. Pada penyebrangan pertama lebar sungai 30 M dengan kedalaman normal diatas lutut orang dewasa. Setelah penyebrangan pertama, jalur akan menuntun pendaki kepenyebrangan kedua dengan melewati sungai yang sama. Jarak antara penyebrangan 1 dan 2 sekitar 90 M. di penyebrangan kedua ini kedalaman sungai dibawah lutut.
Penyebrangan Sungai Ranteangin
Setelah melewati penyebrangan kedua, jalur kemudian melewati bibir sungai, melewati bongkahan batu dan meyusuri sisa-sisa kebun warga sampai akhirnya sampai kembali dibibir sungai untuk melakukan penyebrangan ketiga. Jarak dari penyebrangan 2 dan 3 sekitar 250 M.
Meskipun masih disungai yang sama, keadaan penyebrangan ketiga cukup dalam, karena ketinggian air sampai ke pangkal paha orang dewasa. Para pendaki mesti berhati-hati saat melalui penyebrangan ketiga ini. Jika ada keraguan sebaiknya menggunakan tali (webbing).
Penyebrangan Sungai Ranteangin
Setelah melalui penyebrangan ketiga, jalur selanjutnya meyusuri sisi kiri sungai ranteangin dengan jalur bongkahan batu sungai dan sekali melewati kebun warga kemudian turun kembali ke bibir sungai. Sekitar 400 M berjalan dibibir sungai, akan ditemukan percabangan dua sungai yakni, Sungai Mosembo disebelah kiri dan Sungai Tinukari desebelah kanan. Jalur pendakian akan mengarah ke sebelah kiri yaitu ke sungai mosembo. Selanjutnya pendaki harus menyebrang Sungai Mosembo dengan lebar 20 M dan kedalaman normal diatas lutut. Setelah meyembrangi sungai Mosembo maka selesailah seluruh penyebrangan. Jalur selanjutnya yaitu mulai menanjak lurus kearah sebuah kebun coklat sekitar 10 Menit sampai menemukan sebuah pondok yang juga merupakan POS 1. Jarak dari pinggir sungai ke POS 1 sekitar 100 M.

Jalur Alternatif ke Pos I
Saat musim penghujan, dimana ketinggian air diatas normal atau setinggi pinggang orang dewasa maka ada alternatif jalur yang bisa di tempuh untuk mengurangi penyebrangan yang sebelumnya 4 kali menjadi 2 kali dan menyebrang 1 kali kecil. Jalur ini biasa ditempuh pendaki untuk menghindari penyebrangan kedua dan ketiga yang cukup lebar dan dalam. Saat level air Sungai Rantengain naik, penyebrangan ketiga bahkah sulit dilewati, sehingga aliternatif jalur ini bisa meninimalisir hambatan saat proses penyebrangan sungai. Adapun jalur yang bisa ditempuh sebagai berikut
Saat pendaki akan berbelok kanan ke penyebrangan kedua, terdapat jalur lurus menanjak yang akan mengarahkan anda menyipir sungai pada sisi tebing. Meskipun sebuah tebing namun terdapat jalur disisinya yang sudah dirintis oleh warga untuk menuju kebun. Jalur ini bervariasi naik dan turun melewati sisi tebing dan perkebunan. Saat jalur sudah mulai menurun tidak lama lagi anda akan sampai di sebuah sungai kecil bernama Sungai Katalongan. Jalurnya yaitu dengan memotong sungai tersebut. Meskipun dalam kondisi musim hujan, dipastikan pendaki dapat akan mampu melewati Sungai Katalongan ini. Lebarnya hanya sekitar 5 Meter dengan dipenuhi bebatuan ditengahnya.
Setelah melewati Sungai Katalongan, jalur selanjutnya yaitu menanjak meyusuri kebun cokelat. Anda akan menemukan 2 buah rumah kebun dimana jalur pendakian tepat melewati didepan rumah kebun tersebut. Sekitar 5 Menit melewati rumah kebun kedua, jalur akan menuntun pendaki turun ke Sungai Ranteangin. Pertemuan antara jalur alternatif ini dengan bibir Sungai Ranteangin tempatnya berada setelah penyebrangan ketiga. Saat anda sudah sampai di bibir Sungai Ranteangin, pendaki tinggal menyusuri bibir sungai sebelah kiri dan sekitar 30 menit akan sampai di percabangan sungai.
Jalur selanjutnya yaitu mulai menanjak kearah sebuah kebun coklat, lalu kembali menanjak kearah kebun cokelat selanjutnya sampai menemukan sebuah pondok yang juga merupakan POS 1. Jarak dari pinggir sungai ke POS 1 sekitar 100 M.

Percabangan Sungai Mosembo dan Sungai Tinukari
POS 1 (Kebun Pak Jummarin)Tempat ini merupakan sebuah rumah kebun milik Pak Jummarin. Pondok di POS 1 merupakan milik Pak Jummarin, seorang petani cokelat asal Sinjai. Beliau telah berkebun sejak tahun 2004. Pos 1 terletak 150 Meter diatas titik percabangan Sungai Mosembo dan Sungai Tinukari. Pos 1 memiliki ketinggian 182 MDPL. Suhu ditempat ini terbilang normal, sama seperti suhu di Desa Tinukari. Ditempat ini terdapat sumber air yang disalurkan melalui selang yang berasal dari mata air diatas bukit. Kebanyakan pendaki kadang bermalam ditempat ini baik saat naik ataupun saat turun gunung.

Pos 1, Jalur Pendakian Gunung Mekongga

Pak Jummarin, POS 1
2.    POS 1 – POS 2
Dari POS 1 jalur selanjutnya mengarah kekanan dengan melewati jalan setapak dengan tanjakan landai. Sebagai catatan untuk para pendaki, setelah lepas dari POS 1, harap berhati-hati karena ada juga jalur yang mengarah keatas dan cukup menanjak namun bukan menuju ke POS 2 melainkan hanya jalur perambah kayu. Jalur sebenarnya yaitu setelah lepas dari POS 1 mengambil jalur kanan dengan tipe tanjakan landai dengan menyusuri area kebun. Jalur akan menuntun memasuki hutan teduh dengan tipe menanjak bervariasi antara 20o s.d 30o. Kurang lebih 45 menit menanjak sampai pada titik tanjakan, kemudian jalur cenderung banyak menurun yang menandakan bahwa POS 2 sudah dekat.
Setelah melewati perjalanan 1,5 Jam para pendaki akan melewati hamparan perkebunan yang luas yang merupakan kebun milik Pak Basir. Ditengah kebun tersebut terdapat sebuah Pondok yang cukup luas yang juga merupakan POS 2.
Untuk perjalanan yang dimulai pagi dari Desa Tinukari, maka pendaki sangat disarankan untuk menginap saja di POS 2 dan melanjutkan perjalanan esok hari. Para pendaki tidak perlu repot-repot mendirikan tenda, karena rumah kebun di POS 2 tersebut cukup untuk menampung 50 pendaki, bahkan dapur dan peralatan masak milik Pak Basir juga sering digunakan pendaki selama berada di POS 2.
POS 2 (Kebun Pak Basir)
Pos 2 merupakan sebuah rumah kebun milik Pak Basir. Tempat ini memiliki ketinggian 394 MDPL Dia merupakan seorang petani cokelat asal Tanah Toraja. Pak Basir telah mengelola cokelat sejak tahun 2003. Sampai saat ini luas lahan perkebunannya mencapai 4 Ha. Selain tanaman cokelat, Pak Basir juga mengembangkan tanaman cengkeh, lada, aren, langsat, durian, dll.
Pos 2 merupakan lokasi idola bagi para pendaki. Tempat ini selalu dijadikan tempat menginap para pendaki baik saat pergi maupun pulang. Rumah kebunnya sangat luas, mampu menampung 50 pendaki. Selain itu pekarangannya juga mampun menampung 20 tenda. Ditempat ini terdapat sumber air yang melimpah. Pendaki akan dimanjakan ditempat ini. Bagaimana tidak ? Di rumah kebun milik pak basir tedapat sumber listirk berupa genset yang setiap malam di nyalakan sehingga suasana terang benderang dan pendaki dapat mengisi daya handpone atau kamera. Selain itu terdapat juga TV dengan puluhan siaran yang membuat para pendaki tetap update berita-berita terbaru. Di beberapa titik ditempat ini juga terdapat signal Telkomsel. Meskipun signalnya tidak begitu kuat tapi cukup membantu pendaki dalam berkomunikasi.

Pos 2, Pendakian Gunung Mekongga
Kesenangan lain yang diberikan di tempat ini adalah melimpahnya sayuran disekeliling kebun. Ada papaya, kelor, labu, daun serei, cabe rawit dll. Saat anda menginap di tempat ini, tidak perlu repot-repot menggunakan bahan bakar dan peralatan masak, karena dapur Pak Basir menyiapkan semua fasilitas itu. Anda bisa menggunakan kayu bakar secukupnya, peralatan masak dan peralatan makan. Jika anda beruntung, saat malam tiba Pak Basir akan menyuguhkan sajian “Air Sore” khas Pos 2 dari Pohon Aren. Sajian ini tidak akan terlupakan bagi para pendaki apalagi saat malam semakin larut dan dingin semakin menusuk maka “Air Sore” inilah yang akan mengantar tidur anda.

Pak Basir, POS 2
3. POS 2 – POS 3
Hari selanjutnya adalah menuju Pos 3. Pendaki disarankan untuk memulai perjalanan paling lambat jam 9 pagi mengingat jarak tempuh yang cukup jauh juga istirahat yang akan sering dilakukan. Jalur ke POS 3 dimulai dengan menuruni kebun Pak Basir lalu menuju kebun selanjutnya milik Pak Ramadan yang jaraknya sekitar 70 M. dari kebun kedua ini perjalanan akan diteruskan menyusuri jalan setapak dengan elevasi 35o - 40o. Tipe hutan dan jalur hampir sama dengan suasana rimbun dan jalan setapak yang terus menanjak sampai menemukan hutan terbuka yang cukup panas dengan jalan yang sedikit becek dan tergenang. Jalan terbuka ini sekitar 100 M dan tidak menanjak bahkan agak menurun. Selanjutnya akan kembali masuk ke hutan rimbun dengan jalur menurun.
Saat kembali memasuki hutan rimbun, sekitar 50 M, pendaki tidak boleh terlena mengikuti jalur yang terus menurun, karena pendaki harus memperhatikan jalur ke kiri dan menajak dengan memperhatikan tanda jalur atau string line. Jalur selanjutnya yaitu banyak menanjak dengan elevasi 35o - 40o . tipe hutan yang dilewati masih rimbun dan sejuk. Sepanjang jalan akan ditemui 2 kebun yang sudah lama ditinggalkan pemiliknya. Setelah 2,5-3 Jam berjalan, pendaki akan tiba di POS 3.
      
POS 3
Pos 3 berada pada ketinggian 692 MDPL. Posisi POS 3 berada di tengah jalur pendakian dengan kondisi sedikit terbuka dan agak miring. Ditempat ini terdapat sumber air yang letaknya 7 meter dibawah POS 3. Umumnya para pendaki hanya istirahat siang ditempat ini. Jarak tempuh dari Pos 2 ke Pos 3 yaitu 2,6 Km.
Pos 3, Jalur Pendakian Gunung Mekongga
4. POS 3 – POS 4

Perjalanan ke POS 4 masih dengan tipe jalur yang sama, diawali dengan melewati tanjakan 25o - 30o­­. Dan disisi kanan merupakan lembah, dan disisi kiri merupakan tanjakan. Jalur setelah Pos 2 dan seterusnya, merupakan bekas jalur perusahaan kayu (PT. HBI) yang beroperasi cukup lama di pegunungan mekongga. Saat ini jalur tersebut tidak digunakan lagi dan jalur tersebut ditetapkan menjadi jalur konvesional untuk para pendaki ke gunung mekongga. Antara POS 3 dan POS 4 ditempuh dengan medan bervariiasi. Setelah 1,5 jam perjalanan dari POS 3, jalur agak mulai menurun kurang lebih 300 M dan kembali menanjak 40o - 45o . perjalanan dari POS 3 ke POS 4 sudah memasuki jalur tumbuhan semak. Jalur yang akan dilewati 90% ditumbuhi tanaman semak yang diantaranya berduri, sehingga para pendaki sangat diwajibkan untuk memakai baju lengan panjang dan celana panjang serta penutup wajah sampai telinga. Selain semak belukar yang akan dihadapi, para pendaki juga akan mulai merasakan sengatan pacet (lintah loreng) yang tiba-tiba menempel dikulit terutama diwilayah yang berbau busuk seperti kaki, selangkangan, ketiak, dll. Oleh karena itu para pendaki mesti menyiapkan air tembakau sebelum berjalan untuk meminimalisir sengatan pacet. Antara POS 3 dan POS 4 hanya terdapat 1 titik air yang dipastikan mengalir sepanjang musin terkecuali musim hujan yang terdapat banyak titik air.
Populasi semak belukar mesti diperhitungkan oleh para pendaki karena akan memperlambat gerakan. Sehingga parang tebas harus dibawa serta dipendakian gunung mekongga. Hampir tidak ada pemandangan jauh yang dapat dilihat karena sepanjang jalan hanya hutan rimbun yang menutupi pandangan. Untuk perjalanan normal, sekitar 3,5 s.d 4 Jam, para pendaki akan sampai di POS Tugu Sulawesi

POS TUGU SULAWESI
POS Tugu Sulawesi merupakan sebuah tempat yang cukup luas dan rata yang dapat menampung 12 tenda. Di tempat ini terdapat sumber air mengalir yang jaraknya 20 Meter kedepan. Di POS ini juga terdapat sebuah tugu kecil yang bagian atasnya berbentuk Pulau Sulawesi. Para pendaki menyebutnya Tugu Sulawesi. Untuk perjalanan yang dimulai pagi dari POS 2, maka sangat disarankan untuk menginap di POS ini.
Terdapat sebuah tugu kecil yang buat tahun 2014 oleh pendaki gabungan TNI. Tugu ini juga menjadi salah satu icon di jalur pendakian Gunung Mekongga. Semua pendaki pasti akan mengabadikan gambar berlatar Tugu Sulawesi Ini. Meskipun terbuat dari bahan besi dan alumunium serta bercakar beton, Tugu ini sangat rentan karena letaknya berada di alam terbuka yang silih berganti terkena gesekan alami baik hujan, panas, angin, kabut dll. Maka sangat disarankan untuk semua pendaki untuk tidak melakukan aktifitas apapun selain menjadi latar gambar. DILARANG KERAS naik ditas Tugu Sulawesi. Hal itu bisa mengakibatkan konstruksinya rapuh dan bisa ambruk.

Pos Tugu Sulawesi
POS 4
Pos 4 berada pada ketinggian 1109 MDPL (Meter diatas permukaan laut). Suhu tertinggi di tempat ini 250 C dan suhu terendah 200 C. Disekeliling Pos 4 hanya tumbuh tanaman semak dan alang-alang. Lokasi Pos 4 hanya berada ±100 Meter diatas Pos Tugu Sulawesi. Kondisi Pos 4 sangat sempit dan hanya mampu menampung 1 tenda sedangkan di Pos Tugu Sulawesi dapat menampung puluhan tenda. Oleh sebab itu bagi pendaki rombongan sebaiknya menginap saja di Pos Tugu Sulawesi.
Pos 4 berada di tepi Air terjun yang cukup besar. Lokasinya cukup lembab karena berada dekat dengan sumber air yang mengalir deras sepanjang tahun. Penempatan Pos 4 dilokasi ini karena sangat dekat dengan air yang jumlahnya melimpah. Namun belakangan para pendaki lebih memilih untuk menginap saja di Pos Tugu Sulawesi.

5.    POS 4 – POS 5
Hari selanjutnya, para pendaki disarankan untuk memulai perjalanan paling lambat jam 9 pagi. Jalur yang akan dilewati hari ini tidak berbeda jauh dengan kemarin, karena masih berjibaku dengan jalur HBI yang ditumbuhi semak belukar dan populasi pacet yang berada disepanjang jalan. Setelah lepas dari POS 4, kurang lebih 10 Menit akan ditemukan sebuah Air jatuh yang cukup besar. Sumber air ini tidak pernah kering dan mengalir sepanjang tahun. Umumnya para pendaki berhenti sejenak untuk minum, mengisi wadah air atau berfoto.
Setelah lepas dari sumber air ini, jalur selanjutnya yaitu menyipir kanan melewati bebatuan yang akan menyulitkan para pendaki sebab tanah dan batunya licin serta melewati saluran air dan tanaman semak yang tumbuh subur juga pacet yang tersebar sepanjang jalan.
Dahulu, saat perusahaan PT. HBI meninggalkan lokasi ini, jalur pendakian cukup terbuka dan luas. Namun seiring perjalanan waktu, juga kurangnya frekuensi pendakian di Gunung Mekongga yang membuat populasi semak belukar semakin rapat dan terkadang menutupi jalur pendakian jika dalam kurun beberapa bulan tidak ada pendaki yang melewati.
Antara POS 4 dan POS 5, tingkat kerapatan tanaman semak semakin tinggi. Pergerakan akan semakin lambat. Kondisi ini harus dicermati oleh pendaki dengan mengatur langkah dan waktu istirahat atau break. Disarankan untuk membawa lebih dari satu parang tebas untuk saling bergantian membersihkan jalur. Tanaman semak tumbuh subur disepanjang jalan, sehingga jika pendaki memaksakan untuk menerobos bisa berakibat carrier atau kakinya terkait oleh tanaman yang menjalar. Untuk melewati jalur semak dibutuhkan kesabaran dan ketenangan. Jalur tanaman semak inillah yang menjadi salah satu tantangan di pegunungan mekongga.
Disepanjang jalan terdapat banyak sumber air, namun yang mengalir sepanjang tahun hanya 2 titik air yaitu kali kecil. Untuk sampai di POS 5 pendaki akan melewati beberapa patahan kali dimana pendaki harus turun kebawah dan naik kembali ke jalur. Setalah melewati beberapa patahan, para pendaki akan menemukan patahan yang panjang, dimana ujung dari patahan tersebut adalah POS 5. Waktu tempuh normal dari POS 4 ke POS 5 adalah 3 – 3,5 Jam

POS 5 (Pos Foya-Foya)
Pos 5 merupakan sebuah tempat terbuka yang dapat menampung 7 tenda dan terdapat sumber air yang mengalir tepat didepannya, namun untuk saat-saat tertentu aliran airnya tidak sampai menjangkau POS 5 dikarenakan curah hujan yang kurang, sehingga pendaki harus sedikit menyusur ke pangkal alirannya diatas.
Umumnya para pendaki hanya beristirahat siang ditempat ini. Ditempat ini juga sangat layak untuk mendirikan tenda baik saat naik maupun saat turun gunung yang disesuaikan dengan waktu. POS 5 dijuluki Pos Foya-Foya, karena biasanya para pendaki mengahbiskan logistic di POS 5 saat sudah dari puncak dan akan turun ke desa.

Pos 5, Jalur Pendakian Gunung Mekongga
6.  POS 5 – POS 6

Perjalanan ke POS 6 diawali dengan kembali memasuki jalur HBI yang ditumbuhi semak belukar dengan sudut tanjakan berkisar antara 400 s.d 450 . seperti halnya jalur sebelumnya, tanaman semak didominasi oleh pakis hutan, alang-alang, tanaman berduri dan tanaman merambat lainnya. Populasi tanaman tersebut tumbuh subur dan menjadi penghambat pergerakan pendaki. Semak-semak tersebut akan sulit diterobos karena akan kembali menjerat kaki pendaki atau carrier. Jika diterobos resikonya anggota tubuh terkena goresan atau cover carrier yang robek. Untuk bulan-bulan yang sepi pendaki, jalur dari POS 3 ke POS 6, 70 % tertutup semak-semak dan praktis perjalanan para pendaki seakan berada di lorong semak-semak yang tak berujung, meskipun sesekali terdapat tempat terbuka namun hanya beberapa langkah kemudian pendaki akan kembali memasuki lorong semak-semak.
Seperti halnya dijalur sebelumnya, perjalanan ke POS 6 berada pada jalur teduh yang sepanjang jalan terdapat hamparan hutan rapat dengan jenis kayu-kayu unggulan. Selain memperhatikan pijakan yang tidak rata, pendaki harus memperhatikan tanaman duri yang kadang tak terlihat dan terasa saat sudah menempel di kulit. Selain itu para pendaki juga harus mewaspadai pacet yang juga standby di semak-semak untuk melompat di badan pendaki dan baru terasa saat salah satu bagian tubuh terasa nyeri karena sudah ditempeli oleh pacet.
Meskipun jalurnya agak tertutup, namun para pendaki dapat melihat alur jalan yang masih tampak membentuk di antara kumpulan semak-semak, oleh karena itu sekali lagi parang tebas sangat berguna dipendakian Gunung Mekongga. Setelah berjalan 1 Jam dari POS 5, pendaki akan menemukan longsoran besar yang dimana jalurnya berada ditengah longsorang. Para pendaki harus turun ke longsoran dan mengikuti alur longsoran tersebut sekitar 40 Meter.
Setelah keluar dari jalur longsoran, pendaki akan kembali lagi ke jalur semak-semak dan sesekali akan menemukan tempat terbuka dan kembali lagi ke jalur semak-semak. Sekitar 45 Menit kemudian kana ditemukan sebuah simpangan besar yang dahulunya merupakan lokasi transit kayu gelondongan sebelum diangkut ke desa. Jalur lurus merupakan jalan ke sumber air yang jaraknya 30 Menit dengan kecuraman 50
˚. Sedangkan jalur kiri merupakan jalur pendakian yang menuju POS 6. Di tempat ini merupakan lokasi yang sangat terbuka dimana kawasan puncak mekongga sedikit terlihat jika cuaca cerah. Para pendaki umumnya beristirahat sejenak ditempat ini sebelum melanjutkan perjalanan dengan mengambil jalur kiri.
Setelah lepas dari simpangan, para pendaki akan melewati jalur yang sangat terbuka sekitar 200 M2 menanjak dengan sudut tanjakan 50
˚ s.d 60˚˚ kemudian akan kembali memasuki jalur tertutup dengan model tanjakan yang sama. Dijalur ini keadaanya cukup bervariasi dan didominasi oleh jalur yang terbuka sehingga kondisi psikologis pendaki akan pulih setelah sebelumnya banyak melewati jalur tertutup. Dijalur ini cukup membuat perasaaan pendaki senang dan teduh karena tiupan angin dan kabut pegunungan silih berganti bertiup disepanjang jalan.
Akhirnya, setelah berjalan sekitar 1 Jam dari simpangan, akan ditemukan sebuah tempat terbuka yang luas yang terdapat jurang disisi kiri jalan HBI. Umumnya pendaki singgah ditempat ini sambil mengabadikan gambar dengan latat pegunungan mosembo. Oleh Pencinta Alam, Tempat ini dinamakan Puncak HBI, karena merupakan titik tertinggi dari jalur HBI. Saat cuaca cerah, dari tempat ini akan tampak hamparan pegunungan mekongga dari wilayah utara dan Gunung Mosembo disebelah barat laut.

Puncak HBI, Jalur Pendakian Gunung Mekongga

Dari puncak HBI perjalanan dilanjutkan dengan menuruni jalur kearah timur. Jalur menurun tersebut cukup terjal dan terbuka. Setelah menuruni sekitar 130 M, pendaki akan mulai masuk kembali ke jalur semak sekitar 70 M dengan tipe jalur banyak menurun. Setelah itu pendaki harus terus memperhatikan sisi kanan, karena jalur pendakian akan berbelok kanan dan menanjak, sementara jalur lurus bukan merupakan jalur pendakian. Jalur belok kanan tersebut ditandai dengan string line dan pita.
Selanjutnya pendaki akan kembali memasuki jalur semak-semak yang sempit dengan posisi menanjak 35˚. Setelah berjalan sekitar 20 Menit akan ditemukan sebuah genangan luas dan berlumut yang banyak terdapat pohon tua dan pohon mati. Genangan ini luasnya sekitar 400 M2 dan airnya berwarna kemerah-merahan dan tidak pernah kering total. Oleh pendaki, tempat ini dinamakan Danau Coca-Cola. Nama itu diambil karena warna airnya seperti Minuman Coca-Cola. Disekitar tempat ini terdapat lokasi datar yang dapat menampung 10 Tenda. Tempat inilah yang dijadikan sebagai POS 6.
Untuk perjalanan yang dimulai pagi hari dari POS 4, maka sangat disarankan untuk menginap di POS 6. Umumnya pendaki selalu menginap di POS 6 sebelum melanjutkan perjalanan esoknya ke arah hutan lumut. Meskipun airnya berwarna merah, tapi tidak menjadi masalah bagi pendaki, sepanjang airnya aman untuk dikonsumsi. Semua pendaki yang menginap POS 6 pasti menggunakan air dari Danau Coca-Cola tersebut untuk memasak.

POS 6 (Danau Coca-Cola)
Pos 6 berada di ketinggian 1890 MDPL dengan suhu tertinggi 20˚ C dan suhu terendah 15˚ C. Oleh pendaki Pos 6 biasa disebut Pos Danau Coca-Cola. Nama itu diberikan karena tidak jauh dari Pos 6 terdapat sebuah Telaga yang luasnya sekitar 400 M2 dan terdapat air yang hampir tidak pernah kering sepanjang tahun. Karena adanya sumber air tersebut sehingga tempat ini dijadikan salah satu Pos pendakian ke puncak Gunung Mekongga.
Pos 6, Danau Coca - Cola
Posisi Pos 6 masih berada di tengah jalur HBI. Ditempat ini masih tampak sisa jalan yang dahulu pernah dilalui oleh kendaraan besar. Meskipun sudah banyak yang tertutup semak namun bisa dibayangkan lebar jalan sekitar 25 Meter. Kebanyakan pendaki selalu menginap ditempat ini dan mengkonsumsi air dari Danau Coca Cola. Meskipun airnya berwarna kemerah-merahan namun dipastikan airnya aman untuk dikonsumsi. Warna kemerah-merahan tersebut berasal dari kayu mati yang sudah hancur dan membusuk ditambah dengan keberadaan lumut diseluruh permukaan danau sehingga mempengaruhi warna dasar air danau menjadi kemerah-merahan. Sangat disarankan untuk para pendaki untuk tidak melakukan aktifitas MCK di pinggir atau di tengah danau karena sumber air ini bukan air mengalir melainkan sebuah genangan yang mudah tercemar. Apabila pendaki menginap di tempat ini, sangat juga disarankan untuk segera berisitirahat untuk memulihkan stamina dan mempersiapkan perjalanan esok yang membutuhkan kekuatan dan ketahanan karena akan memasuki hutan lumut dengan medan menanjak dan menurun terjal.

Pos 6, Jalur Pendakian Gunung Mekongga

7.  POS 6 – POS 7

Pagi harinya setelah setelah sarapan dan mengemas seluruh peralatan dan perlengkapan. Jam 8 pagi adalah waktu yang disarankan untuk memulai perjalanan. Jalur hari ini pendaki masih akan melewati jalur semak-semak yang cukup licin dan berbatu karena merupakan jalur aliran air. Para pendaki harus berhati-hati melewatinya karena selain memperhatikan semak-semak, juga harus memperhatikan jalan karena pendaki akan mudah terpeleset.
Sekitar 7 Menit melewati semak-semak tersebut, akan ditemukan sebuah tempat yang cukup luas di tengah jalan HBI. Oleh pendaki, tempat ini dinamakan Camp Gelondongan. Ditempat ini dahulunya merupakan penampungan kayu gelondongan sebelum diangkut oleh truk kayu. Beberapa pendaki biasanya menginap ditempat ini namun tetap mengambil air di Pos 6.
Sangat disarankan para pendaki untuk menginap saja di POS 6, karena ditempat ini (Camp Gelondongan) tidak terdapat sumber air.
Setelah lepas dari Camp Gelondongan. Jalur selanjutnya pendaki akan kembali melalui semak-semak namun tidak begitu rapat seperti jalur sebelumnya. Jalurnya sedikit menanjak dan kadang menyipir. Sekitar 7 Menit berjalan, akan sampailah pendaki di pintu gerbang hutan lumut. Tempat ini ditandai dengan keluarnya pendaki dari jalur semak-semak. Tempat ini juga menandakan bahwa pendaki sudah lepas dari jalur HBI dan akan memasuki jalur pendakian hutan lumut. Pintu gerbang ini ditandai dengan jalur yang terbuka dan berbelok kanan 90
˚.
Memasuki jalur hutan lumut, pergerakan pendaki menjadi lebih leluasa, karena tidak ada lagi semak-semak yang tumbuh disepanjang jalan seperti halnya di jalur HBI sebelumnya. jalur yang dilewati diawali dengan hutan rapat yang sejuk dan tanahnya sebagian besar ditumbuhi lumut. Jalurnya agak menanjak dengan elevasi 30
˚ – 40˚. Selain memperhatikan alur jalan yang terbentuk di tanah, pendaki harus juga memperhatikan tanda jalur berupa plat, tali raffia, pita, kain dll yang warnanya kontras dengan keadaan sekitar. Disepanjang jalur hutan lumut posisi tanda jalur sudah disebar oleh seluruh pendaki yang telah melewati jalur ini sehingga para pendaki cukup dimudahkan tinggal bagaimana konsentrasinya dalam melihat jalur pendakian.
Sangat disarankan sebelum pendaki memasuki kawasan hutan lumut agar parang tebas tetap disiagakan untuk memberi tanda tebasan di pohon yang berada pada jalur pendakian. Meskipun sudah ada tanda jalur berupa string line namun tidak ada salahnya member tebasan kecil dipohon untuk memudahkan pendaki saat perjalanan pulang nantinya.
Perjalanan ke Pos 7, akan dilewati dengan menanjak landai ke arah tenggara dengan melewati medan bervariasi menajak, datar dan sedikit menurun mengikuti jalan sesuai dengan tanda jalur. Disepanjang jalan hanya akan disaksikan pepohonan yang rimbun, lumut-lumut yang menutupi tanah dan batang pohon. Hawa dingin mulai terasa seiring ketinggian yang semakin bertambah. Namun dengan terus melangkah, hawa dingin akan terbendung oleh panas tubuh.
Sekitar 2. 5 Jam perjalanan dan Pos 6, pendaki akan sampai di Pos 7 yang terletak di atas sebuah bukit kecil. Pos 7 berada pada ujung tanjakan kecil dan berada pada ditengah jalan.

POS 7 (Pos Batu Meriam)

Pos 7 berada para ketinggian 2352 MDPL. Suhu tertinggi di tempat ini 15˚ C dan Suku terendah 10˚ C. Pos 7 merupakan tempat terbuka yang berada diujung tanjakan kecil di tengah hutan lumut. POS 7 memiliki area yang tidak begitu luas sekitar 10 M2 dan hanya bisa menampung 1 tenda saja. Terkadang ada juga pendaki yang menginap di tempat ini. Di Pos 7 tidak terdapat sumber air. Pendaki yang menginap di tempat ini membawa air dari Pos 6.
Oleh Pendaki, Pos 7 juga dinamakan Pos Batu Meriam. Disebelah kanan tempat ini terdapat sebuah batu yang menyerupai meriam yang posisinya menghadap ke barat. Oleh pendaki, arah baru meriam ini dianggap menghadap tepat ke Kiblat. Disebelah kiri Pos 7 terdapat sebuah bongkahan batu besar yang meyerupai tebing yang bercelah dengan tinggi sekitar 9 Meter. Untuk perjalanan normal dari Pos 6 yang dimulai jam 8 pagi, para pendaki akan sampai ditempat ini (Pos 7) sekitar jam 10.00. Oleh karena itu disarankan untuk tidak berlama-lama ditempat ini karena kondisi dingin dapat melemaskan otot.

Pos 7, Jalur Pendakian Gunung Mekongga
8. POS 7 – POS 8

Perjalanan dari Pos 7 ke Pos 8 merupakan jalur terpanjang dan terberat di pendakian gunung mekongga. Kekuatan dan ketahanan para pendaki akan teruji di jalur ini. Berbeda dengan jalur Gunung-Gunung di luar Sulawesi, Gunung mekongga merupakan hamparan pegunungan yang terdiri dari ratusan bukit. Untuk mencapai bukit tertingginya, pendaki harus naik turun beberapa bukit dengan model yang hampir sama saat naik dan turun.
Perjalanan dari Pos 7 ke Pos 8, pendaki akan melewati beberapa bukit dengan tipe naik bukit dan turun lembah dengan medan yang cukup terjal. Setelah lepas dari Pos 7, pendaki akan turun terjal beberapa meter kemudian berjalan rata condong ke kiri lalu akan menemukan tanjakan panajang sebelah kanan dengan elevasi 60˚ – 70˚. Fisik pendaki akan teruji di tanjakan ini. Dengan beban carrier yang berat, pendaki harus tetap focus menjaga ketahanan dan keseimbangan badan. Tanjakan ini salah satu yang terberat di Pegunungan Mekongga. Para pendaki harus terus memperhatikan pijakan karena kondisi tanah merupakan batu kerikil yang mudah bergeser. Sangat disarankan agar para pendaki menjaga jarak antara satu dengan yang lainnya sekitar 10 Meter untuk menghindari apabila ada batu lepas atau kerikil yang menggelinding dari atas yang bisa mengenai pendaki dibawah.
Setelah melewati tanjakan ini, pendaki akan melewati jalur menyipir sekitar 10 M lalu kemudian akan masuk ke hutan rapat yang rimbun. Sekali lagi konsentrasi dan fokus harus tetap diutamakan dalam memperhatikan tanda jalur ditengah hutan lumut. Jalur selanjutnya akan dilewati dengan menanjak dengan kemiringan 40˚ – 50˚. Semakin menambah ketinggian, rasa dingin pun semakin menusuk, apalagi saat sudah melewati tengah hari. Saat-saat tersebut sangat membuat mental pendaki teruji karena semakin menambah ketinggian maka tiupan angin dan kabut dingin akan silih berganti berputar-putar disekeliling pegunungan. Sepanjang melewati jalur ini suhu dingin dan kelembaban basah akan dirasakan para pendaki saat melewati rimbun pohon yang diselimuti lumut.
Setelah 1 Jam berjalan dari Pos 7, akan ditemukan sebuah tempat terbuka yang banyak terdapat batu-batu cadas yang menjulang keatas. Posisi tempat ini seakan berada disebuah ketinggian, sehingga dahulunya tempat ini diyakini sebagai Puncak Gunung Mekongga. Tempat ini dinamakan Puncak Salah. Penamaan tersebut dikaranakan dahulu tempat ini diyakini sebagai Puncak dari Pegunungan Mekongga tetapi setelah dilakukan pengukuran koordinat dan ketinggian, tempat ini bukan puncak gunung mekongga. Kebanyakan pendaki selalu menyempatkan untuk berfoto di tempat ini yang juga memiliki landscape yang indah.

Puncak Salah, Jalur Pendakian Gunung Mekongga
Pendaki harus jeli melihat tanda-tanda jalur. Karena jarangnya pendakian ke Gunung Ini membuat tanda jalur tersembunyi dibalik dahan pohon atau tertutup lumut. Meskipun dalam keadaan lelah dan capek, konsentrasi tetap harus diutamakan dalam melihat jalur sebenarnya yang ditandai dengan adanya string line berupa pita berwarna sebab dijalur hutan lumut ini terdapat banyak jalur yang mirip dengan jalur pendakian. Jalur tersebut merupakan jalanan binatang saat berakifitas yang juga memenuhi hutan mekongga. Di Pegunungan mekongga, khususnya hutan lumut akan dijumpai kotoran Anoa disepanjang jalan. Jika beruntung pendaki akan melihat sosoknya yang berwarna hitam pekat dan bertubuh kerdil.
Untuk pendakian di Gunung Mekongga sangat disarankan terus bersuara sepanjang jalan. Suara yang dibuat cukup dengan berbentuk kode, dengan maksud untuk tetap berkomunikasi dengan sesama pendaki saat berjalan. Selain itu maksud dari suara-suara tersebut untuk memberikan tanda kepada hewan atau binatang yang berada dijalur yang akan dilewati pendaki untuk menjauh dari jalur. Maksudnya adalah agar pendaki dan binatang tidak kaget saat berpapasan tiba-tiba.
Pada beberapa kondisi, jika pendaki berjalan dalam keadaan tak bersuara, secara tiba-tiba berpapasan dengan Kera Hitam atau Anoa maka hewan tersebut akan kaget. Nasib baik jika hewan itu langsung lari menghindar namun nasib buruk jika hewan tersebut langsung tiba-tiba menyerang pendaki. Oleh karena itu sangat dianjurkan untuk terus bersuara. Sepanjang jalur pendakian ke Gunung Mekongga akan banyak dijumpai hewan-hewan endemic Sulawesi seperti Rangkong Sulawesi (Riticheros Cassidix), Anoa (Bubbalus Depresicornis), Kera Hitam (Macaca Creata) dll.
Dijalur hutan lumut, Anoa banyak berkeliaran. Ini ditandai dengan banyaknya kotoran hewan tersebut disepanjang jalan, namun untuk melihatnya secara langsung agak sulit karena hewan ini sudah mendeteksi kehadiran manusia dari jarak 500 Meter sehingga ia akan menghindar ketika mendengar suara sayup-sayup manusia. Anoa merupakan hewan khas Sulawesi Tenggara dan sangat dilindungi oleh Negara, oleh karena itu dilarang keras melakukan penangkapan, berburu atau membuhuh hewan ini dengan alasan apapun. Karaktersitik hewan ini adalah binatang pasif. Ia tidak akan menyerang kalau tidak diganggu. Sangat disarankan juga untuk tidak memakai baju warna merah, karena pada keadaan tertentu, Anoa sangat sensifit jika melihat warna merah.
Setelah melewati Puncak Salah, sekitar 15 Menit pendaki akan menemukan sumber air yang ditandai dengan sebuah tulisan yang dipasang di Pohon. Sumber air ini merupakan air terakhir di pendakian sehingga sangat disarankan untuk mengisi semua wadah air yang dibawa. Sumber air ini berada disebelah kanan jalur pendakian dan jaraknya sekitar 50 meter turun kebawah. Tempatnya berada dibawah akar pohon yang terdapat air kecil yang mengalir.
Setelah itu pendakian dilanjutkan kembali dengan mengikuti arah string line. Sekitar 5 Menit akan ditemukan sebuah lokasi camp yang cukup luas dan dapat menampung 3 Tenda. Tempat ini seluruhnya diselimuti lumut dengan kondisi sangat dingin yang berkisar 12
˚ – 16˚ C pada siang hari dan 8˚ – 10˚ C pada malam hari. Banyak nama untuk pos ini, tapi untuk menyeragamkan maka tempat ini dinamakan Pos Prasasti sebagai bentuk penghormatan kepada dua orang pendaki yang dipanggil Yang Maha Kuasa tidak jauh dari Pos ini. Jarak tempuh normal dari Pos 7 ke Pos Prasasti sekitar 2.5 Jam. Untuk perjalanan dari Pos 6 yang dimulai pagi hari lalu tiba di Pos Prasasti ini antara Pukul 12.00 – 15.00 siang, maka pendakian boleh dilanjutkan menuju Pos 8. Namun apabila tiba di Pos Prasasti diatas Pukul 15.00, maka disarankan untuk menginap saja di Pos Prasasti ini dan melanjutkan perjalanan esok hari.

Pos Prasasti, Jalur Pendakian Gunung Mekongga

Untuk perjalanan normal dari Pos 6 yang dimulai pagi hari, biasanya akan sampai di Pos Prasasti sekitar pukul 13.00 s.d 14.00. Biasanya para pendaki hanya istirahat di tempat ini. Perjalanan selanjutnya dilewati dengan mengikuti string line ke arah bawah dengan jalur sedikit menurun lalu naik kembali kemudian menyipir bukit lalu turun terjal dengan kemiringan 70˚. Di jalur ini konsentrasi pendaki terus dibutuhkan untuk mencermati jalur dengan seksama. Setelah melewati Pos Prasasti perjalanan ke puncak akan dilewati dengan menaiki dan menuruni bukit sebanyak 4 kali. Setelah bukit ke empat, bukit selanjutnya adalah puncak mekongga.
Sebelum Sampai di Pos 8, akan ditemukan sebuah dua batu besar yang saling terpisah dan membentuk gerbang. Oleh pendaki, tempat ini dinamakan Pintu Gerbang Mosero-Sero. Gerbang batu ini terbentuk secara alami yang seakan menjadi pintu masuk pendaki sebelum memasuki kawasan puncak mekongga. Banyak cerita-cerita mitos tentang gerbang ini yang berkembang di masyarakat yang juga banyak diketahui pendaki. Namun cerita-cetita itu cukup dijadikan nasehat dan peringatan.

Pintu Gerbang Mosero-Sero
Jalur Pendakian Gunung Mekongga
Lepas dari pintu gerbang, sekitar 2 menit, pendaki akan sampai di Pos terakhir yaitu Pos 8. Ditempat ini merupakan titik terakhir pendakian yang artinya perjalanan selanjutnya yaitu ke Puncak Mekongga. Pos 8 merupakan merupakan Pos terakhir di pendakian gunung mekongga.

POS 8 (Pos Plong)
Tempat ini berada di ketinggian 2520 MDPL. Letaknya berada di bawah bukit yang puncaknya merupakan puncak mekongga. Pos 8 merupakan tempat yang luas dan tempat campnya menyebar dalam radius 15 Meter. Lokasi Pos 8 dapat menampung 10 – 12 Tenda. Meskipun berada di ketinggian namun suhu di tempat ini tidak seperti di Pos 7, Pos Prasasti atau disepanjang jalan hutan lumut. Meskipun dingin namun tekanannya tidak terlalu menusuk sehingga tubuh masih bisa dikondisikan. Suhu ditempat ini berkisar antara 10˚ C – 13˚ C pada malam hari dan 13˚ C – 16˚ C pada siang hari. Banyak pendaki menginap di tempat ini sebelum melakukan summit attack. Berbeda dengan kondisi di Pos 7 dan Pos Prasasti, di Pos 8 pendaki lebih leluasa beraktifitas dan bergerak. Lokasinya yang luas dan rata menjadikan penempatan posisi tenda, tempat memasak dan lokasi berkumpul lebih dapat diatur sedemikian rupa sehingga pergerakan pendaki saat berada di camp dapat efektif. Pos 8 biasa juga disebut Pos Plong.
Pos 8, Jalur Pendakian Gunung Mekongga
9. POS 8 – Puncak Mekongga
Apabila anda ingin menyaksikan matahari terbit, maka mulailah perjalanan ke Puncak saat pukul 04.30 dini hari. Jika tidak, saat yang tepat untuk memulai perjalanan ke puncak adalah pukul 07.00. Bawalah perlengkapan secukupnya seperti air minum, snack, rokok, cemilan dan jangan lupa membawa kamera juga bendera organisasi dan merah putih. Sebaiknya sarapan dilakukan nanti setelah turun dari Puncak. Mulailah perjalanan dengan melihat string line di arah sebelah kanan. Perjalanan dilewati dengan menanjak terjal dengan kemiringan 60˚ s.d 70˚. Melewati akar-akar pohon, bebatuan dan sedikit memanjat. Bongkahan batu besar yang menjulang tinggi yang berada di sebelah kiri jalur pendakian akan dilewati satu per satu. Setelah berjalan 20 Menit, pendaki akan mulai melewati bongkahan-bongkahan batu dengan sedikit memanjat lalu melewati jalan setapak 15 Meter, lalu akan melewati batu-batu cadas yang runcing. Dari tempat ini Titik trianggulasi puncak sudah kelihatan berupa sebuah tugu.
Saat melewati batu-batu runcing tersebut, diharapkan berhati-hati dalam melangkah, berpijak dan berpegang. Pastikan pijakan dan pegangan anda tepat saat melangkah. Lewatilah bebatuan yang terdapat bekas-bekas pijakan sepatu. Fokuslah pandangan anda pada pijakan dan pegangan karena pemandangan puncak terkadang membuat pendaki hilang konsentrasi saat melewati bebatuan ini.
Setelah melewati bebatuan, sampailah anda di titik tertinggi Pegunungan Mekongga.

PUNCAK MEKONGGA (Puncak Mosero-Sero)
Puncak Mekongga berada pada ketinggian 2620 MDPL. Titik kordinatnya berada pada 03˚ 39’ 51,9” LS - 121˚ 14’ 12,3” BT .Di daerah tertinggi pegunungan mekongga terdapat banyak bukit-bukit yang saling terpisah dengan ketinggian yang hampir sama, namun di tempat inilah titik tertinggi dari Pegunungan Mekongga. Posisi puncak mekongga sangat sempit. Para pendaki harus bergiliran untuk berfoto di trianggulasinya ataupun di titik manapun di wilayah puncak ini. meskipun sudah berada dipuncak, anda harus tetap berhati-hati saat melangkah karena wilayah puncak adalah kumpulan batu-batu yang terpisah-pisah. Saat cuaca cerah, pemandangan indah akan tersaji dari tempat ini. Dari kejauhan akan terlihat wilayah Kab. Kolaka, Kab. Bombana dan teluk bone serta hamparan pegunungan mekongga super berat jalurnya. Di tempat ini pula, signal telepon seluler dapat ditemukan. Biasanya hanya operator Telkomsel yang dapat dijangkau Handphone.
Saat aktiftitas di puncak sudah selesai, saatnya anda turun kembali ke Pos 8 untuk sarapan dan mengemas seluruh perlengkapan untuk turun. Waktu 1 s.d 2 jam sudah cukup untuk anda berada di puncak. Disarankan untuk tidak berlama-lama dipuncak, karena jenis kabut di puncak mekongga apabila terlalu lama menyapu kulit bisa membuat terkupas.
Setelah mengemas barang, maka selanjutnya pendaki akan menyusuri kembali hutan lumut dan menuju Pos 6 untuk menginap. Esoknya perjalanan bisa ditempuh sampai Pos 2. Lalu Keesokan harinya perjalanan bisa finish sampai kedesa tinukari.

Puncak Gunung Mekongga 2620 MDPL


Film Pendakian GUNUNG MEKONGGA
KPA AMCALAS SULTRA



Written and Posted by : 
Muhammad Dagri Nizar

5 comments:

  1. bukannya HBI masuk diakhir tahun 95 Bang...

    ReplyDelete
  2. Izin koreksi bang
    Pertama, dikatakan bahwa rintisan jalur Gunung Mekongga sdh ada sejak awal tahun 1994 yg dirintis oleh beberapa penggiat alam terbuka.
    Jawaban kami bahwa survey unt rintisan pendakian g. mekongga telah kami lakukan tahun 1994 sebnyak 2 kali sebelum Ekspedisi tahun 1995. Hasil wawancara dengan pemerintah desa, camat dan brp tokoh masyarakat di sekitar desa Tinukari Ranteangin menyatakan belum pernah ada kegiatan rintisan pendakian ke G. Mekongga oleh penggiat alam terbuka di wilayah tersebut. Oleh krn itu saran kami adalah perlu ditegaskan nama2 penggiat alam terbuka yg dimaksud agar kita bs mengkonfirmasikan kebenaran berita tsb.

    ReplyDelete
  3. Kedua. PT. HBI (Perusahaan pengolahan kayu hutan, izin HPH) baru mulai beroperasi pd tahun 1995 beberapa bulan setelah Ekspedisi rintisan G. Mekongga oleh Tim Mahacala UHO, dan penggunaan jalan logging PT. HBI untuk kegiatan pendakian baru digunakan pertama kali unt kegiatan try out pendakian G. Mekongga oleh Tim Gunhut Mahacala (Mei 1996) guna mempersingkat jalur peserta TWKM dan kegiatan pendakian Peserta TWKM VIII Mapala se-Indonesia (Oktober 1996)

    ReplyDelete
  4. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  5. Ketiga. Pandangan kami ttg tempat/titik yang saat ini bny disebut2 sebagai puncak salah adalah berbeda dgn pengalaman kami saat melaksanakan perintisan jalur. Tempat yg sekarang di sebut2 sbg puncak salah yg tepat adalah titik akhir perjalanan dari Peserta Kenal Medan Gunung Hutan pada kegiatan TWKM VIII (Mapala se-Indonesia) Bulan Oktober tahun 1996. Banyak Peserta Mapala yg mendokumentasikan tempat tsb sbg kenang2an naik ke G.Mekongga. Mahacala sbg panitia, melihat kondisi dan waktu yg terbatas bagi peserta (masih ada agenda lain di kendari) sehingga memutuskan untuk balik (tidak sampai ke puncak 2.620).
    Ada puncak salah? Iya ada istilah puncak salah dalam sejarah perintisan tsb. Puncak salah inilah yg dinamakan oleh Tim Perintis Jalur waktu itu sebagai puncak Haluoleo, berada di titik ketinggian 2.535, tidak jauh dari puncak 2.620, bukan ditempat atau titik yg banyak disebut2 oleh tim pendaki saat ini (perlu di konfirmasi ulang kpd siapa yg menamankan tempat tsb sebgai puncak salah). Tim Perintis tiba di puncak Haluoleo ini sekitar jam 10 pagi tgl 17 Agutus dan sempat mengadakan upacara bendera ditempat tsb tp kemudian atas arahan dari konsultan pendakian waktu itu Kang Ariedjal (Wanadri Bandung) melalui HT di basecamp Tinokari, untuk memperhatikan sisi sebelah selatan dan tenggara puncak Haluoleo. Dan ternyata masih ada puncak yg lebih tinggi dari 2.620 posisi disebelah tenggarax yg tersingkap oleh kabut tebal. Tim Perintis akhirx kembali mencari jalan menuju puncak 2.620 dan tiba sore harinya pd hari itu juga tgl 17 sekitar jam 16.00.

    ReplyDelete

Flag Counter