Taman Nasional Lorentz
Dasar Penunjukan :
Keputusan Menteri Kehutanan
Nomor : 154/Kpts-II/1997
Tanggal 19 Maret 1997
Luas : ± 2.450.605 Ha
Letak :
Meliputi 5 Kabupaten, yaitu :
1. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Asmat, Yahukimo.
2. Barat berbatasan dengan Kabupaten Mimika
3. Utara berbatasan dengan Kabupaten Jayawijaya dan Puncak Jaya.
Koordinat :
136º56' - 139º09' BT dan
03º41' - 05º30' LS
Keputusan Menteri Kehutanan
Nomor : 154/Kpts-II/1997
Tanggal 19 Maret 1997
Luas : ± 2.450.605 Ha
Letak :
Meliputi 5 Kabupaten, yaitu :
1. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Asmat, Yahukimo.
2. Barat berbatasan dengan Kabupaten Mimika
3. Utara berbatasan dengan Kabupaten Jayawijaya dan Puncak Jaya.
Koordinat :
136º56' - 139º09' BT dan
03º41' - 05º30' LS
Umum
Taman Nasional Lorentz merupakan perwakilan dari ekosistem terlengkap untuk keanekaragaman hayati di Asia Tenggara dan Pasifik. Kawasan ini juga merupakan salah satu diantara tiga kawasan di dunia yang mempunyai gletser di daerah tropis.
Letaknya membentang dari puncak gunung yang diselimuti salju (5.030 meter dpl), hingga perairan pesisir pantai dengan hutan bakau dan batas tepi perairan Laut Arafura. Dalam bentangan ini, terdapat spektrum ekologis menakjubkan dari kawasan vegetasi alpin, sub-alpin, montana, sub-montana, dataran rendah, dan lahan basah.
Selain memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, terdapat juga beberapa kekhasan dan keunikan, seperti gletser di Puncak Jaya dan sungai yang menghilang sampai beberapa kilometer ke dalam tanah di Lembah Balliem.
Taman Nasional Lorentz ditetapkan sebagai Situs Warisan Alam Dunia oleh UNESCO dan Warisan Alam ASEAN oleh negara-negara ASEAN
Sejarah Kawasan :
1. Tahun 1916, ditetapkan sebagai Monumen Alam Lorentz pada masa
pemerintahan Belanda.
2. Tahun 1978, oleh Pemerintah Indonesia ditetapkan sebagai Cagar Alam dengan
luas 2.150.000 Ha.
3. Tahun 1997, ditunjuk oleh Menteri Kehutanan sebagai Taman Nasional Lorentz
dengan luas 2.450.000 hektar.
Taman Nasional Lorentz merupakan perwakilan dari ekosistem terlengkap untuk keanekaragaman hayati di Asia Tenggara dan Pasifik. Kawasan ini juga merupakan salah satu diantara tiga kawasan di dunia yang mempunyai gletser di daerah tropis.
Letaknya membentang dari puncak gunung yang diselimuti salju (5.030 meter dpl), hingga perairan pesisir pantai dengan hutan bakau dan batas tepi perairan Laut Arafura. Dalam bentangan ini, terdapat spektrum ekologis menakjubkan dari kawasan vegetasi alpin, sub-alpin, montana, sub-montana, dataran rendah, dan lahan basah.
Selain memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, terdapat juga beberapa kekhasan dan keunikan, seperti gletser di Puncak Jaya dan sungai yang menghilang sampai beberapa kilometer ke dalam tanah di Lembah Balliem.
Taman Nasional Lorentz ditetapkan sebagai Situs Warisan Alam Dunia oleh UNESCO dan Warisan Alam ASEAN oleh negara-negara ASEAN
Sejarah Kawasan :
1. Tahun 1916, ditetapkan sebagai Monumen Alam Lorentz pada masa
pemerintahan Belanda.
2. Tahun 1978, oleh Pemerintah Indonesia ditetapkan sebagai Cagar Alam dengan
luas 2.150.000 Ha.
3. Tahun 1997, ditunjuk oleh Menteri Kehutanan sebagai Taman Nasional Lorentz
dengan luas 2.450.000 hektar.
Fisik
Geologi dan tanah
Bagian Selatan Taman Nasional Lorentz merupakan dataran alluvial pantai yang sangat luas dan bagian tengah pegunungan yang tidak datar merupakan ciri kawasan lorentz. Kawasan ini mempunyai struktur geologi yang kompleks akibat interaksi lempeng Australia dan lempeng Pasifik.
Puncak tertinggi dari jajaran pegunungan dan lereng bagian Selatan terbentuk oleh lempeng campuran yang terdiri atas kerak benua Australia dan bagian bawah Palcozoic dari zaman Tasman Orogen. Keduanya berubah dan tertimbun sedimen pada zaman Holosen. Bagian selatan yang terendam terbentuk oleh batuan alluvium pada zaman Neogen dan Kuarter, sedangkan lereng bagian selatan dan kaki bukitnya dicirikan oleh lapisan tebal dari batuan Silurian atau Devonian hingga Permain, semuanya sedikit banyak mengalami perubahan bentuk. Batu lempung, shale, batu pasir, konglomerat dan batuan vulkanik membentuk endapan ini. Bagian tertinggi dari kawasan pegunungan merupakan lapisan batuan endapan setebal 2.000 meter, yang terdiri dari campuran batu gamping, marl dan batu pasir. Semua endapan ini berada pada daerah pasang surut atau pada lingkungan perairan laut.
Iklim
Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Fergusson kawasan masuk kedalam tipe iklim A, dengan curah hujan 3.700 - 10.000 mm pertahun dan suhu berkisar antara 19º-32º C.
Geologi dan tanah
Bagian Selatan Taman Nasional Lorentz merupakan dataran alluvial pantai yang sangat luas dan bagian tengah pegunungan yang tidak datar merupakan ciri kawasan lorentz. Kawasan ini mempunyai struktur geologi yang kompleks akibat interaksi lempeng Australia dan lempeng Pasifik.
Puncak tertinggi dari jajaran pegunungan dan lereng bagian Selatan terbentuk oleh lempeng campuran yang terdiri atas kerak benua Australia dan bagian bawah Palcozoic dari zaman Tasman Orogen. Keduanya berubah dan tertimbun sedimen pada zaman Holosen. Bagian selatan yang terendam terbentuk oleh batuan alluvium pada zaman Neogen dan Kuarter, sedangkan lereng bagian selatan dan kaki bukitnya dicirikan oleh lapisan tebal dari batuan Silurian atau Devonian hingga Permain, semuanya sedikit banyak mengalami perubahan bentuk. Batu lempung, shale, batu pasir, konglomerat dan batuan vulkanik membentuk endapan ini. Bagian tertinggi dari kawasan pegunungan merupakan lapisan batuan endapan setebal 2.000 meter, yang terdiri dari campuran batu gamping, marl dan batu pasir. Semua endapan ini berada pada daerah pasang surut atau pada lingkungan perairan laut.
Iklim
Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Fergusson kawasan masuk kedalam tipe iklim A, dengan curah hujan 3.700 - 10.000 mm pertahun dan suhu berkisar antara 19º-32º C.
Biotik
Flora
Jenis-jenis flora di zona pegunungan, sub-alpin dan alpin telah diteliti dengan sangat rinci di gunung Trikora dan sebagian di gunung Jaya Wijaya menunjukkan endemisme yang tinggi. IUCN (1990) mengkatagorikan Taman Nasional Lorentz sebagai salah satu pusat keanekaragaman flora di Indonesia.
Dalam kawasan Taman Nasional Lorentz sedikitnya terdapat lima zona vegetasi menurut ketinggiannya, yaitu zona dataran rendah, zona pegunungan, zona sub-alpin dan zona nival.
Beberapa zona kemudian dibagi lagi dalam sub zona berdasarkan fisiografis, perubahan fisionomi dan floristik sebagaimana digambarkan sebagai berikut :
Zona Dataran Rendah
Sub zona pantai 0 - 4
Sub zona rawa pasang surut 0 - 1
Sub zona jalur meander 0 - 25
Sub zona rawa gambut 3 - 50
Sub zona lahan aluvial 50 - 150
Sub zona lembah aluvial 25 - 100
Sub zona teras terpotong 100 - 650
Zona Pegunungan
Sub zona pegunungan bawah 650 - 1.500
Sub zona pegunungan tengah 1.500 - 2.800
Sub zona pegunungan atas 2.800 - 3.200
Zona Sub Alpin
Sub zona sub alpin bawah 3.200 - 3.650
Sub zona sub alpin atas 3.650 - 4.170
Zona Alpin 4.170 - 4.585
Zona Nival >4.585
Zona Dataran Rendah :
Sub-zona pantai (Sistem lahan Putting, 0-4 m) : Vegetasinya berkisar dari tanaman apung dan tanaman bawah air, hingga rumput rawa, alang-alang, sagu, palem, pandan dan hutan rawa serta hutan bakau.
Sub-zona rawa pasang surut (0-1 m) : Rawa hutan bakau dan nipah yang dipengaruhi pasang surut, Komunitas bakau juga ditemukan di pedalaman sepanjang sungai, jenis Nypa fluticans tumbuh hingga ke pedalaman.
Sub-zona daerah meander (0-25 m): Hutan klimaks campuran.
Sub-zona rara gambut (3-50 m) :Pandan, Carallia, Syzygium dan Campnosperma, Terminalia, Alstonia, Barningtonia, Metroxylon sagu, Diospyros, Pandanis dan Myristica di daerah rawa-rawa.
Sub-zona kipas aluvial (50-150 m) : Annonaceae, yaitu Apocynaceae. Burceraceae, Dipterocarpaceae, Ebenaceae, Vagaceae, Liguminceae, Meliaceae, Moraceae, Myrtaceae dan Sterculiaceae. Species pohon yang khas di tingkat atas adalah Pometia, Alstonia, Ficus dan Terminalia, sedangkan pohon tingkat bawah adalah Garcinia, Diospiros, Myristica, Maniltoa dan Microcos.
Sub-zona lembah aluvial (25-100 m) : Vegetasi ini meliputi jenis vegetasi yang berada sejajar dengan sungai sepanjang garis gradien dari keadaan basah hingga ke keadaan kering.
Sub-zona ketinggian teras terpotong (100-650 m):Tumbuhan sarang semut Myrmecodia dan Lecanopteris myrabilis (satu jenis pakis), tumbuhan kantung karnivora Nephantes spp., Casuarina, Dacrydium, Podocarpus, Tristania, Eugenia, Syzygium. Dacrydium, Podocarpus, Tristania, Eugenia dan Syzygium Pandan pohon dan Freycinetia spp.
Zona Pegunungan (600-2300 m) :
Sub-zona pegunungan bawah (699-1500 m) : Pakis pohon lebih banyak ditemukan di semak dan lapisan pohon bawah, serta perdu seperti Elastosterma, Bogonia dan sejenis Impatiens berbunga jingga merah jambu yang menyolok di lapisan bawah. Hutan ini juga kaya akan spesies dan pohon-pohon Castanopsis dan Lithocarpus dan Sloanea, serta Cryptocarya.
Sub-zona pegunungan tengah : Hutan pegunungan tengah campuran, hutan Captanopsis, hutan Notofagus, hutan Caniferous, hutan rawa pegunungan tengah, rawa rumput sedge, rawa rumput Phragmites pegunungan tengah, padang rumput Miscanthus pegunungan tengah dan rangkaian vegetasi bekas ladang.
Pohon-pohon tudung yang banyak tumbuh berasal dari keluarga Fagaceae, Lauraceae, Cunioneaceae, Elaeocarpaceae, dan Myrtaceae. Tumbuhan bawah pohon meliputi Garcinia, Astronia, Polyosomo, Symlocos, Sericolea, Drymis, Prunus, Pittospermum dan Araliaceae.
Hutan Coniferous terdapat pada ketinggian diatas 2400 m. Konifer genus Podocarpus, Darycarpus, Papuacerdus, Phyllocladus dan Arocaria.
Zona sub-alpin
Zona sub-alpin ditandai dengan adanya hutan-hutan sub-alpin, yang bercampur dengan vegetasi jenis lainnya. Hutan sub-alpin-bawah miskin akan flora. Hutan di zona ini memiliki tudung yang tertutup, dengan ketinggian mencapai 10 hingga 15 m. Beberapa jenis yang dominan antara lain Rapanea sp., Dacrycarpus compactus dan Papuacedrus papuas.
Zona alpin
Zona alpin berada pada ketinggian antara 4.170 dan 458.5 m dpl. Vegetasi alpin meliputi semua komunitas yang tumbuh di atas batas semak tinggi. Vegetasi ini berbentuk padang rumput, kerangas dan tundra.
Padang rumput pendek (Grassberg 4200 m) : Rumput-rumputan yang dominan adalah Agrostis reinwardtii, Deyeeuxia brassi, Anthoxantium angustum, Monostachya oreoboloides, dan Poa callosa. Lantainya diliputi oleh briofita dan licea terutama Rhacomitrium crispulum, Frullania reimersii, Cetraria spp. dan Thamnolia vermicularis. Semak yang paling banyak ditemukan adalah Stphelia suaveolens, Tetraolopium ericoides, dan Rhododendron correoides.
Padang rumput tussock alpin : Deschamsia klosii membentuk padang rumput tussock yang padat di tanah yang terdainase dengan baik dari ketinggian 4000 hingga 4500 m di gunung Jaya. Semak seperti Styphelia suaveolens berada di dalam tussock, bersama dengan berbagai jenis perdu, terutama Papuzilla laeteviridis dan the minute fern Cystopteris sp. Padang rumput tussock alpin yang padat dapat juga merupakan komunitas klimaks kawasan alpin.
Tetramolopium klossi-Kerangas Rhacomitrium :Tetramolopium klossi tumbuh sebagai semak rendah yang menyebar hingga 30 cm, berakar hampir di hamparan lumut Rhacomitrium crispulum, dan Distichum capillaceum, Styphelia siaveolens dan Vaccinium cf. coelorum dengan frekuensi yang naik di daerah morena tua.
Semak kerangas kerdil : Komunitas ini menempati puncak punggung gunung dan lereng di ketinggian lebih dari 4200 m serta di luar kawasan yang dipengaruhi pergerakan es neoglasial. Komunitas ini terdiri dari hamparan semak hingga setebal 20 cm, yang umumnya terdiri dari Stypelia suaveolens, serta Tetramolopium klosii, Tertramopolium pilosovillosum, dan kadang kala Coprosma brassii, serta semak Senecio sp. Deschamsia klossii dan Monostachya oreobolides menempati celah-celah pada kerangas beserta hamparan Geranium, Epilobium detznerianum dan Parahebe wanderwateri yang tersebar dimana-mana.
Tundra alpin kering : Morena yang termuda pada ketinggian 4230 hingga 4600 m telah tersingkap oleh adanya lelehan es yang terus-menerus selama 30 tahun dan ditumbuhi lumut serta beberapa spesies herba yang mampu tumbuh di tanah mineral alkalin.
Tundra alpin basah : Lembah kuning memiliki lantai yang sangat datar dilewati oleh banyak morena rendah. Di belakang morena-morena ini dan di beberapa cukungan cadas, hamparan lumut yang membentang mendukung beberapa spesies herba untuk membentuk suatu komunitas, yang menyerupai tundra lapin basah Gunung Wilhem yang di deskripsikan oleh Wade dan Mac Vean (1969). Lumut utama, Breutelia aristivolia, tumbuh pada danau kapur yang tergenang secara periodik dari morena dasar sekitar. Hamparan kecil Gnaphalium breviscapum, Geranium potentiloides var. alpestre dan Renunculus spp. tumbuh di sana. Rumput Sedges berkisar dari jarang hingga banyak dengan tuft-tuft terbalut Deschampsia klossii yang ada di sana-sini. Komunitas ini muncul pada ketinggian yang relatif rendah, 4500 m, dan dikelilingi oleh kerangas Tertramolopium.
Fauna
Mamalia; Taman Nasional Lorents telah dinilai oleh para ahli mamalogi terkemuka sebagai daerah yang paling penting bagi varietas mamalia di Melanesia. Dari 42 jenis (spesies) yang tercatat selama survei, 10 atau hampir 25 persen, merupakan catatan baru untuk Irian Jaya, sedangkan 2 jenis merupakan spesies baru.
Jenis satwa baru dan langka, yaitu kangguru pohon (Dendrolagus mbaiso), Dendrolagus dorianus, jenis tikus (genus Stenomys), dua spesies tikus raksasa : Mallomys aroaensis dan M. Istapantap. Jenis kelelawar (Syconycteris hobbit), kelelawar jenis (Paranyctimene raptor), Pipistrellus collinus, dan Tadarida kuboriensis. Spesies lainnya, yaitu landak Irian (Zaglossus brujini), tikus (Coccymys rummleri), tikus air (Hydromys habbema), posum kerdil (Cercatus caudatus), tikus (Mellomys mollis), walabi coklat (Docropsis muelleri), kuskus abu (Phalanger gymnotis), kuskus totol (Spilocuscus maculatus) dan posum bergaris (Dactylopsila trivergata).Sejumlah 64 spesies malalia sejauh ini telah diidentifikasikan dan diiperkirakan ada sebanyak 90 hingga 100 spesies mamalia yang mungkin hidup di Taman Nasional Lorents.
Burung; Taman Nasional Lorents meliputi dua Daerah Burung Endemik (DBE) dengan total 45 burung sebaran terbatas dan 9 spesies burung endemik yang dibatasi dibarisan Pegunungan Sudirman dan DBE dataran rendah Irian bagian selatan. Archboldia papuensis, cendrawasih elok (Macgregoria pulchra), ifrita topi-biru (Ifrita kowaldi), pipit ekor-api (Oreostruthus fuliginosus), sesap madu (Eurostopodus archboldi), walet sapi maupun walet gunung (Collocalia esculenta dan C. hirundinacea), mambruk selatan (Goura scheepmakeri), nuri kabare (Pittrichas fulgidus), itik noso (Anas waigiuensis), dan robin salju (Petroica archboldi).
Amphibi dan Reptil; Jenis-jenis yang dapat dijumpai di kawasan ini Lobula sp., ular sanca boelan (Morelia boelini), kura-kura moncong babi (Carettochelys insculpta), dan buaya (Crocodylus porosus dan C. novaeguineae)
Ikan; Diperkirakan lebih dari 1.000 spesies ikan terdapat di Taman nasional Lorentz, diantaranya yaitu Ikan kaloso atau lebih populer dengan sebutan arwana (Scleropages jardini).
Flora
Jenis-jenis flora di zona pegunungan, sub-alpin dan alpin telah diteliti dengan sangat rinci di gunung Trikora dan sebagian di gunung Jaya Wijaya menunjukkan endemisme yang tinggi. IUCN (1990) mengkatagorikan Taman Nasional Lorentz sebagai salah satu pusat keanekaragaman flora di Indonesia.
Dalam kawasan Taman Nasional Lorentz sedikitnya terdapat lima zona vegetasi menurut ketinggiannya, yaitu zona dataran rendah, zona pegunungan, zona sub-alpin dan zona nival.
Beberapa zona kemudian dibagi lagi dalam sub zona berdasarkan fisiografis, perubahan fisionomi dan floristik sebagaimana digambarkan sebagai berikut :
Zona Dataran Rendah
Sub zona pantai 0 - 4
Sub zona rawa pasang surut 0 - 1
Sub zona jalur meander 0 - 25
Sub zona rawa gambut 3 - 50
Sub zona lahan aluvial 50 - 150
Sub zona lembah aluvial 25 - 100
Sub zona teras terpotong 100 - 650
Zona Pegunungan
Sub zona pegunungan bawah 650 - 1.500
Sub zona pegunungan tengah 1.500 - 2.800
Sub zona pegunungan atas 2.800 - 3.200
Zona Sub Alpin
Sub zona sub alpin bawah 3.200 - 3.650
Sub zona sub alpin atas 3.650 - 4.170
Zona Alpin 4.170 - 4.585
Zona Nival >4.585
Zona Dataran Rendah :
Sub-zona pantai (Sistem lahan Putting, 0-4 m) : Vegetasinya berkisar dari tanaman apung dan tanaman bawah air, hingga rumput rawa, alang-alang, sagu, palem, pandan dan hutan rawa serta hutan bakau.
Sub-zona rawa pasang surut (0-1 m) : Rawa hutan bakau dan nipah yang dipengaruhi pasang surut, Komunitas bakau juga ditemukan di pedalaman sepanjang sungai, jenis Nypa fluticans tumbuh hingga ke pedalaman.
Sub-zona daerah meander (0-25 m): Hutan klimaks campuran.
Sub-zona rara gambut (3-50 m) :Pandan, Carallia, Syzygium dan Campnosperma, Terminalia, Alstonia, Barningtonia, Metroxylon sagu, Diospyros, Pandanis dan Myristica di daerah rawa-rawa.
Sub-zona kipas aluvial (50-150 m) : Annonaceae, yaitu Apocynaceae. Burceraceae, Dipterocarpaceae, Ebenaceae, Vagaceae, Liguminceae, Meliaceae, Moraceae, Myrtaceae dan Sterculiaceae. Species pohon yang khas di tingkat atas adalah Pometia, Alstonia, Ficus dan Terminalia, sedangkan pohon tingkat bawah adalah Garcinia, Diospiros, Myristica, Maniltoa dan Microcos.
Sub-zona lembah aluvial (25-100 m) : Vegetasi ini meliputi jenis vegetasi yang berada sejajar dengan sungai sepanjang garis gradien dari keadaan basah hingga ke keadaan kering.
Sub-zona ketinggian teras terpotong (100-650 m):Tumbuhan sarang semut Myrmecodia dan Lecanopteris myrabilis (satu jenis pakis), tumbuhan kantung karnivora Nephantes spp., Casuarina, Dacrydium, Podocarpus, Tristania, Eugenia, Syzygium. Dacrydium, Podocarpus, Tristania, Eugenia dan Syzygium Pandan pohon dan Freycinetia spp.
Zona Pegunungan (600-2300 m) :
Sub-zona pegunungan bawah (699-1500 m) : Pakis pohon lebih banyak ditemukan di semak dan lapisan pohon bawah, serta perdu seperti Elastosterma, Bogonia dan sejenis Impatiens berbunga jingga merah jambu yang menyolok di lapisan bawah. Hutan ini juga kaya akan spesies dan pohon-pohon Castanopsis dan Lithocarpus dan Sloanea, serta Cryptocarya.
Sub-zona pegunungan tengah : Hutan pegunungan tengah campuran, hutan Captanopsis, hutan Notofagus, hutan Caniferous, hutan rawa pegunungan tengah, rawa rumput sedge, rawa rumput Phragmites pegunungan tengah, padang rumput Miscanthus pegunungan tengah dan rangkaian vegetasi bekas ladang.
Pohon-pohon tudung yang banyak tumbuh berasal dari keluarga Fagaceae, Lauraceae, Cunioneaceae, Elaeocarpaceae, dan Myrtaceae. Tumbuhan bawah pohon meliputi Garcinia, Astronia, Polyosomo, Symlocos, Sericolea, Drymis, Prunus, Pittospermum dan Araliaceae.
Hutan Coniferous terdapat pada ketinggian diatas 2400 m. Konifer genus Podocarpus, Darycarpus, Papuacerdus, Phyllocladus dan Arocaria.
Zona sub-alpin
Zona sub-alpin ditandai dengan adanya hutan-hutan sub-alpin, yang bercampur dengan vegetasi jenis lainnya. Hutan sub-alpin-bawah miskin akan flora. Hutan di zona ini memiliki tudung yang tertutup, dengan ketinggian mencapai 10 hingga 15 m. Beberapa jenis yang dominan antara lain Rapanea sp., Dacrycarpus compactus dan Papuacedrus papuas.
Zona alpin
Zona alpin berada pada ketinggian antara 4.170 dan 458.5 m dpl. Vegetasi alpin meliputi semua komunitas yang tumbuh di atas batas semak tinggi. Vegetasi ini berbentuk padang rumput, kerangas dan tundra.
Padang rumput pendek (Grassberg 4200 m) : Rumput-rumputan yang dominan adalah Agrostis reinwardtii, Deyeeuxia brassi, Anthoxantium angustum, Monostachya oreoboloides, dan Poa callosa. Lantainya diliputi oleh briofita dan licea terutama Rhacomitrium crispulum, Frullania reimersii, Cetraria spp. dan Thamnolia vermicularis. Semak yang paling banyak ditemukan adalah Stphelia suaveolens, Tetraolopium ericoides, dan Rhododendron correoides.
Padang rumput tussock alpin : Deschamsia klosii membentuk padang rumput tussock yang padat di tanah yang terdainase dengan baik dari ketinggian 4000 hingga 4500 m di gunung Jaya. Semak seperti Styphelia suaveolens berada di dalam tussock, bersama dengan berbagai jenis perdu, terutama Papuzilla laeteviridis dan the minute fern Cystopteris sp. Padang rumput tussock alpin yang padat dapat juga merupakan komunitas klimaks kawasan alpin.
Tetramolopium klossi-Kerangas Rhacomitrium :Tetramolopium klossi tumbuh sebagai semak rendah yang menyebar hingga 30 cm, berakar hampir di hamparan lumut Rhacomitrium crispulum, dan Distichum capillaceum, Styphelia siaveolens dan Vaccinium cf. coelorum dengan frekuensi yang naik di daerah morena tua.
Semak kerangas kerdil : Komunitas ini menempati puncak punggung gunung dan lereng di ketinggian lebih dari 4200 m serta di luar kawasan yang dipengaruhi pergerakan es neoglasial. Komunitas ini terdiri dari hamparan semak hingga setebal 20 cm, yang umumnya terdiri dari Stypelia suaveolens, serta Tetramolopium klosii, Tertramopolium pilosovillosum, dan kadang kala Coprosma brassii, serta semak Senecio sp. Deschamsia klossii dan Monostachya oreobolides menempati celah-celah pada kerangas beserta hamparan Geranium, Epilobium detznerianum dan Parahebe wanderwateri yang tersebar dimana-mana.
Tundra alpin kering : Morena yang termuda pada ketinggian 4230 hingga 4600 m telah tersingkap oleh adanya lelehan es yang terus-menerus selama 30 tahun dan ditumbuhi lumut serta beberapa spesies herba yang mampu tumbuh di tanah mineral alkalin.
Tundra alpin basah : Lembah kuning memiliki lantai yang sangat datar dilewati oleh banyak morena rendah. Di belakang morena-morena ini dan di beberapa cukungan cadas, hamparan lumut yang membentang mendukung beberapa spesies herba untuk membentuk suatu komunitas, yang menyerupai tundra lapin basah Gunung Wilhem yang di deskripsikan oleh Wade dan Mac Vean (1969). Lumut utama, Breutelia aristivolia, tumbuh pada danau kapur yang tergenang secara periodik dari morena dasar sekitar. Hamparan kecil Gnaphalium breviscapum, Geranium potentiloides var. alpestre dan Renunculus spp. tumbuh di sana. Rumput Sedges berkisar dari jarang hingga banyak dengan tuft-tuft terbalut Deschampsia klossii yang ada di sana-sini. Komunitas ini muncul pada ketinggian yang relatif rendah, 4500 m, dan dikelilingi oleh kerangas Tertramolopium.
Fauna
Mamalia; Taman Nasional Lorents telah dinilai oleh para ahli mamalogi terkemuka sebagai daerah yang paling penting bagi varietas mamalia di Melanesia. Dari 42 jenis (spesies) yang tercatat selama survei, 10 atau hampir 25 persen, merupakan catatan baru untuk Irian Jaya, sedangkan 2 jenis merupakan spesies baru.
Jenis satwa baru dan langka, yaitu kangguru pohon (Dendrolagus mbaiso), Dendrolagus dorianus, jenis tikus (genus Stenomys), dua spesies tikus raksasa : Mallomys aroaensis dan M. Istapantap. Jenis kelelawar (Syconycteris hobbit), kelelawar jenis (Paranyctimene raptor), Pipistrellus collinus, dan Tadarida kuboriensis. Spesies lainnya, yaitu landak Irian (Zaglossus brujini), tikus (Coccymys rummleri), tikus air (Hydromys habbema), posum kerdil (Cercatus caudatus), tikus (Mellomys mollis), walabi coklat (Docropsis muelleri), kuskus abu (Phalanger gymnotis), kuskus totol (Spilocuscus maculatus) dan posum bergaris (Dactylopsila trivergata).Sejumlah 64 spesies malalia sejauh ini telah diidentifikasikan dan diiperkirakan ada sebanyak 90 hingga 100 spesies mamalia yang mungkin hidup di Taman Nasional Lorents.
Burung; Taman Nasional Lorents meliputi dua Daerah Burung Endemik (DBE) dengan total 45 burung sebaran terbatas dan 9 spesies burung endemik yang dibatasi dibarisan Pegunungan Sudirman dan DBE dataran rendah Irian bagian selatan. Archboldia papuensis, cendrawasih elok (Macgregoria pulchra), ifrita topi-biru (Ifrita kowaldi), pipit ekor-api (Oreostruthus fuliginosus), sesap madu (Eurostopodus archboldi), walet sapi maupun walet gunung (Collocalia esculenta dan C. hirundinacea), mambruk selatan (Goura scheepmakeri), nuri kabare (Pittrichas fulgidus), itik noso (Anas waigiuensis), dan robin salju (Petroica archboldi).
Amphibi dan Reptil; Jenis-jenis yang dapat dijumpai di kawasan ini Lobula sp., ular sanca boelan (Morelia boelini), kura-kura moncong babi (Carettochelys insculpta), dan buaya (Crocodylus porosus dan C. novaeguineae)
Ikan; Diperkirakan lebih dari 1.000 spesies ikan terdapat di Taman nasional Lorentz, diantaranya yaitu Ikan kaloso atau lebih populer dengan sebutan arwana (Scleropages jardini).
Wisata
Kawasan hutan Lorentz ditunjuk sebagai taman nasional pada tahun 1997, sehingga fasilitas/sarana untuk kemudahan pengunjung masih sangat terbatas, dan belum semua obyek dan daya tarik wisata alam di taman nasional ini telah diidentifikasi dan dikembangkan. Namun demikian, puncak salju abadi merupakan salah satu potensi bagai wisata minat khusus. Puncak ini setiap tahun selalu menjadi ajang uji nyali dan ketanggunan bagi para pendaki gunung.
Disamping keanekaragaman hayati yang tinggi, taman nasional ini didukung oleh keanekaragaman budaya yang mengagumkan. Diperkirakan kebudayaan di kawasan ini telah berumur 30.000 tahun dan merupakan tempat kediaman suku Nduga, Dani Barat, Amungme, Sempan dan Asmat. Kemungkinan masih ada lagi masyarakat yang hidup terpencil di hutan belantara ini yang belum mengadakan hubungan dengan manusia modern.
Suku Asmat terkenal dengan keterampilan pahatan patungnya. Menurut kepercayaannya, suku tersebut identik dengan hutan atau pohon. Batang pohon dilambangkan sebagai tubuh manusia, dahan-dahannya sebagai lengan, dan buahnya sebagai kepala manusia. Pohon dianggap sebagai tempat hidup para arwah nenek moyang mereka. Sistem masyarakat Asmat yang menghormati pohon, ternyata berlaku juga untuk sungai, gunung dan lain-lain.
Perpaduan ketiga hal tersebut di atas, yaitu kekayaan keanekaragaman hayati, gejala alam dan panorama alam, serta budaya masyarakat tradisionalnya yang demikian tinggi merupakan potensi pariwisata yang luar biasa. Beberapa kegiatan wisata yang dapat dikembangkan di kawasan ini, diantaranya pertunjukan khidupan liar, pendakian puncak jaya, dan atraksi budaya.
Cara pencapaian lokasi
Secara umum Taman Nasional Lorentz dapat dicapai melalui beberapa kota, antara lain : Timika (Kab. Mimika), Nabire (Kab. Nabire), Enarotali (Kab. Paniae), Wamena (Kab. Jayawijaya), Meroke (Kab. Meroke), Mulia (Kab. Puncak Jaya). Semua kota-kota tersebur dapat dijangkau dengan transportasi udara dari Biak dan Jayapura dengan waktu tempuh antara 1 - 2 jam.
Kawasan hutan Lorentz ditunjuk sebagai taman nasional pada tahun 1997, sehingga fasilitas/sarana untuk kemudahan pengunjung masih sangat terbatas, dan belum semua obyek dan daya tarik wisata alam di taman nasional ini telah diidentifikasi dan dikembangkan. Namun demikian, puncak salju abadi merupakan salah satu potensi bagai wisata minat khusus. Puncak ini setiap tahun selalu menjadi ajang uji nyali dan ketanggunan bagi para pendaki gunung.
Disamping keanekaragaman hayati yang tinggi, taman nasional ini didukung oleh keanekaragaman budaya yang mengagumkan. Diperkirakan kebudayaan di kawasan ini telah berumur 30.000 tahun dan merupakan tempat kediaman suku Nduga, Dani Barat, Amungme, Sempan dan Asmat. Kemungkinan masih ada lagi masyarakat yang hidup terpencil di hutan belantara ini yang belum mengadakan hubungan dengan manusia modern.
Suku Asmat terkenal dengan keterampilan pahatan patungnya. Menurut kepercayaannya, suku tersebut identik dengan hutan atau pohon. Batang pohon dilambangkan sebagai tubuh manusia, dahan-dahannya sebagai lengan, dan buahnya sebagai kepala manusia. Pohon dianggap sebagai tempat hidup para arwah nenek moyang mereka. Sistem masyarakat Asmat yang menghormati pohon, ternyata berlaku juga untuk sungai, gunung dan lain-lain.
Perpaduan ketiga hal tersebut di atas, yaitu kekayaan keanekaragaman hayati, gejala alam dan panorama alam, serta budaya masyarakat tradisionalnya yang demikian tinggi merupakan potensi pariwisata yang luar biasa. Beberapa kegiatan wisata yang dapat dikembangkan di kawasan ini, diantaranya pertunjukan khidupan liar, pendakian puncak jaya, dan atraksi budaya.
Cara pencapaian lokasi
Secara umum Taman Nasional Lorentz dapat dicapai melalui beberapa kota, antara lain : Timika (Kab. Mimika), Nabire (Kab. Nabire), Enarotali (Kab. Paniae), Wamena (Kab. Jayawijaya), Meroke (Kab. Meroke), Mulia (Kab. Puncak Jaya). Semua kota-kota tersebur dapat dijangkau dengan transportasi udara dari Biak dan Jayapura dengan waktu tempuh antara 1 - 2 jam.
Pengelolaan
Sampai saat ini belum dibentuk Unit Pelaksana Teknis yang bertanggung jawab melaksanakan pengelolaan Taman Nasional Lorentz, dan pengelolaannya masih diselenggarakan oleh Balai Konservasi Sumberdaya Alam Papua I, sebagai Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan.
Alamat Pengelola
Kantor Balai Konservasi Sumberdaya Alam Papua I
Jl. Raya Abepura Kotaraja PO Box 1217 Jayapura 99351, Papua Barat
Telp. (0967) 581596; Fax (0967) 585529
Sampai saat ini belum dibentuk Unit Pelaksana Teknis yang bertanggung jawab melaksanakan pengelolaan Taman Nasional Lorentz, dan pengelolaannya masih diselenggarakan oleh Balai Konservasi Sumberdaya Alam Papua I, sebagai Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan.
Alamat Pengelola
Kantor Balai Konservasi Sumberdaya Alam Papua I
Jl. Raya Abepura Kotaraja PO Box 1217 Jayapura 99351, Papua Barat
Telp. (0967) 581596; Fax (0967) 585529
No comments:
Post a Comment