Home » » Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO


Dasar Penunjukan :
Keputusan Menteri Kehutanan
Nomor : 174/Kpts-II/2003
Tanggal 10 Juni 2003
Luas : ± 21.975 Ha
Letak : Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Bogor, Cianjur, dan Sukabumi.
Koordinat :
106° 50' - 107° 02' BT dan
06° 41' - 06° 51' LS.
Peta Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
Umum
Keberadaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango mempunyai arti yang penting karena merupakan kawasan yang pertama ditetapkan sebagai cikal bakal cagar alam di Indonesia dan salah satu dari lima taman nasional yang pertama kalinya diumumkan di Indonesia pada tahun 1980. Kawasan yang terletak di antara kabupaten Bogor, Cianjur, dan Sukabumi ini merupakan kawasan perwakilan ekosistem hutan hujan pegunungan di Pulau Jawa dan merupakan tempat hidup berbagai jenis satwa baik yang dilindungi maupun tidak, dan mempunyai keanekaragraman jenis burung terbanyak di Pulau Jawa.
Selain itu juga terdapat berbagai macam jenis tumbuhan, seperti tumbuhan berbunga yang lebih dari 1.500 spesies, paku-pakuan 400 species, lumut lebih dari 120 spesies dan berdasarkan identifikasi 300 species diantaranya dapat digunakan sebagai tumbuhan obat, serta berstatus dilindungi terdapat 10 spesies. Di kawasan ini juga terdapat potensi fauna berupa insekta lebih dari 300 spesies, reptilia 75 spesies, ampibia 20 jenis, mamalia lebih dari 110 spesies.
Potensi lain yang paling menonjol akhir-akhir ini di kawasan taman nasional ini adalah sungai, yaitu sungai orde I dan II yang terdapat 1.075 anak sungai, sungai orde III sebanyak 58 sungai yang secara keseluruhan termasuk kedalam 3 Daerah Aliran Sungai.
Karena ketersediaan potensi yang begitu, besar maka sudah sejak lama hutan Gunung Gede Pangrango menjadi tempat penelitian flora dan fauna yang kemudian dikembangkan untuk dapat dimanfaatkan bagi berbagai kepentingan seperti pendidikan, rekreasi alam, dan penunjang budidaya.
Tercatat pada tahun 1819, C.G.C. Reinwardt sebagai orang yang pertama yang mendaki Gunung Gede, kemudian disusul oleh F.W. Junghuhn (1839-1861), J.E. Teysmann (1839), A.R. Wallace (1861), S.H. Koorders (1890), M. Treub (1891), W.M. van Leeuen (1911); dan C.G.G.J. van Steenis (1920-1952) telah membuat koleksi tumbuhan sebagai dasar penyusunan buku "THE MOUNTAIN FLORA OF JAVA" yang diterbitkan tahun 1972.
Tahun 1977 Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango ditetapkan oleh UNESCO sebagai Cagar Biosfir, dan sebagai Sister Park dengan Taman Negara di Malaysia pada tahun 1995.

Fisik
Geologi dan Tanah
Gunung Gede merupakan salah satu dari 35 gunung berapi aktif di wilayah Indonesia, sedangkan Gunung Pangrango telah dinyatakan mati. Gunung Gede dan Gunung Pangrango merupakan bagian dari rangkaian gunung berapi yang membujur dari Sumatra, Jawa, dan Nusa Tenggara dan terbentuk sebagai akibat pergerakan kulit bumi secara terus menerus selama periode kegiatan geologi yang tidak stabil. Kedua gunung ini terbentuk selama periode kuarter, sekitar tiga juta tahun yang lalu, dan dalam skala waktu geologi keduanya termasuk ke dalam golongan gunung muda.

Akibat letusan-letusannya, kawasan ini terdiri atas batuan vulkanik kuarter Gunung Pangrango dan batuan vulkanik tersier Gunung Gede. Batuan vulkanik Gunung Pangrango meliputi formasi Qvpo (endapan tua, lahar dan lava, basalt andesit dengan oligoklas-andesin, labradorit, olivin, piroksin dan hornblenda) menyebar bagian Utara, Barat Laut, dan Barat Daya, dan formasi Qvpy (endapan muda, lahar dan bersusunan andesit) pada bagian Barat. Batuan Vulkanik Gunung Gede sebagian terdiri dari formasi Qvg (breksi tufaan dan lahar, andesit dengan oligoklas-andesin, tekstur seperti trakhit); formasi Qvgy (aliran lava termuda) dari puncak Gunung Gede ke arah Utara sepanjang kurang lebih 2,75 km; dan formasi Qvgl (aliran lava bersusunan andesit basal).

Di kawasan ini tidak dijumpai adanya patahan ataupun sesar (fault), tetapi daerah yang 'rawan' bencana geologi karena terjadinya sesar (pergeseran batuan/formasi) dan patahan terdapat di sebelah Selatan Sukabumi dan Cibadak.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembentukan tanah antara lain adalah bahan induk, topografi, iklim dan vegetasi. Bahan induk merupakan bahan batuan yang telah terlapukan dari batuan-batuan geologi yang didominasi oleh batuan vulkanik tersier dan kuarter. Kondisi iklim yakni curah hujan yang relatif tinggi sepanjang tahun akan mempercepat proses pelapukan bahan induk dan proses pencucian unsur-unsur hara. Proses ini dipercepat dengan keadaan topografi yang curam sampai dengan sangat curam.

Berdasarkan Peta Tanah Tinjau Propinsi Jawa Barat skala 1 : 250.000 (Pusat Penelitian Tanah Agroklimat, 1966), jenis-jenis tanah tanah yang mendominasi kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango terdiri dari :
a. Latosol coklat tuff volkan intermedier, pada lereng-lereng paling bawah Gunung Gede - Gunung Pangrango, yang biasanya terdapat di bagian dataran rendah.
b. Asosiasi andosol coklat dan regosol coklat pada lereng-lereng pegunungan yang lebih tinggi dan tanahnya mengalami pelapukan lebih lanjut.
c. Kompleks regosol kelabu dan litosol, abu pasir, tuff, dan batuan vulkan intermedier sampai dengan basis terdapat di kawasan Gunung Gede - Gunung Pangrango yang berasal dari lava dan batuan hasil kegiatan gunung berapi. Pada kawah Gunung Gede yang masih memiliki kegiatan vulkanik hanya ditemukan jenis litosol yang belum melapuk.

Topografi
Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango merupakan rangkaian kawasan gunung berapi, terutama Gunung Gede (2.958 mdpl) dan Gunung Pangrango (3.019 mdpl) yang merupakan dua dari tiga gunung berapi tertinggi di Jawa Barat. Topografi kawasan ini bervariasi mulai dari topografi landai hingga bergunung dengan kisaran ketinggian antara 700 m hingga 3000 m di atas permukaan air laut. Pada kawasan ini juga banyak terdapat jurang dengan kedalaman hingga 70 m. Selain itu kawasan ini sebagaian besar merupakan dataran tinggi tanah kering dan sebagian kecil merupakan rawa, terutama di daerah sekitar Cibeureum, yaitu rawa Gayonggong.

Bagian selatan kawasan ini, yaitu Situgunung, mempunyai kondisi lapangan yang berat karena terdapat bukit-bukit yang memiliki kemiringan lereng 20-80%. Bagian timur kawasan Gunung Gede dengan Gunung Pangrango dihubungkan oleh punggungan bukit uyang berbentuk tapal kuda, sepanjang ±2500 meter dengan sisi-sisi yang membentuk lereng curam berlembah menuju dataran Bogor, Cianjur, dan Sukabumi. Di bawah puncak Gunung Pangrango arah Barat Laut terdapat kawah mati berupa alun-alun seluas lima hektar dengan diameter ±250 m, sedangkan di Gunung Gede masih ditemukan kawah yang masih aktif.

Ketinggian
600 m-3019 m di atas permukaan laut.

Iklim dan Curah Hujan
Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson, curah hujan di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango termasuk dalam Tipe A (Nilai Q = 5-9%). Curah hujan yang tinggi dengan rata-rata curah hujan tahunan 3.000-4.200 mm, menyebabkan kawasan ini merupakan salah satu daerah terbasah di Pulau Jawa.

Suhu udara rata-rata di puncak Gunung Gede dan Gunung Pangrango pada siang hari berkisar 10oC dan di Cibodas berkisar 18oC dan pada malam hari berkisar 5oC. Namun pada musim kering/kemarau suhunya bisa mencapai 0oC. Kelembaban udara kawasan ini tinggi sekitar 80-90%, sehingga memungkinkan tumbuhnya jenis-jenis lumut pada batang, ranting dan dedaunan pepohonan yang ada. Pada ketinggian 1.500-2000 m.dpl hutan pegunungan, kelembaban yang tinggi menyebabkan terhambatnya aktifitas biologi dan pelapukan kimiawi sehingga terbentuk tanah yang khas 'peaty soil'.

Angin yang bertiup di kawasan ini merupakan angin Muson yang berubah arah menurut musim. Pada musim hujan, angin bertiup dari arah Barat Daya dengan kencang sehingga sering mengakibatkan kerusakan hutan dan pada musim kemarau, angin bertiup dari arah Timur laut dengan kecepatan rendah.

Hidrologi
Sebagian besar kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango merupakan akuifer daerah air tanah langka, dan sebagian kecil merupakan akuifer produktif sedang dengan sebaran yang luas. Akuifer produktif ini memiliki keterusan yang sangat beragam. Umumnya debit air tanah kurang dari 5 liter/detik.

Daerah yang paling produktif sumber air tanahnya adalah daerah kaki Gunung Gede dengan mutu memenuhi persyaratan untuk air minum disamping untuk irigasi. Akuifer terpenting di daerah adalah bahan lepas hasil produk gunung berapi seperti tufa pasiran, lahar maupun lava vesikuler.

Keadaan sungai-sungai di kawasan ini secara umum berbentuk pola radial. Sebagaimana halnya di daerah rangkaian pegunungan, sungai-sungai tersebut memisahkan punggung-punggung bukit dan membentuk sungai yang lebih lebar di bagian bawah. Dikaitkan dengan curah hujan tahunan yang tinggi, maka sebagian besar sungai-sungai di kawasan ini merupakan sungai abadi dengan mata air yang mempunyai debit rata-rata lebih kecil dari 10 liter/detik. Hanya sungai-sungai di lereng Selatan Gunung Gede- Gunung Pangrango yang bersatu di dekat Sukabumi ke dalam aliran sungai Cimandiri memiliki debit air sekitas 100-500 liter/detik.

Pada bagian bawah Gunung Gede terdapat dua lubang kecil yang hanya terisi air bila hujan lebat. Air tersebut terkumpul di bawah permukaan abu dan batuan vulkanik dan selanjutnya mengalir melalui celah-celah dinding glinting sebelah Utara sebagai sumber air panas pada ketinggian 2.150 m dpl dengan temperatur sekitar 75°C. Sungai-sungai kecil di lereng Utara dan Barat Gunung Pangrango mengalir ke sungai Cisarua, Cijambe, Cinagara, dan Cimande. Beberapa sungai tersebut merupakan sumber utama dari sungai Ciliwung yang bermuara di Teluk Jakarta, dan sungai Cisadane yang bermuara di Tanjung Pasir-Tangerang. Pola aliran sungai yang berakhir di sungai Cimandiri-Sukabumi, yaitu Cipamutih, Cigunung,dan Cimahi. Dari bagian Barat Daya Gunung Gede-Gunung Pangrango mengalir sungai-sungai antara lain sungai Cikahuripan, Cigunung, Cileuleuy, Cimunjul, dan Ciheulang, yang membentuk sungai Cicatih yang bermuara di Pelabuhan Ratu.

Fisik
Geologi dan Tanah
Gunung Gede merupakan salah satu dari 35 gunung berapi aktif di wilayah Indonesia, sedangkan Gunung Pangrango telah dinyatakan mati. Gunung Gede dan Gunung Pangrango merupakan bagian dari rangkaian gunung berapi yang membujur dari Sumatra, Jawa, dan Nusa Tenggara dan terbentuk sebagai akibat pergerakan kulit bumi secara terus menerus selama periode kegiatan geologi yang tidak stabil. Kedua gunung ini terbentuk selama periode kuarter, sekitar tiga juta tahun yang lalu, dan dalam skala waktu geologi keduanya termasuk ke dalam golongan gunung muda.

Akibat letusan-letusannya, kawasan ini terdiri atas batuan vulkanik kuarter Gunung Pangrango dan batuan vulkanik tersier Gunung Gede. Batuan vulkanik Gunung Pangrango meliputi formasi Qvpo (endapan tua, lahar dan lava, basalt andesit dengan oligoklas-andesin, labradorit, olivin, piroksin dan hornblenda) menyebar bagian Utara, Barat Laut, dan Barat Daya, dan formasi Qvpy (endapan muda, lahar dan bersusunan andesit) pada bagian Barat. Batuan Vulkanik Gunung Gede sebagian terdiri dari formasi Qvg (breksi tufaan dan lahar, andesit dengan oligoklas-andesin, tekstur seperti trakhit); formasi Qvgy (aliran lava termuda) dari puncak Gunung Gede ke arah Utara sepanjang kurang lebih 2,75 km; dan formasi Qvgl (aliran lava bersusunan andesit basal).

Di kawasan ini tidak dijumpai adanya patahan ataupun sesar (fault), tetapi daerah yang 'rawan' bencana geologi karena terjadinya sesar (pergeseran batuan/formasi) dan patahan terdapat di sebelah Selatan Sukabumi dan Cibadak.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembentukan tanah antara lain adalah bahan induk, topografi, iklim dan vegetasi. Bahan induk merupakan bahan batuan yang telah terlapukan dari batuan-batuan geologi yang didominasi oleh batuan vulkanik tersier dan kuarter. Kondisi iklim yakni curah hujan yang relatif tinggi sepanjang tahun akan mempercepat proses pelapukan bahan induk dan proses pencucian unsur-unsur hara. Proses ini dipercepat dengan keadaan topografi yang curam sampai dengan sangat curam.
Berdasarkan Peta Tanah Tinjau Propinsi Jawa Barat skala 1 : 250.000 (Pusat Penelitian Tanah Agroklimat, 1966), jenis-jenis tanah tanah yang mendominasi kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango terdiri dari :

a. Latosol coklat tuff volkan intermedier, pada lereng-lereng paling bawah Gunung Gede - Gunung Pangrango, yang biasanya terdapat di bagian dataran rendah.

b. Asosiasi andosol coklat dan regosol coklat pada lereng-lereng pegunungan yang lebih tinggi dan tanahnya mengalami pelapukan lebih lanjut.

c. Kompleks regosol kelabu dan litosol, abu pasir, tuff, dan batuan vulkan intermedier sampai dengan basis terdapat di kawasan Gunung Gede - Gunung Pangrango yang berasal dari lava dan batuan hasil kegiatan gunung berapi. Pada kawah Gunung Gede yang masih memiliki kegiatan vulkanik hanya ditemukan jenis litosol yang belum melapuk.

Topografi
Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango merupakan rangkaian kawasan gunung berapi, terutama Gunung Gede (2.958 mdpl) dan Gunung Pangrango (3.019 mdpl) yang merupakan dua dari tiga gunung berapi tertinggi di Jawa Barat. Topografi kawasan ini bervariasi mulai dari topografi landai hingga bergunung dengan kisaran ketinggian antara 700 m hingga 3000 m di atas permukaan air laut. Pada kawasan ini juga banyak terdapat jurang dengan kedalaman hingga 70 m. Selain itu kawasan ini sebagaian besar merupakan dataran tinggi tanah kering dan sebagian kecil merupakan rawa, terutama di daerah sekitar Cibeureum, yaitu rawa Gayonggong.

Bagian selatan kawasan ini, yaitu Situgunung, mempunyai kondisi lapangan yang berat karena terdapat bukit-bukit yang memiliki kemiringan lereng 20-80%. Bagian timur kawasan Gunung Gede dengan Gunung Pangrango dihubungkan oleh punggungan bukit uyang berbentuk tapal kuda, sepanjang ±2500 meter dengan sisi-sisi yang membentuk lereng curam berlembah menuju dataran Bogor, Cianjur, dan Sukabumi. Di bawah puncak Gunung Pangrango arah Barat Laut terdapat kawah mati berupa alun-alun seluas lima hektar dengan diameter ±250 m, sedangkan di Gunung Gede masih ditemukan kawah yang masih aktif.

Ketinggian
600 m-3019 m di atas permukaan laut.

Iklim dan Curah Hujan
Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson, curah hujan di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango termasuk dalam Tipe A (Nilai Q = 5-9%). Curah hujan yang tinggi dengan rata-rata curah hujan tahunan 3.000-4.200 mm, menyebabkan kawasan ini merupakan salah satu daerah terbasah di Pulau Jawa.
Suhu udara rata-rata di puncak Gunung Gede dan Gunung Pangrango pada siang hari berkisar 10oC dan di Cibodas berkisar 18oC dan pada malam hari berkisar 5oC. Namun pada musim kering/kemarau suhunya bisa mencapai 0oC. Kelembaban udara kawasan ini tinggi sekitar 80-90%, sehingga memungkinkan tumbuhnya jenis-jenis lumut pada batang, ranting dan dedaunan pepohonan yang ada. Pada ketinggian 1.500-2000 m.dpl hutan pegunungan, kelembaban yang tinggi menyebabkan terhambatnya aktifitas biologi dan pelapukan kimiawi sehingga terbentuk tanah yang khas 'peaty soil'.
Angin yang bertiup di kawasan ini merupakan angin Muson yang berubah arah menurut musim. Pada musim hujan, angin bertiup dari arah Barat Daya dengan kencang sehingga sering mengakibatkan kerusakan hutan dan pada musim kemarau, angin bertiup dari arah Timur laut dengan kecepatan rendah.

Hidrologi
Sebagian besar kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango merupakan akuifer daerah air tanah langka, dan sebagian kecil merupakan akuifer produktif sedang dengan sebaran yang luas. Akuifer produktif ini memiliki keterusan yang sangat beragam. Umumnya debit air tanah kurang dari 5 liter/detik.
Daerah yang paling produktif sumber air tanahnya adalah daerah kaki Gunung Gede dengan mutu memenuhi persyaratan untuk air minum disamping untuk irigasi. Akuifer terpenting di daerah adalah bahan lepas hasil produk gunung berapi seperti tufa pasiran, lahar maupun lava vesikuler.
Keadaan sungai-sungai di kawasan ini secara umum berbentuk pola radial. Sebagaimana halnya di daerah rangkaian pegunungan, sungai-sungai tersebut memisahkan punggung-punggung bukit dan membentuk sungai yang lebih lebar di bagian bawah. Dikaitkan dengan curah hujan tahunan yang tinggi, maka sebagian besar sungai-sungai di kawasan ini merupakan sungai abadi dengan mata air yang mempunyai debit rata-rata lebih kecil dari 10 liter/detik. Hanya sungai-sungai di lereng Selatan Gunung Gede- Gunung Pangrango yang bersatu di dekat Sukabumi ke dalam aliran sungai Cimandiri memiliki debit air sekitas 100-500 liter/detik.
Pada bagian bawah Gunung Gede terdapat dua lubang kecil yang hanya terisi air bila hujan lebat. Air tersebut terkumpul di bawah permukaan abu dan batuan vulkanik dan selanjutnya mengalir melalui celah-celah dinding glinting sebelah Utara sebagai sumber air panas pada ketinggian 2.150 m dpl dengan temperatur sekitar 75°C. Sungai-sungai kecil di lereng Utara dan Barat Gunung Pangrango mengalir ke sungai Cisarua, Cijambe, Cinagara, dan Cimande. Beberapa sungai tersebut merupakan sumber utama dari sungai Ciliwung yang bermuara di Teluk Jakarta, dan sungai Cisadane yang bermuara di Tanjung Pasir-Tangerang. Pola aliran sungai yang berakhir di sungai Cimandiri-Sukabumi, yaitu Cipamutih, Cigunung,dan Cimahi. Dari bagian Barat Daya Gunung Gede-Gunung Pangrango mengalir sungai-sungai antara lain sungai Cikahuripan, Cigunung, Cileuleuy, Cimunjul, dan Ciheulang, yang membentuk sungai Cicatih yang bermuara di Pelabuhan Ratu.

Biotik
Secara umum tipe-tipe ekosistem di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dapat dibedakan menurut ketinggiannya, antara lain: (a) ekosistem hutan pegunungan bawah; (b) ekosistem hutan pegunungan atas dan (c) ekosistem sub-alpin. Selain ketiga tipe ekosistem utama tersebut, ditemukan beberapa tipe ekosistem khas lainnya yang tidak dipengaruhi oleh ketinggian tempat. Ekosistem tersebut antara lain: (a) ekosistem rawa; (b) ekosistem kawah; (c) ekosistem alun-alun; (d) ekosistem danau; dan ( e) ekosistem hutan tanaman. Berikut adalah ciri-ciri tiap ekosistem tersebut.

a. Ekosistem Hutan Pegunungan Bawah dan Hutan Pegunungan Atas.
Tipe ekosistem hutan pegunungan bawah terdapat pada ketinggian 1.000-1.500 mdpl, dan ekosistem hutan pegunungan atas terdapat pada ketinggian 1.500-2.400 m dpl. Pada umumnya tipe ini dicirikan oleh keanekaragaman jenis vegetasi yang tinggi, pohon-pohon besar dan tinggi membentuk tiga strata tajuk. Tinggi tajuk hutan sekitar 30-40 m dan strata tertinggi didominasi oleh jenis-jenis Litsea spp. dan Castanopsis spp.

b. Ekosistem Hutan Sub-alpin : Tipe ekosistem yang terdapat pada ketinggian 2.400-3.019 m dpl, memiliki strata tajuk sederhana dan pendek yang disusun oleh jenis-jenis pohon kecil (kerdil), dengan tumbuhan bawah yang tidak terlalu rapat. Keanekaragaman jenis vegetasi pada tipe ekosistem ini lebih rendah dibandingkan kedua tipe ekosistem lain. Keadaan hutan di puncak Gunung Gede memiliki batang yang lebih kurus, kerapatan tinggi, ditumbuhi lumut lebih banyak dibandingkan keadaan hutan di puncak Gunung Pangrango.

c. Ekosistem Hutan Rawa. Di dalam kawasan ini terdapat dua areal lahan basah yang sudah dikenal, yaitu Rawa Gayonggong dan Rawa Denok. Rawa Gayonggong terletak pada ketinggian 1.400 m dpl dan berjarak sekitar 1.800 m dari pintu masuk Cibodas. Rawa ini kemungkinan terbentuk oleh bekas kawah mati yang kemudian menampung aliran air dari tempat yang lebih tinggi. Erosi tanah di tempat yang lebih tinggi telah menyebabkan sedimentasi lumpur yang memungkinkan tumbuhnya berbagai jenis rumput-rumputan, terutama rumput 'gayonggong' yang tampak mendominasi rawa ini. Sementara itu, Rawa Denok yang terletak pada ketinggian 1.820 m dpl, berjarak sekitar 3.400 m dari pintu masuk Cibodas, hanya berukuran 5 x 5 m2, karena adanya invasi tumbuhan.

d. Ekosistem Kawah. Kondisi lingkungan yang steril, batuan asam, dan pancaran gas beracun sangat mempengaruhi kehidupan vegetasi dalam ekosistem ini. Tumbuhan yang dapat beradaptasi dengan kondisi demikian antara lain: Selligues feel, Vaccinium varingiaefolillm, dan Rhododendron retusum.

e. Ekosistem Alun-alun. Di dalam kawasan terdapat dua buah alun-alun, yaitu Alun-alun Suryakencana di Gunung Gede dan Alun-alun Mandalawangi di dekat puncak Gunung Pangrango. Alun-alun Suyakencana mempunyai ukuran luas sekitar 40 ha, sementara Alun-alun Mandalawangi memiliki luas sekitar 5 (lima) ha.

f. Faktor-faktor yang diduga sebagai penyebab tidak terbentuknya hutan di daerah ini adalah kondisi lingkungan yang ekstrim seperti tanah yang tandus dan sering terjadi kabut dingin. Pada bagian sisi alun-alun terdapat tumbuhan yang dominan yaitu Edelweiss (Anaphalis javanica) atau bunga abadi, dan rumput Isachne pangrangensis yang tumbuh pada tempat-tempat tandus.

g. Ekosistem Danau. Beberapa ekosistem danau dapat ditemukan di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango, antara lain Danau Situgunung dan Telaga Biru. Luas Danau Situgunung sekitar 10 ha, dengan kedalaman air sekitar 6 meter. Air danau berwarna hijau kebiru:-biruan, karena pada dasar danau terdapat lumut dan ganggang serta karena pantulan warna langit. Di dalam danau ini terdapat beberapa jenis ikan, sehingga danau ini sering digunakan sebagai arena pemancingan. Hutan sekunder alami dan hutan tanaman damar (Agathis lorantifolia) di sekitar danau membuat kondisi lingkungan daerah ini cukup menarik sebagai areal wisata. Sementara itu, Telaga Biru yang terletak pada ketinggian 1.575 m dpl dan berjarak 1,5 km dari pintu masuk Cibodas, diperkirakan memiliki luas sekitar 500 m2 dan kedalaman air rata-rata 2 m dengan permukaan air berwarna biru. Pada awalnya danau ini merupakan tempat penampungan air, tetapi proses alami yang berlangsung lama membuat danau ini seperti terbentuk secara alami pula.
h. Ekosistem Rutan Tanaman. Jenis damar (Agathis lorantifolia) merupakan tanaman dominan di dalam satuan ekosistem ini. Jenis ini ditanam pada tahun 1920 dengan luas 2,5 ha.

Flora
1. Vegetasi Hutan Pegunungan Bawah : Hutan ini berada di bagian bawah Taman Nasional, yang ditandai dengan keanekaragaman jenis yang tinggi. Jenis-jenis yang paling umum dijumpai pada tipe hutan ini adalah jenis-jenis anggota suku Fagaceae, Lauraceae, Euphorbiaceae, dan Theaceae. Oleh karena banyaknya jenis suku-suku Fagaceae dan Lauraceae, hutan pegunungan bawah ini sering disebut hutan Laura-Fagaceae.
2. Vegetasi Hutan Pegunungan Atas : Hutan ini terbentang pada ketinggian 1.500-2.400 m. dpl, dan sering memperlihatkan perbatasan yang jelas dengan hutan pegunungan bawah. Namun demikian masih banyak juga jenis-jenis dominan di hutan pegunungan bawah seperti Schima wallichii, dan Castanopsis javanica tersebar dan umum di hutan ini.
3. Vegetasi Hutan Sub Alpin : vegetasi ini dipetelakan sebagai hutan yang kerdil dan rapat, dengan batang pohon yang tidak teratur dan kecil. Kerapatan pohon mencapai 3.800 pohon per Hektar. Tinggi pohon tidak lebih dari 10 m, dan hanya memiliki 1 lapisan kanopi yang berkisar antara 4 dan 10 m, serta lapisan kedua merupakan vegetasi tumbuhan bawah dengan tinggi tidak lebih dari 50 cm. Pepohonan di hutan ini berdiameter kecil dan pada batangnya diselimuti dengan lumut. Usnea yang tebal. Keanekaragaman jenis jauh lebih rendah dibanding dengan tipe hutan lain pada altitude di bawahnya. Hal ini mungkin terkait dengan kondisi tanah yang miskin dan pengaruh iklim yang ekstrim. Jenis-jenis pohon yang umum, antara lain : Vaccinium varingiaefolium, Myrsine affinis, Eurya obovata, Leptospermum flavescens, Symplocos sessilifolia, Photinia notoniana dan Schefflera rugosa.

Fauna
Berdasarkan catatan yang diperoleh, kawasan ini awalnya merupakan kawasan yang kaya akan keanekaragaman fauna. Awal abad ke-19, Junghun melaporkan banyaknya populasi badak, harimau jawa, banteng, dan rusa yang dijumpai di dalam dan daerah kawasan Gunung Gede-Gunung Pangrango. Nama daerah kandang Badak merupakan cerminan bahwa pada jaman dulu daerah ini mungkin lokasi konsentrasi populasi badak. Selama periode tersebut perburuan satwa merupakan kegiatan yang populer dan menyebabkan punahnya badak dari dalam kawasan serta berkurangnya populasi jenis-jenis lainnya.
Namun demikian, bila ditinjau dari segi konservasi, kawasan ini mempunyai keanekaragaman yang cukup tinggi. Sekitar 53% dari jenis burung di Pulau Jawa, atau sekitar 260 jenis, tercatat hidup di kawasan konservasi ini. Empat jenis primata, dua diantaranya adalah jenis endemik dan dilindungi, juga dapat ditemukan di kawasan taman nasional ini dan beberapa jenis satwa liar lain yang umumnya berstatus dilindungi.

Burung
Di kawasan ini terdapat 260 jenis burung, yang terdiri dari 21 jenis burung yang endemik Pulau Jawa (termasuk Bali), burung yang dilindungi sebanyak 58 jenis, 2 jenis burung berstatus agak jarang dijumpai, 34 jenis burung berstatus jarang dijumpai, dan satu jenis yang sangat jarang dijumpai. Sementara itu, tiga jenis burung memiliki status endemik sekaligus jarang ditemukan dan dilindungi, yaitu : elang jawa (Spizaetus bartelsi), celepuk gunung (Otus angelinae), dan cerecet (Psaltria exilis).

Mamalia
Primata; Terdapat empat jenis primata yang dapat dijumpai antara lain : owa (Hylobates moloch), surili (Presbytis comata), lutung (Trachypithecus auratus), dan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Owa yang endemik, dilindungi, dan hanya dapat ditemukan di daereah Jawa Barat, masih dapat ditemukan di Cibodas, Bodogol dan daerah bagian selatan taman nasional. Surili juga termasuk endemik Jawa, termasuk kategori endangered dan dilindungi, masih dapat ditemukan di dalam kawasan hutan pegunungan bawah, dan di sekitar air terjun Cibeureum (Cibodas), Cisarua, dan Bodogol.

Mamalia lain;
Jenis mamalia lainnya, antara lain macan tutul (Panthera pardus, Leopard) yang diperkirakan jumlahnya sekitar 20-40 ekor. Jenis ini dikategorikan sebagai jenis terancam punah (threatened) dan dilindungi, kucing hutan (Felis bengalensis, Leopard Cat), yang dapat dijumpai di hutan pada saat malam hari atau malam hari dan jenis ini merupakan jenis yang dilindungi, musang (Family Viverridae, Civets) merupakan jenis yang sangat sukar terlihat di hutan, ajag (Cuon alpinus) dilindungi dan termasuk jenis yang rawan, berang-berang, sigung/teledu, trenggiling, kancil, mencek, tando, tupai, bajing, tikus babi, beberapa jenis tikus, kelelawar, landak jawa dan babi hutan.

Amphibi dan Reptil
Sedikitnya 18 jenis, telah tercatat sebagai penghuni kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, tiga diantaranya dikategorikan sebagai jenis yang jarang (rare species), masing-masing adalah kodok bertanduk, katak asia, dan katak titik merah. Tiga jenis reptil dari tiga suku yang berbeda telah diketahui hidup di dalam kawasan, yaitu bunglon jambul hijau, bunglon, dan bengkarung. Jenis-jenis ini sering ditemukan di daerah terbuka yang terkena sinar matahari seperti daerah sekitar Cibeureum.

Serangga
Serangga yang paling menarik dan banyak ditemukan di kawasan ini adalah kupu-kupu. Selain itu masih banyak juga dijumpai adanya Kumbang, Tawon/Lebah, Kunang-kunang, dan lain sebagainya.

Wisata
Beberapa lokasi/obyek yang menarik untuk dikunjungi antara lain :

a. Telaga Biru ; Danau kecil berukuran 150 m2 (1.575 m dpl.) yang terletak 1,5 km dari pintu masuk Cibodas, merupakan danau yang selalu tampak biru karena terdapatnya ganggang biru dan bila diterpa sinar matahari permukaan airnya tampak biru kehijauan sangat mengesankan.

b. Air terjun Cibeureum ; Air terjun yang mempunyai ketinggian sekitar 50 meter yang terletak sekitar 2,8 km dari pintu masuk, merupakan tempat yang paling sering dikunjungi oleh wisatawan. Di sekitar air terjun tersebut terdapat sejenis lumut berwarna merah yang merupakan lumut endemik di Jawa Barat.

c. Air Panas ; Terletak sekitar 5,3 km atau 2 jam perjalanan dari Cibodas.

d. Kandang Batu dan Kandang Badak ; Lokasi ini merupakan tempat berkemah dan tempat pengamatan tumbuhan/satwa. Kandang Batu berada pada ketinggian 2.220 m dpl dengan jarak 5,6 km atau 2,5 jam berjalan kaki dan Kandang Badak sejauh 7,8 km atau 3,5 jam berjalan kaki dari pintu masuk Cibodas.

e. Puncak dan Kawah Gunung Gede ; Di Puncak Gunung Gede biasanya pengunjung menyempatkan diri melihat matahari terbit dan disaat yang cerah pengunjung dapat melihat pemandangan hamparan kota Cianjur-Sukabumi-Bogor. Di komplek kawahnya terdapat tiga kawah yang masih aktif yaitu kawah Lanang, Ratu dan Wadon. Lokasinya di ketinggian 2.958 m dpl dengan jarak 9,7 km atau 5 jam perjalanan dari Cibodas. Ditempat ini pengunjung dapat mengamati batuan volkanik dan tumbuhan khas disekitarnya.

f. Alun-alun Suryakencana ; Merupakan dataran seluas 40 hektar yang ditutupi oleh hamparan bunga edelweiss. Tempat yang menakjubkan itu berada pada ketinggian 2.750 m dpl dengan jarak 11,8 km atau 6 jam perjalanan dari Cibodas.

g. Gunung Putri dan Selabintana ; Merupakan tempat berkemah yang dapat menampung 100-150 penunjung.

Cara mencapai lokasi  
Taman Nasional Gunung Gede Pangarngo dapat dicapai melalui enam daerah pintu masuk, yaitu :
- Pintu masuk Cibodas (termasuk wilayah Kabupaten Cianjur), merupakan pintu utama dan terletak di dekat kantor taman nasional, yang dapat ditempuh dengan kendaraan umum dari Jakarta sekitar 2,5 jam (±100 km) perjalanan melalui jalur Jakarta-Bogor-Puncak-Cibodas dan dari Bandung melalui jalur Bandung-Cianjur-Cipanas-Cibodas dengan jarak tempuh ±85 km atau sekitar 2 jam.
- Pintu masuk Gunung Putri (termasuk wilayah Kabupaten Cianjur), berdekatan dengan Cibodas ±10 Km, dapat dicapai melalui Cipanas Pacet.
- Pintu masuk Selabintana dan Situgunung (termasuk wilayah Kabupaten Sukabumi), dapat ditempuh melalui kendaraan umum dari Jakarta, melalui Jakarta-Bogor-Sukabumi-Selabintana/Situgunung, dengan jarak tempuh ±110 Km atau sekitar 3,5 jam perjalanan; dari Bandung melalui jalur Bandung-Cianjur-Sukabumi-Selabintana/Situgunung, dengan jarak tempuh ±90 Km atau sekitar 3 jam perjalanan.
- Pintu masuk Bodogol termasuk wilayah Kabupaten Bogor yang dapat ditempuh dari tepi jalan raya Bogor-Sukabumi di Desa Tenjoayu, dengan jarak tempuh ±10 Km.
- Pintu masuk Cisarua termasuk wilayah Kabupaten Bogor yang dapat ditempuh dari tepi jalan raya Bogor-Puncak melalui Desa Citeko, dengan jarak tempuh ± 6 Km.

Pengelolaan
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dikelola oleh Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, sebagai Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan.

Alamat Pengelola
Kantor Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
Jl. Raya Cibodas PO Box 3 Sdl. Cipanas 43253 Cianjur, Jawa Barat
Telp. (0263) 512776 Fax. (0263) 519415
E-mail : tngp@cianjurwasantara.net.id

Sumber : Kementerian Kehutanan RI

No comments:

Post a Comment

Flag Counter