Home » , » Jejak Sejarah Makassar " Ford Rotterdam"

Jejak Sejarah Makassar " Ford Rotterdam"

Jejak Sejarah Makassar "Ford Rotterdam"

Fort Rotterdam atau Benteng Ujung Pandang (Jum Pandang) adalah sebuah benteng peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo. Letak benteng ini berada di pinggir pantai sebelah barat Kota Makassar, Sulawesi Selatan.  Benteng ini dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-9 yang bernama I manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung . Awalnya benteng ini berbahan dasar tanah liat, namun pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-14 Sultan Alauddin konstruksi benteng ini diganti menjadi batu padas yang bersumber dari Pegunungan Karst yang ada di daerah Maros. Benteng Ujung Pandang ini berbentuk seperti seekor penyu yang hendak merangkak turun ke lautan. Dari segi bentuknya sangat jelas filosofi Kerajaan Gowa, bahwa penyu dapat hidup di darat maupun di laut. Begitu pun dengan Kerajaan Gowa yang berjaya di daratan maupun di lautan.
Nama asli benteng ini adalah Benteng Ujung Pandang, biasa juga orang Gowa-Makassar menyebut benteng ini dengan sebutan Benteng Panyyua yang merupakan markas pasukan katak Kerajaan Gowa. Kerajaan Gowa-Tallo akhirnya menandatangani perjanjian Bungayya yang salah satu pasalnya mewajibkan Kerajaan Gowa untuk menyerahkan benteng ini kepada Belanda. Pada saat Belanda menempati benteng ini, nama Benteng Ujung Pandang diubah menjadi Fort Rotterdam. Cornelis Speelman sengaja memilih nama Fort Rotterdam untuk mengenang daerah kelahirannya di Belanda. Benteng ini kemudian digunakan oleh Belanda sebagai pusat penampungan rempah-rempah di Indonesia bagian timur.
Sekitar 200 tahun Belanda menggunakan benteng ini sebagai pusat pemerintahan, ekonomi dan berbagai macam aktivitas. Pada 1937 kepemilikan Benteng Rotterdam oleh Dutch Indies Goverment diserahkan kepada Fort Rotterdam Foundation. Benteng ini terdaftar sebagai bangunan bersejarah pada 23 Mei 1940.
Di kompleks Benteng Ujung Pandang kini terdapat Museum La Galigo yang di dalamnya terdapat banyak referensi mengenai sejarah kebesaran Makassar (Gowa-Tallo) dan daerah-daerah lainnya yang ada di Sulawesi Selatan. Sebagian besar gedung benteng ini masih utuh dan menjadi salah satu objek wisata di Kota Makassar. Benteng Fort Rotterdam merupakan peninggalan sejarah dari Kerajaan Gowa-Tallo yang terletak di pinggir pantai sebelah barat Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Benteng ini dibangun pada 1545 oleh Raja Gowa ke-10 yang bernama I Manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung dengan gelar Karaeng Tunipalangga Ulaweng.
Pada awalnya, benteng ini berbentuk segi empat seperti ciri khas benteng Portugis. Namun, ketika Kerajaan Gowa-Tallo menyerah setelah menandatangani Perjanjian Bongaya pada abad ke-17, Benteng Fort Rotterdam jatuh ke tangan Belanda dan dibangun kembali oleh VOC menjadi seperti sekarang ini. Sejarah Benteng Fort Rotterdam Benteng Fort Rotterdam sebelumnya adalah peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo yang bernama Benteng Jumpandang atau Benteng Ujung Pandang.

Pada awalnya, benteng ini dibangun dengan material berupa tanah liat. Kemudian pada 1634, ketika periode pemerintahan Sultan Alauddin, konstruksi benteng ini diganti menjadi batu padas yang bersumber dari Pegunungan Karst di daerah Maros. Benteng Ujung Pandang mengalami kerusakan fatal akibat serbuan VOC di bawah pimpinan Cornelis J. Speelman antara 1655-1669. Kala itu, Kerajaan Gowa-Tallo yang diperintah oleh Sultan Hasanuddin, terpaksa menyerahkan Benteng Ujung Pandang kepada Belanda. 
 
Penyerahan ini adalah bagian dari Perjanjian Bongaya yang terpaksa ditandatangani Sultan Hasanuddin setelah kalah dalam Perang Makassar. Setelah jatuh ke tangan Belanda, Benteng Ujung Pandang kemudian diganti namanya menjadi Benteng Fort Rotterdam, sesuai nama kelahiran Speelman. Speelman kemudian membangun kembali benteng yang sebagian bangunannya telah hancur dengan gaya arsitektur Belanda. Sejak saat itu, Benteng Fort Rotterdam menjadi pusat kekuasaan kolonial Belanda di Sulawesi.

Fungsi Benteng Fort Rotterdam Benteng ini merupakan salah satu dari 15 benteng pengawal yang dibangun oleh Kerajaan Gowa-Tallo untuk menangkal invasi Belanda. Benteng-benteng tersebut membentang dari utara hingga selatan dengan benteng utamanya yaitu Benteng Somba Opu. Akan tetapi, kini hanya Benteng Fort Rotterdam yang kondisinya relatif utuh karena benteng-benteng lainnya telah dihancurkan oleh Belanda.

Sepanjang sejarahnya, Benteng Fort Rotterdam memiliki beragam fungsi sesuai dengan keadaan zaman. Sejak jatuh ke tangan Belanda hingga 1930-an, benteng ini difungsikan sebagai markas komando pertahanan, kantor pusat perdagangan, kediaman pejabat tinggi, dan pusat pemerintahan. Salah satu peristiwa bersejarah penting yang terjadi di Benteng Rotterdam adalah digunakan sebagai tempat untuk menawan Pangeran Diponegoro sejak 1833 hingga wafatnya pada 8 Januari 1855. Di tempat inilah, Pangeran Diponegoro menyusun catatan tentang budaya Jawa, misalnya wayang, mitor, sejarah, dan ilmu pengetahuan.
Benteng Fort Rotterdam juga pernah digunakan sebagai kamp tawanan perang Jepang selama Perang Dunia II. Ketika masa pendudukan Jepang (1942-1945), benteng ini digunakan sebagai pusat penelitian ilmu pengetahuan dan bahasa. Pada 1945-1949, Benteng Fort Rotterdam kembali beralih fungsi menjadi pusat kegiatan pertahanan Belanda dalam menghadapi pejuang-pejuang Indonesia. Kemudian pada 1970-an, benteng ini dipugar secara ekstensif dan sekarang menjadi pusat budaya, pendidikan, tempat untuk acara musik dan tari, serta tujuan wisata bersejarah. Salah satu gedung di dalam kompleks benteng ini difungsikan menjadi Museum Provinsi Sulawesi Selatan bernama La Galigo, yang menampilkan beragam benda bersejarah, manuskrip, patung, keramik, dan pakaian tradisional.
Bentuk Benteng Fort Rotterdam yang menyerupai seekor penyu merupakan filosofi Kerajaan Gowa, yang berjaya di daratan maupun lautan. Situs ini awalnya memiliki enam bastion yang dikelilingi oleh benteng setinggi tujuh meter dan parit sedalam dua meter. Akan tetapi, saat ini hanya tinggal lima bastion yang terlihat dan di dalamnya masih berisi meriam, di antaranya: Bastion Bone, terletak di sebelah barat Bastion Bacan, terletak di sudut barat daya Bastion Buton, terletak di sudut barat laut Bastion Mandarsyah, terletak di sudut timur laut Bastion Amboina, terletak di sudut tenggara Sementara bastion yang tidak terlihat lagi bernama Bastion Ravelin. Kompleks Benteng Rotterdam merupakan lokasi berdirinya sejumlah bangunan bergaya kolonial dan pintu gerbang, sumur kuno, parit, serta tembok yang mengelilingi bangunan.

Di dalam benteng terdapat 13 bagunan yang 11 di antaranya adalah bangunan asli dari abad ke-17, sedangkan dua lainnya didirikan pada masa pendudukan Jepang. Kompleks di sisi utara adalah bangunan-bangunan tertua dari tahun 1686, yang meliputi kediaman gubernur, kediaman saudagar senior, kapten, dan sekretaris, dengan beberapa bangunan penyimpanan senjata. Kediaman gubernur yang dijuluki sebagai Rumah Speelman sekarang menjadi bagian dari Museum La Galigo. Sedangkan bangunan di sisi selatan, yang awalnya digunakan sebagai tempat penyimpanan, kini juga dijadikan museum. Barak di sayap timur sekarang menjadi perpustakaan kecil, yang menampilkan buku-buku Belanda kuno, log kapal kapten VOC, dan manuskrip lontar kuno. Lantai dasar bangunan, yang terletak di sudut tenggara benteng, dulunya adalah penjara. Sedangkan penjara Pangeran Diponegoro terletak di Bastion Bacan.

Sumber Referensi : www.wikipedia.com, www.kompas.com

No comments:

Post a Comment

Flag Counter