TAMAN NASIONAL UJUNG KULON
Dinyatakan :
Keputusan Menteri Pertanian Tahun 1980
Dasar Penunjukan :
Keputusan Menteri Kehutanan
Nomor: 284/Kpts-II/1992 - 26 Pebruari 1992
Ditetapkan :
Keputusan Menteri Kehutanan No: 758/Kpts-II/1999
Luas : ± 120.551 hektar
Letak : Provinsi Banten, Kabupaten Pandeglang, Kecamatan Sumur dan Cimanggu,
Koordinat :
102° 02' - 105° 37' BT dan
06° 30' - 06° 52' LS.
Peta Taman Nasional Ujung Kulon |
Taman Nasional Ujung Kulon merupakan perwakilan ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah yang tersisa dan terluas di Jawa Barat, serta merupakan habitat terakhir bagi kelangsungan hidup satwa langka Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) dan satwa langka lainnya. Terdapat tiga tipe ekosistem di taman nasional ini yaitu ekosistem perairan laut, ekosistem pesisir pantai, dan ekosistem daratan.
Taman Nasional Ujung Kulon dan Cagar Alam Krakatau pada tahun 1992 telah ditetapkan sebagai Situs Warisan Alam Dunia (The Natural World Heritage Site) oleh UNESCO.
Sejarah Kawasan
- Tahun 1846, Kekayaan flora dan fauna Ujung Kulon pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli botani berkebangsaan Jerman yang bernama Junghun.
- Tahun 1921, Ujung Kulon dan Pulau Panaitan ditetapkan oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai kawasan Suaka Alam.
- Tahun 1937, oleh Pemerintah Hindia Belanda kawasan Suaka Alam diubah menjadi Suaka Margasatwa dengan memasukkan Pulau Peucang dan Panaitan.
- Tahun 1958, Menteri Pertanian Indonesia mengembalikan ke fungsi semula, yaitu menjadi kawasan Suaka Alam dengan memasukan kawasan perairan laut selebar 500 meter dari batas air laut surut terendah.
- Tahun 1967, Menteri Pertanian memasukan Gunung Honje selatan seluas 10.000 ha masuk kedalam kawasan Suaka Alam Ujung Kulon.
- Tahun 1979, Gunung Honje seluas 9.498 hautara masuk kawasan suaka Ujung Kulon melalui Keputusan Menteri Pertanian .
- Tahun 1980, melalui pernyataan Menteri Pertanian, Ujung Kulon mulai dikelola dengan Sistem Manajemen Taman Nasional.
- Tahun 1984, Dibentuk Taman Nasional Ujung Kulon (kelembagaannya), melalui Keputusan Menteri Kehutanan , yang wilayahnya meliputi: Semenanjung Ujung Kulon, Gunung Honje, Pulau Peucang dan Panaitan, Kepulauan Krakatau dan Hutan Wisata Carita.
- Tahun 1990, Dirjen PHPA menyerahkan pengelolaan sebagian kawasan Taman Nasional Ujung Kulon, yaitu Kepulauan Krakatau kepada BKSDA II Tanjung Karang, dan Hutan Wisata Carita pengelolaannya diserahkan kepada Perum Perhutani Unit III Jawa Barat.
- Tahun 1992, Menteri Kehutanan menetapkan Ujung Kulon ditetapkan sebagai Taman Nasional, yang kawasannya meliputi wilayah Semenanjung Ujung Kulon, Pulau Panaitan, Pulau Peucang, Pulau Handeuleum dan Gunung Honje. Luas keseluruhan 120.551 ha, yang terdiri dari daratan 76.214 ha dan laut 44.337 ha.
- Tahun 1992, Taman Nasional Ujung Kulon ditetapkan sebagai The Natural World Heritage Site oleh Komisi Warisan Alam Dunia UNESCO.
Fisik Geologi dan Tanah
Semenanjung Ujung Kulon, Gunung Honje dan Pulau Panaitan merupakan bagian dari sistem Tersier Muda yang terbentuk pada dangkalan Sunda sebelum masa Tersier. Selama masa Pliosene deretan pegunungan Honje diperkirakan telah membentuk ujung Selatan dari deretan pegunungan Bukit Barisan Selatan di Sumatera yang kemudian terpisah setelah terlipatnya kubah Selat Sunda.
Bagian Tengah dan Timur Semenanjung Ujung Kulon terdiri dari formasi batu kapur Miosen yang tertutupi endapan alluvial di bagian Utara dan endapan pasir di bagian Selatan. Di bagian Barat, yang merupakan deretan Gunung Payung terbentuk dari endapan batuan Miosen. Di bagian Timur yang merupakan deretan pegunungan Honje, batu-batuannya lebih tua dan tertutup oleh batuan kapur dan tanah liat. Pulau Panaitan mempunyai pola lipatan dan formasi batuan yang sama dengan yang terlihat di Gunung Payung, dan di bagian Barat terutama Barat Laut ditemukan bahan-bahan vulkanis termasuk breksia, tufa dan kuarsit yang terbentuk pada zaman Holosen.
Bahan induk tanah di Taman Nasional Ujung Kulon berasal dari batuan vulkanik seperti batuan lava merah, marl, tuff, batuan pasir dan konglomerat. Jenis tanah di kawasan Ujung Kulon didominasi oleh jenis tanah kompleks grumosal, regosal dan mediteran dengan fisiografi bukit lipatan.
Di daerah Gunung Honje didapati tipe tanah regosal abu-abu berpasir, tanah podsolik kekuningan dan coklat, tanah mediteran, grumosal, regosal dan latosal.
Pulau Panaitan umumnya mempunyai tipe tanah alluvial, hidromorf, regosal abu-abu, dengan campuran latosal merah-coklat. Topografi Semenanjung Ujung Kulon yang berbentuk segitiga, bagian tengahnya merupakan dataran rendah yang lebih luas dibanding daerah perbukitan lainnya. Tingginya dari atas permukaan air laut jarang lebih dari 50 m dan terpotong oleh aliran sungai yang mengalir ke Utara, Timur dan Selatan.
Di sepanjang pantai paling Utara Ujungkulon bagian kerucut, tanahnya relatif datar sehingga membentuk daerah rawa pasang surut dan terdapat karang panghalang disepanjang pantai Tanjung Alang-Alang.
Dataran tinggi Telanca yang letaknya berseberangan di sebelah Timur Pulau Peucang mempunyai daerah aliran sungai yang jelas dan ketinggiannya berkisar 100-140 m diatas laut. Dari pantai Cibunar, ketinggiannya naik secara tajam kearah Gunung Payung (480 m) dan Gunung Guhabendang (500 m) dibagian Barat Daya.
Ujung Kulon bagian Barat merupakan daerah yang sangat bergunung-gunung, dengan 3 buah puncaknya yang tampak nyata yaitu Ganung Payung, Guhabendang dan Gunung Cikuya, dimana dari puncak-puncak itu membentuk punggung gunung yang panjang dan berlereng curam.
Pantai Selatan merupakan daerah yang lebih terbuka dengan pantai berbukit pasir yang membentang dari muara sungai Cibandawoh sampai Muara Citadahan. Dari Muara Citadahan kearah Barat hingga di muara sungai Cibunar terdapat batu pasir yang merupakan satu-satunya pantai di Ujung Kulon dengan lempengan-lempengan batu pasir.
Di pantai Barat Ujung Kulon terdapat pantai karang yang luas tetapi dibeberapa tempat dipisahkan oleh pantai berpasir dengan hamparan batu karang tua dan batuan gunung berapi. Lebih ke Selatan, dibagian Barat sisi gunung Payung terdapat batu-batu karang yang tinggi dan terdapat gua keramat yang dikenal dengan nama gua Sangyangsirah
Gunung Honje merupakan gunung yang masif, letaknya disebelah Timur Tamanjaya dengan panjang 20 km dan lebarnya 10 Km, membentuk daerah alian sungai yang nyata, mengalir kearah Timur Laut, sejajar dengan sisi bagian Timur Teluk Tamanjaya, dimana kaki pegunungan ini dipisahkan oleh dataran pantai yang sempit. Titik tertinggi adalah Gunung Honje (620 m), di bagian Selatan rendah, dan batasnya dengan Ujung Kulon tepat disebelah Timur tanah genting.
Pulau Handeuleum merupakan pulau terbesar diantara gugusan pulau-pulau karang kecil, dekat ujung pantai Timur Ujung Kulon yang terletak disisi bagian Barat teluk Tamanjaya.
Pulau Peucang terletak didalam teluk yang terlindung di pantai Barat Laut, kurang lebih 4 km disebelah Timur Tanjung Layar. Separuh dari pulau yang terdiri dari karang merupakan daerah datar yang letaknya sedikit lebih tinggi diatas permukaan taut, tetapi dibagian Timurnya lebih tinggi dengan puncak punggung bukit yang datar dan menurun kearah tanjung berbatu karang, yaitu Karangcopong. Pada ujung Utara pulau itu, batu karang membuat pantai menjadi berlekuk-lekuk, kecuali disebelah Selatan, yang bertentangga dengan Ujung Kulon, dimana terdapat pantai pasir yang indah dan cocok untuk berlabuh.
Pulau Panaitan, yang terpisah dari pantai Utara Ujung Kulon oleh selat yang dalam selebar 10 km merupakan dataran rendah dengan beberapa areal mangrove pada tempat-tempat dimana pantainya terputus-putus karena diselingi oleh Tanjung yang berkarang dan pantai berpasir. Pulau Panaitan umumnya berbukit-bukit. Di bagian Utara dan Tengah tingginya mencapai kurang lebih 160 m, dan deretan bukit yang sejajar dengan pantai Tenggara, mencapai ketinggian 320 m pada puncak Gunung Raksa, yang merupakan titik tetinggi di pulau Panaitan.
Aliran sungai dan daerah Hydrobiologi
Di Semenanjung Ujung Kulon dapat dibedakan dua pola aliran sungai. Didaerah berbukit dibagian Barat, banyak sungai kecil berair deras yang berasal dari Gunung Payung/Gunung Cikuya yang masif dan menyebar mengalir menuju pantai-pantai. Sungai tersebut sebagian besar tidak pernah kering sepanjang tahun. Sungai yang cukup besar yang berasal dari daerah ini, yaitu Sungai Cijungkulon yang mengalir kearah Utara, mencapai pantai yang berseberangan dengan Pulau Peucang, dan sungai Cibunar mengalir kearah Selatan.
Sebagian besar semenanjung di bagian Timur kurang baik pengairannya. Sungai yang ada umumnya mengalir kearah Timur Laut dan Utara tetapi dengan muara yang sering terhalang oleh timbunan pasir, sehingga air menggenang membentuk rawa musim. Hal yang demikian juga dijumpai dipantai Selatan, pada sungai Citadahan, Cibandawoh, dan Cikeusik.
Sungai dibagian Utara di daerah Tanjung Alang-alang, termasuk Nyiur, Jamang dan Nyewaan, membentuk daerah daerah rawa air tawar yang besar, berdekatan dan sejajar dengan pantai, termasuk danau-danau kecil, yang sebagian akan kering pada musim kemarau.
Pulau Peucang terletak didalam teluk yang terlindung di pantai Barat Laut, kurang lebih 4 km disebelah Timur Tanjung Layar. Separuh dari pulau yang terdiri dari karang merupakan daerah datar yang letaknya sedikit lebih tinggi diatas permukaan taut, tetapi dibagian Timurnya lebih tinggi dengan puncak punggung bukit yang datar dan menurun kearah tanjung berbatu karang, yaitu Karangcopong. Pada ujung Utara pulau itu, batu karang membuat pantai menjadi berlekuk-lekuk, kecuali disebelah Selatan, yang bertentangga dengan Ujung Kulon, dimana terdapat pantai pasir yang indah dan cocok untuk berlabuh.
Pulau Panaitan, yang terpisah dari pantai Utara Ujung Kulon oleh selat yang dalam selebar 10 km merupakan dataran rendah dengan beberapa areal mangrove pada tempat-tempat dimana pantainya terputus-putus karena diselingi oleh Tanjung yang berkarang dan pantai berpasir. Pulau Panaitan umumnya berbukit-bukit. Di bagian Utara dan Tengah tingginya mencapai kurang lebih 160 m, dan deretan bukit yang sejajar dengan pantai Tenggara, mencapai ketinggian 320 m pada puncak Gunung Raksa, yang merupakan titik tetinggi di pulau Panaitan.
Aliran sungai dan daerah Hydrobiologi
Di Semenanjung Ujung Kulon dapat dibedakan dua pola aliran sungai. Didaerah berbukit dibagian Barat, banyak sungai kecil berair deras yang berasal dari Gunung Payung/Gunung Cikuya yang masif dan menyebar mengalir menuju pantai-pantai. Sungai tersebut sebagian besar tidak pernah kering sepanjang tahun. Sungai yang cukup besar yang berasal dari daerah ini, yaitu Sungai Cijungkulon yang mengalir kearah Utara, mencapai pantai yang berseberangan dengan Pulau Peucang, dan sungai Cibunar mengalir kearah Selatan.
Sebagian besar semenanjung di bagian Timur kurang baik pengairannya. Sungai yang ada umumnya mengalir kearah Timur Laut dan Utara tetapi dengan muara yang sering terhalang oleh timbunan pasir, sehingga air menggenang membentuk rawa musim. Hal yang demikian juga dijumpai dipantai Selatan, pada sungai Citadahan, Cibandawoh, dan Cikeusik.
Sungai dibagian Utara di daerah Tanjung Alang-alang, termasuk Nyiur, Jamang dan Nyewaan, membentuk daerah daerah rawa air tawar yang besar, berdekatan dan sejajar dengan pantai, termasuk danau-danau kecil, yang sebagian akan kering pada musim kemarau.
Karena terlalu kecilnya, di Pulau Peucang tidak terdapat sungai, tetapi dalam musim hujan, akan terjadi rawa air tawar mengairi bagian Barat pulau yang kekurangan air.
Dua buah sungai yang terbesar di Ujung Kulon, yaitu Cikarang dan cigenter yang berasal dari daerah Gunung Telanca, mengalir kearah Timur Laut dan Timur menuju pantai. Kedua sungai ini dan beberapa sungai yang lebih kecil disebelah Utara, menarik perhatian karena terdapatnya teras-teras yang dibentuk oleh endapan larutan batu kapur (Ca CO3). Di sungai Cigenter hulu dan Citerjun teras-teras tersebut terbentuk menyerupai bendungan buatan yang menyilang sungai.
Bagian Timur Laut Pulau Panaitan merupakan daerah berbukit-bukit, dan umumnya mempunyai pengairan yang baik, dimana banyak sungai kecil dan pendek tetapi terdapat tiga buah yang lebih besar yaitu Cilentah mengalir ke pantai Timur, Cijangkah ke pantai Utara, dan Ciharashas mengalir ke arah Selatan, keteluk Kasuaris. Cilentah dan Cijangkah mengalir ke laut melalui rawa. Juga terdapat beberapa hutan rawa air tawar di daerah Selatan yang letaknya di sebelah Timur Teluk Kasuaris.
Dari Gunung Honje, sungai-sungai mengalir ke arah Barat, menuju teluk Tamanjaya dan ke arah Selatan menuju pantai Selatan Samudera Indonosia. Sungai-sungai itu umumnya kecil, hanya satu yang agak besar yaitu sungai Cikalejetan yang berasal dari bagian Barat Gunung Honje mengalir kearah Barat Daya mencapai pantai Selatan pada perbatasan Gunung Honje dan Ujung Kulon.
Iklim dan Curah Hujan
Daerah Taman Nasional Ujung Kulon beriklim Laut Tropis yang khusus, dengan curah hujan tahunan rata-rata ± 3.140 mm. Tidak terdapat data mengenai suhu dan kelembaban, tetapi suhu diperkirakan sekitar 25º-30º C, dengan kelembaban 80% - 90%.
Musim hujan terjadi pada bulan Oktober sampai April, bersamaan dengan bertiupnya angin dari Barat Laut, dimana curah hujan tiap bulannya mencapai lebih dari 200 mm dan biasanya dalam bulan Desember dan Januari, curah hujannya lebih dari 400 mm. Bahkan di dalam poriode terkering, yaitu bulan Mei sampai September saat angin bertiup dari arah Timur, curah hujan normal tiap bulannya mencapai lebih dari 100 mm.
Taman Nasional Ujung Kulon yang terletak diantara Samudra Indonesia (disabelah Selatan) dan Selat Sunda (disebelah Utara), sangat dipengaruhi oleh bertiupnya angin kuat dari arah Barat dan sekali-kali terjadi angin ribut yang kadangkala menumbangkan pohon-pohon dan dapat menyulitkan perjalanan dengan kapal.
Biotik
Flora
Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon mempunyai tiga tipe ekosistem, yaitu :
1. Ekosistem perairan laut ; Meliputi habitat terumbu karang dan padang lamun. Terdapat di wilayah perairan Semenanjung Ujung Kulon, Pulau Handeuleum, Pulau Peucang dan Pulau Panaitan.
2. Ekosistem daratan ; Umumnya berupa hutan hujan tropis asli yang terdapat di Gunung Honje, Semenanjung Ujung Kulon dan Pulau Panaitan.
3. Ekosistem pesisir pantai ; Yang terdiri dari hutan pantai dan hutan mangrove yang terdapat di sepanjang pesisir pantai. Hutan mangrove terdapat di bagian Timur Laut Semenanjung Ujung Kulon dan pulau-pulau disekitarnya (Pulau Handeuleum dan sekitarnya)
Dari berbagai hasil survey yang dilakukan oleh para ahli, diketahui bahwa Taman Nasional Ujung Kulon mempunyai tipe-tipe vegetasi, yaitu; vegetasi hutan pantai, hutan mangrove, hutan rawa air tawar, hutan hujan dataran rendah, padang rumput dan padang rumput.
Hutan Pantai ; Dicirikan oleh adanya jenis-jenis seperti nyamplung (Calophyllum inophyllum), butun (Barringtonia asiatica), kampis cina (Guettarda speciosa), ketapang (Teminalia catappa), dan cingkil (Hernandia peltata). Kelompok vegetasi ini dikenal sebagai "formasi Barringtonia" dan pohon nyamplung merupakan jenis yang lebih dikenal dari tipe ini. Hutan Pantai terdapat di sepanjang pantai Barat dan Timur Laut Ujung Kulon, di Pulau Peucang; dan Pulau Panaitan sepanjang pantai Utara dan di Teluk Kasuaris. Umumnya formasi itu hidup diatas pasir karang didalam jalur memanjang yang sempit, dari tepi pantai kearah dalam lebarnya berkisar 5-15 meter.
Pada pantai yang terbuka seperti Pantai Barat Ujung Kulon, Pulau Peucang dan Pulau Panaitan umumnya terdapat pandan (Pandanus tectorius), juga pakis haji (Cycas rumphii) dan biasanya terdapat juga cantigi (Pemphis acidula).
Formasi Pescaprae yang merupakan vegetasi pionir umumnya terdapat disepanjang tepi pantai berpasir sebelah atas dekat dengan zona air pasang tertinggi, yang dicirikan dengan adanya daun katang-katang (Ipomeia pescaprae), jukut tiara (Spinifex litolaris) dan Canavalia maritima. Di Pulau Peucang formasi Pescaprae terdapat disepanjang pantai Selatan dan Timur dimana tumbuh juga rumput tembaga (Ischaemum muticum).
Di Pantai Panaitan di dekat muara sungai dan di Ujung Kulon sepanjang pantai Barat dan Selatan tumbuh pandan (Pandanus tectorius) yang membentuk vegetasi murni walaupun sesekali dijumpai beberapa pohon kiara (Ficus septica).
Pandan raja (Pandanus bidur) yang jarang tumbuh, terdapat didekat muara sungai di pantai Selatan dan pantai disebelah Barat Gunung Payung. Di sebelah Timur muara sungai Cibandawoh vegatasi Pandanus tectorius menghilang dan digantikan oleh formasi Barringtonia.
Hutan Mangrove ; Hutan mangrove pasang-surut yang terluas terdapat di sepanjang sisi Utara tanah genting, meluas kearah Utara sepanjang pantai sampai ke sungai Cikalong. Daerah mangrove yang lebih sempit terdapat pada sungai Cicangkeuteuk, disebelah Barat Laut Pulau Handeuleum dan pada kedua buah pulau kecil, disebelah Selatan dekat Pulau Handeuleum. Juga terdapat hutan rawa nipah (Nypha Angustifolia) yang tidak luas pada beberapa muara sungai, yaitu sungai Cijungkulon dan Cigenter di pantai Utara semananjung, dan pada sungai Cikeusik dan Cibandawoh dipantai Selatan.
Di pulau Panaitan terdapat rawa mangrove yang luas, yaitu di Legon Lentah, Legon Kadam dan Legon Mandar. Pohon mangrove yang paling umum dikenal ialah jenis padi-padi (Lumnitzera racemosa), api-api (Avicennia sp), bakau (Rhizophora), bogem (Sonneratia alba), Bruguiera sp., dan kadangkala dijumpai pula pakis rawa jenis lamiding (Acrostichum aureum).
Hutan Rawa Air Tawar ; Sebidang daerah hutan rawa musiman yang sempit, terdapat di Tanjung Alang-Alang di daerah Nyawaan, Nyiaur, Jamang dan sungai Cihandeuleum hulu. Di daerah ini, saat musim hujan air menggenang di daerah yang rendah tetapi menjadi kering selama musim kemarau.
Daerah rawa-rawa ini ditandai dengan adanya pohon nipah (Nypha Angustifolia), Cyperus dan pohon lampeni (Ardisia humilis) yang biasanya dijumpai dalam tegakan murni yang membatasi rawa ini.
Hutan Hujan Dataran Rendah ; Walaupun hutan hujan ini menutupi sebagian besar Ujung Kulon, Pulau Panaitan, Pulau Peucang dan Gunung Honje, tetapi mungkin hanya 40% dari Ujung Kulon dan 50% dari Gunung Honje yang dapat dianggap sebagai hutan primer.
Sebagian dari hutan hujan yang terbaik terdapat di Pulau Peucang, sedangkan di Palau Panaitan hanya tinggal sisa sedikit disekeliling Gunung Raksa.
Hutan Ujung Kulon dan Gunung Honje, ditandai dengan banyaknya palem dari bermacam-macam jenis tetapi yang umum dikenal yaitu pohon langkap (Arenga obtusifolia). Langkap sering dijumpai merupakan tegakan murni setinggi 10-15 meter didaerah-daerah yang rendah letaknya dan mempunyai tajuk yang tertutup, terutama yang ada di sebelah Barat Laut dan Timur Laut semenanjung Ujung Kulon.
Jenis palem yang lain adalah nibung (Oncosperma tigillaria), aren (Arenga pinnata), sayar (Caryota mitis) dan salak (Salacca edulis) merupakan tegakan yang lebat di lembah dan pinanga coronata tumbuh di daerah yang lebih tinggi.
Diantara jenis palem tersebut sering dijumpai jenis-jenis seperti bungur (Lagerstroemia speciosa), kiara (Ficus) yaitu tumbuhan pencekik (Strangling Pigs), kicalung (Dyospyros macrophylla), laban (Vitex puhescens), hanjah (Anthocephallus chinensis) dan Ciputat (Planchonia valida) yang pohonnya sangat tinggi. Pada hutan yang tidak seberapa terganggu dibagian atas terbentuk tajuk yang rapat.
Di Gunung Payung terdapat hutan primer yang rimbun, dengan pohon segal (Dillenia excelsa), sogung (Pentace polyantha), Zyzygium spp dan jenis-jenis lainnya, yang membentuk tajuk tinggi dengan tumbuhan bawah jenis palem yang rendah dan rumput-rumputan.
Diantara hutan primer di Ujung Kulon, terutama disebelah Timur, di sepan-jang sungai Cigenter dan Cikarang, terdapat pohon bambu yang lebat ; juga didekat rawa-rawa disekitar di sungai Cibunar dan Cikeusik. Belukar bambu yang luas itu dapat dipastikan dahulu berasal dari tanaman penduduk setempat. Bambu membentuk penghalang fisik di sepanjang sungai, dimana seringkali sukar untuk dilalui. Demikian halnya dengan rotan (Callamus spp), tumbuhan bawah yang lebat terdapat di beberapa tempat dan pohon salak (Sallaca edulis) yang berduri terdapat di lereng Bukit Telanca.
Daerah-daerah tertentu yang relatif terbuka dengan sedikit pohon besar, tertutup oleh tumbuhan sekunder seperti tepus (Achasma sp), Honje (Nicolaia) dan tembelekan (Lantana camara dan Maranthaceae) seringkali tumbuh sangat lebat bersama dengan rotan (Callamus sp).
Di Pulau Peucang terdapat sedikit hutan hujan dataran rendah yang bagus dengan pohon besar yang menjulang setinggi 36-40 m, dengan pohon-pohon dibawahnya yang jarang. Terdapat sedikit perbedaan komposisi antara hutan-hutan didaerah yang lebih rendah di sebelah Selatan dan hutan-hutan didaerah yang lebih tinggi dibagian Utara pulau.
Pohon-pohon yang dominan di Pulau Peucang adalah bungur (Lagerstroemia speciosa), cerlang (Pterospermum diversifolium), Eugenia spp, Parinarium corymbosum, Rinorealanceolata, Aglaia spp dan di daerah-daerah yang lebih tinggi dijumpai ; ki hideung (Hydnocarpus heterophylla). Di daerah yang lebih rendah terdapat bayur (Pterospermum javanicum), kiara (Ficus spp) dan kigula (Chisocheton spp).
Tumbuhan bawahnya ditandai dengan banyaknya anakan pohon lampeni (Ardisia humilis), ki calung (Diospyros spp), Planchonella spp dan merbau (Intsia bijuga).
Di lereng Gunung Honje yang lebih rendah, yaitu di daerah-daerah yang belum terganggu oleh adanya perhumaan, terdapat hutan yang masih baik dengan banyak pohon yang tinggi seperti bayur (Pterospermum Javanicum), ki hujan (Angelhardia serrata), kiara (Ficus sp), Eugenia spp, Dipterocarpus gracilis, merbau (Itsia bijuga) dan bungur. Di lereng yang lebih tinggi terdapat Castanopsis, Fagasae lainnya.
Adanya kelembaban yang tinggi, lereng di sebelah Timur terdapat vegetasi yang bebih lebat yang terdiri dari pohon janitri (Plaeocarpus sphaericus), cangkudu badak (Podocarpus nerifolia), pahlalar (Dipterocarpus haseltii), ki pela (Aphana msxis sp) dan Eurya sp.
Pada batang-batang pobon dan ditanah, tumbuh lumut yang tebal dan banyak sekali epiphyt yang terdiri dari anggrek dan paku-pakuan seperti Freycinetia sp dan Asplenium nidus.
Pada puncak Gunung Cibenua (500 m), dapat dijumpai pohon kerdil dan yang dominan adalah jenis kopo kerdil (Eugenia sp). Pada lereng yang lebih rendah dari Gunung Honje yang masif, hutan alaminya sebagian besar telah berubah menjadi hutan sekunder.
Padang Rumput ; Terdapat tujuh lokasi padang rumput/padang pengembalaan yang berfungsi sebagai tempat makannya beberapa jenis satwa seperti banteng dan rusa. Padang rumput tersebut yaitu Cijungkulon, Cidaun dan Cikuya yang letaknya di seberang Pulau Peucang dan satu lokasi berada di dekat muara sungai Cigenter. Dua padang rumput yang tidak begitu luas yaitu Cibunar terdapat di dekat muara sungai Cibunar di pantai Selatan dan satu lokasi yang berdekatan dengan komplek mercusuar di Tanjung Layar.
Beberapa jenis rumput yang mendominasi diantaranya Panicum repens, Andropogon sp, Panicum colomum, Melastoma malabaricum dan Cyperus spp.
Fauna
Satwa di Taman Nasional Ujung Kulon terdiri dari 35 jenis mamalia, 5 jenis primata, 59 jenis reptilia, 22 jenis amfibia, 240 jenis burung, 72 jenis insekta, 142 jenis ikan dan 33 jenis terumbu karang.
Mamalia ; antara lain termasuk jenis langka dan dilindungi undang-undang yaitu: badak jawa (Rhinoceros sondaicus), banteng (Bos javanicus), rusa (Cervus timorensis), kancil (Tragulus javanicus), owa (Hylobates moloch), surili (Presbytis comata), lutung (Trachypithecus auratus), kera ekor panjang (Macaca fascicularis) macan tutul (Panthera pardus), kucing batu (Felis bengalensis), kucing bakau (Felis viverina) binturong (Arctictic binturong), ajag (Cuon alpinus), ganggarangan (Harpentes javanicum), babi hutan (Sus sp) dan kalong (Pteropus vampirus).
Burung ; diperkirakan terdapat 240 jenis burung, antara lain yang sering dijumpai yaitu elang ikan (Techtyophaga ichtyaetus), dara laut (Sterna hirundo), cangak abu (Ardea cinerea), cangak merah (Ardea purpurea), pecuk ular (Anhinga melanogaster), rangkong (Buceros rhinoceros), julang (Aceros undulatus), merak (Pavo muticus), dan ayam hutan (Gallus varius).
Reptil ; buaya (Crocodylus porosus), penyu hijau (Chelonia mydas), biawak (Varanus salvator), ular sanca manuk (Phyton reticulatus),ular sanca bodo (Phyton molurus), ular tanah (Anchistrodon rhodostoma), dan bunglon (Calotes cristaleus).
Dua buah sungai yang terbesar di Ujung Kulon, yaitu Cikarang dan cigenter yang berasal dari daerah Gunung Telanca, mengalir kearah Timur Laut dan Timur menuju pantai. Kedua sungai ini dan beberapa sungai yang lebih kecil disebelah Utara, menarik perhatian karena terdapatnya teras-teras yang dibentuk oleh endapan larutan batu kapur (Ca CO3). Di sungai Cigenter hulu dan Citerjun teras-teras tersebut terbentuk menyerupai bendungan buatan yang menyilang sungai.
Bagian Timur Laut Pulau Panaitan merupakan daerah berbukit-bukit, dan umumnya mempunyai pengairan yang baik, dimana banyak sungai kecil dan pendek tetapi terdapat tiga buah yang lebih besar yaitu Cilentah mengalir ke pantai Timur, Cijangkah ke pantai Utara, dan Ciharashas mengalir ke arah Selatan, keteluk Kasuaris. Cilentah dan Cijangkah mengalir ke laut melalui rawa. Juga terdapat beberapa hutan rawa air tawar di daerah Selatan yang letaknya di sebelah Timur Teluk Kasuaris.
Dari Gunung Honje, sungai-sungai mengalir ke arah Barat, menuju teluk Tamanjaya dan ke arah Selatan menuju pantai Selatan Samudera Indonosia. Sungai-sungai itu umumnya kecil, hanya satu yang agak besar yaitu sungai Cikalejetan yang berasal dari bagian Barat Gunung Honje mengalir kearah Barat Daya mencapai pantai Selatan pada perbatasan Gunung Honje dan Ujung Kulon.
Iklim dan Curah Hujan
Daerah Taman Nasional Ujung Kulon beriklim Laut Tropis yang khusus, dengan curah hujan tahunan rata-rata ± 3.140 mm. Tidak terdapat data mengenai suhu dan kelembaban, tetapi suhu diperkirakan sekitar 25º-30º C, dengan kelembaban 80% - 90%.
Musim hujan terjadi pada bulan Oktober sampai April, bersamaan dengan bertiupnya angin dari Barat Laut, dimana curah hujan tiap bulannya mencapai lebih dari 200 mm dan biasanya dalam bulan Desember dan Januari, curah hujannya lebih dari 400 mm. Bahkan di dalam poriode terkering, yaitu bulan Mei sampai September saat angin bertiup dari arah Timur, curah hujan normal tiap bulannya mencapai lebih dari 100 mm.
Taman Nasional Ujung Kulon yang terletak diantara Samudra Indonesia (disabelah Selatan) dan Selat Sunda (disebelah Utara), sangat dipengaruhi oleh bertiupnya angin kuat dari arah Barat dan sekali-kali terjadi angin ribut yang kadangkala menumbangkan pohon-pohon dan dapat menyulitkan perjalanan dengan kapal.
Biotik
Flora
Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon mempunyai tiga tipe ekosistem, yaitu :
1. Ekosistem perairan laut ; Meliputi habitat terumbu karang dan padang lamun. Terdapat di wilayah perairan Semenanjung Ujung Kulon, Pulau Handeuleum, Pulau Peucang dan Pulau Panaitan.
2. Ekosistem daratan ; Umumnya berupa hutan hujan tropis asli yang terdapat di Gunung Honje, Semenanjung Ujung Kulon dan Pulau Panaitan.
3. Ekosistem pesisir pantai ; Yang terdiri dari hutan pantai dan hutan mangrove yang terdapat di sepanjang pesisir pantai. Hutan mangrove terdapat di bagian Timur Laut Semenanjung Ujung Kulon dan pulau-pulau disekitarnya (Pulau Handeuleum dan sekitarnya)
Dari berbagai hasil survey yang dilakukan oleh para ahli, diketahui bahwa Taman Nasional Ujung Kulon mempunyai tipe-tipe vegetasi, yaitu; vegetasi hutan pantai, hutan mangrove, hutan rawa air tawar, hutan hujan dataran rendah, padang rumput dan padang rumput.
Hutan Pantai ; Dicirikan oleh adanya jenis-jenis seperti nyamplung (Calophyllum inophyllum), butun (Barringtonia asiatica), kampis cina (Guettarda speciosa), ketapang (Teminalia catappa), dan cingkil (Hernandia peltata). Kelompok vegetasi ini dikenal sebagai "formasi Barringtonia" dan pohon nyamplung merupakan jenis yang lebih dikenal dari tipe ini. Hutan Pantai terdapat di sepanjang pantai Barat dan Timur Laut Ujung Kulon, di Pulau Peucang; dan Pulau Panaitan sepanjang pantai Utara dan di Teluk Kasuaris. Umumnya formasi itu hidup diatas pasir karang didalam jalur memanjang yang sempit, dari tepi pantai kearah dalam lebarnya berkisar 5-15 meter.
Pada pantai yang terbuka seperti Pantai Barat Ujung Kulon, Pulau Peucang dan Pulau Panaitan umumnya terdapat pandan (Pandanus tectorius), juga pakis haji (Cycas rumphii) dan biasanya terdapat juga cantigi (Pemphis acidula).
Formasi Pescaprae yang merupakan vegetasi pionir umumnya terdapat disepanjang tepi pantai berpasir sebelah atas dekat dengan zona air pasang tertinggi, yang dicirikan dengan adanya daun katang-katang (Ipomeia pescaprae), jukut tiara (Spinifex litolaris) dan Canavalia maritima. Di Pulau Peucang formasi Pescaprae terdapat disepanjang pantai Selatan dan Timur dimana tumbuh juga rumput tembaga (Ischaemum muticum).
Di Pantai Panaitan di dekat muara sungai dan di Ujung Kulon sepanjang pantai Barat dan Selatan tumbuh pandan (Pandanus tectorius) yang membentuk vegetasi murni walaupun sesekali dijumpai beberapa pohon kiara (Ficus septica).
Pandan raja (Pandanus bidur) yang jarang tumbuh, terdapat didekat muara sungai di pantai Selatan dan pantai disebelah Barat Gunung Payung. Di sebelah Timur muara sungai Cibandawoh vegatasi Pandanus tectorius menghilang dan digantikan oleh formasi Barringtonia.
Hutan Mangrove ; Hutan mangrove pasang-surut yang terluas terdapat di sepanjang sisi Utara tanah genting, meluas kearah Utara sepanjang pantai sampai ke sungai Cikalong. Daerah mangrove yang lebih sempit terdapat pada sungai Cicangkeuteuk, disebelah Barat Laut Pulau Handeuleum dan pada kedua buah pulau kecil, disebelah Selatan dekat Pulau Handeuleum. Juga terdapat hutan rawa nipah (Nypha Angustifolia) yang tidak luas pada beberapa muara sungai, yaitu sungai Cijungkulon dan Cigenter di pantai Utara semananjung, dan pada sungai Cikeusik dan Cibandawoh dipantai Selatan.
Di pulau Panaitan terdapat rawa mangrove yang luas, yaitu di Legon Lentah, Legon Kadam dan Legon Mandar. Pohon mangrove yang paling umum dikenal ialah jenis padi-padi (Lumnitzera racemosa), api-api (Avicennia sp), bakau (Rhizophora), bogem (Sonneratia alba), Bruguiera sp., dan kadangkala dijumpai pula pakis rawa jenis lamiding (Acrostichum aureum).
Hutan Rawa Air Tawar ; Sebidang daerah hutan rawa musiman yang sempit, terdapat di Tanjung Alang-Alang di daerah Nyawaan, Nyiaur, Jamang dan sungai Cihandeuleum hulu. Di daerah ini, saat musim hujan air menggenang di daerah yang rendah tetapi menjadi kering selama musim kemarau.
Daerah rawa-rawa ini ditandai dengan adanya pohon nipah (Nypha Angustifolia), Cyperus dan pohon lampeni (Ardisia humilis) yang biasanya dijumpai dalam tegakan murni yang membatasi rawa ini.
Hutan Hujan Dataran Rendah ; Walaupun hutan hujan ini menutupi sebagian besar Ujung Kulon, Pulau Panaitan, Pulau Peucang dan Gunung Honje, tetapi mungkin hanya 40% dari Ujung Kulon dan 50% dari Gunung Honje yang dapat dianggap sebagai hutan primer.
Sebagian dari hutan hujan yang terbaik terdapat di Pulau Peucang, sedangkan di Palau Panaitan hanya tinggal sisa sedikit disekeliling Gunung Raksa.
Hutan Ujung Kulon dan Gunung Honje, ditandai dengan banyaknya palem dari bermacam-macam jenis tetapi yang umum dikenal yaitu pohon langkap (Arenga obtusifolia). Langkap sering dijumpai merupakan tegakan murni setinggi 10-15 meter didaerah-daerah yang rendah letaknya dan mempunyai tajuk yang tertutup, terutama yang ada di sebelah Barat Laut dan Timur Laut semenanjung Ujung Kulon.
Jenis palem yang lain adalah nibung (Oncosperma tigillaria), aren (Arenga pinnata), sayar (Caryota mitis) dan salak (Salacca edulis) merupakan tegakan yang lebat di lembah dan pinanga coronata tumbuh di daerah yang lebih tinggi.
Diantara jenis palem tersebut sering dijumpai jenis-jenis seperti bungur (Lagerstroemia speciosa), kiara (Ficus) yaitu tumbuhan pencekik (Strangling Pigs), kicalung (Dyospyros macrophylla), laban (Vitex puhescens), hanjah (Anthocephallus chinensis) dan Ciputat (Planchonia valida) yang pohonnya sangat tinggi. Pada hutan yang tidak seberapa terganggu dibagian atas terbentuk tajuk yang rapat.
Di Gunung Payung terdapat hutan primer yang rimbun, dengan pohon segal (Dillenia excelsa), sogung (Pentace polyantha), Zyzygium spp dan jenis-jenis lainnya, yang membentuk tajuk tinggi dengan tumbuhan bawah jenis palem yang rendah dan rumput-rumputan.
Diantara hutan primer di Ujung Kulon, terutama disebelah Timur, di sepan-jang sungai Cigenter dan Cikarang, terdapat pohon bambu yang lebat ; juga didekat rawa-rawa disekitar di sungai Cibunar dan Cikeusik. Belukar bambu yang luas itu dapat dipastikan dahulu berasal dari tanaman penduduk setempat. Bambu membentuk penghalang fisik di sepanjang sungai, dimana seringkali sukar untuk dilalui. Demikian halnya dengan rotan (Callamus spp), tumbuhan bawah yang lebat terdapat di beberapa tempat dan pohon salak (Sallaca edulis) yang berduri terdapat di lereng Bukit Telanca.
Daerah-daerah tertentu yang relatif terbuka dengan sedikit pohon besar, tertutup oleh tumbuhan sekunder seperti tepus (Achasma sp), Honje (Nicolaia) dan tembelekan (Lantana camara dan Maranthaceae) seringkali tumbuh sangat lebat bersama dengan rotan (Callamus sp).
Di Pulau Peucang terdapat sedikit hutan hujan dataran rendah yang bagus dengan pohon besar yang menjulang setinggi 36-40 m, dengan pohon-pohon dibawahnya yang jarang. Terdapat sedikit perbedaan komposisi antara hutan-hutan didaerah yang lebih rendah di sebelah Selatan dan hutan-hutan didaerah yang lebih tinggi dibagian Utara pulau.
Pohon-pohon yang dominan di Pulau Peucang adalah bungur (Lagerstroemia speciosa), cerlang (Pterospermum diversifolium), Eugenia spp, Parinarium corymbosum, Rinorealanceolata, Aglaia spp dan di daerah-daerah yang lebih tinggi dijumpai ; ki hideung (Hydnocarpus heterophylla). Di daerah yang lebih rendah terdapat bayur (Pterospermum javanicum), kiara (Ficus spp) dan kigula (Chisocheton spp).
Tumbuhan bawahnya ditandai dengan banyaknya anakan pohon lampeni (Ardisia humilis), ki calung (Diospyros spp), Planchonella spp dan merbau (Intsia bijuga).
Di lereng Gunung Honje yang lebih rendah, yaitu di daerah-daerah yang belum terganggu oleh adanya perhumaan, terdapat hutan yang masih baik dengan banyak pohon yang tinggi seperti bayur (Pterospermum Javanicum), ki hujan (Angelhardia serrata), kiara (Ficus sp), Eugenia spp, Dipterocarpus gracilis, merbau (Itsia bijuga) dan bungur. Di lereng yang lebih tinggi terdapat Castanopsis, Fagasae lainnya.
Adanya kelembaban yang tinggi, lereng di sebelah Timur terdapat vegetasi yang bebih lebat yang terdiri dari pohon janitri (Plaeocarpus sphaericus), cangkudu badak (Podocarpus nerifolia), pahlalar (Dipterocarpus haseltii), ki pela (Aphana msxis sp) dan Eurya sp.
Pada batang-batang pobon dan ditanah, tumbuh lumut yang tebal dan banyak sekali epiphyt yang terdiri dari anggrek dan paku-pakuan seperti Freycinetia sp dan Asplenium nidus.
Pada puncak Gunung Cibenua (500 m), dapat dijumpai pohon kerdil dan yang dominan adalah jenis kopo kerdil (Eugenia sp). Pada lereng yang lebih rendah dari Gunung Honje yang masif, hutan alaminya sebagian besar telah berubah menjadi hutan sekunder.
Padang Rumput ; Terdapat tujuh lokasi padang rumput/padang pengembalaan yang berfungsi sebagai tempat makannya beberapa jenis satwa seperti banteng dan rusa. Padang rumput tersebut yaitu Cijungkulon, Cidaun dan Cikuya yang letaknya di seberang Pulau Peucang dan satu lokasi berada di dekat muara sungai Cigenter. Dua padang rumput yang tidak begitu luas yaitu Cibunar terdapat di dekat muara sungai Cibunar di pantai Selatan dan satu lokasi yang berdekatan dengan komplek mercusuar di Tanjung Layar.
Beberapa jenis rumput yang mendominasi diantaranya Panicum repens, Andropogon sp, Panicum colomum, Melastoma malabaricum dan Cyperus spp.
Fauna
Satwa di Taman Nasional Ujung Kulon terdiri dari 35 jenis mamalia, 5 jenis primata, 59 jenis reptilia, 22 jenis amfibia, 240 jenis burung, 72 jenis insekta, 142 jenis ikan dan 33 jenis terumbu karang.
Mamalia ; antara lain termasuk jenis langka dan dilindungi undang-undang yaitu: badak jawa (Rhinoceros sondaicus), banteng (Bos javanicus), rusa (Cervus timorensis), kancil (Tragulus javanicus), owa (Hylobates moloch), surili (Presbytis comata), lutung (Trachypithecus auratus), kera ekor panjang (Macaca fascicularis) macan tutul (Panthera pardus), kucing batu (Felis bengalensis), kucing bakau (Felis viverina) binturong (Arctictic binturong), ajag (Cuon alpinus), ganggarangan (Harpentes javanicum), babi hutan (Sus sp) dan kalong (Pteropus vampirus).
Burung ; diperkirakan terdapat 240 jenis burung, antara lain yang sering dijumpai yaitu elang ikan (Techtyophaga ichtyaetus), dara laut (Sterna hirundo), cangak abu (Ardea cinerea), cangak merah (Ardea purpurea), pecuk ular (Anhinga melanogaster), rangkong (Buceros rhinoceros), julang (Aceros undulatus), merak (Pavo muticus), dan ayam hutan (Gallus varius).
Reptil ; buaya (Crocodylus porosus), penyu hijau (Chelonia mydas), biawak (Varanus salvator), ular sanca manuk (Phyton reticulatus),ular sanca bodo (Phyton molurus), ular tanah (Anchistrodon rhodostoma), dan bunglon (Calotes cristaleus).
Amphibi ; katak (Bufo asperr, B. biporcatus), katak pohon (Palypedatus leucomystax), Rana cancrivora, R.macrodoh, dan R. kuhlii.
Ikan ; Banyak sekali jenis-jenis ikan yang sangat menarik terdapat di Taman Nasional Ujung Kulon, baik ikan dari perairan darat maupun ikan dari perairan laut. Jenis-jenis ikan tersebut antara lain ikan kupu-kupu, badut, bidadari, singa, kakatua, glodok dan sumpit. Ikan glodok dan ikan sumpit merupakan dua jenis ikan yang sangat aneh dan unik. Ikan glodok memiliki kemampuan dapat memanjat pohon, sedangkan ikan sumpit memiliki kemampuan menyem-protkan air ke atas permukaan sungai untuk menjatuhkan mangsanya seperti semut dan sejenisnya. Semprotan ikan sumpit yang hidup di sungai Cigenter itu, dilaporkan dapat mencapai setinggi 2 meter.
Wisata
Taman Nasional Ujung Kulon merupakan obyek wisata alam yang menarik. Keindahan berbagai bentuk gejala dan keunikan alamnya seperti sungai dengan jeramnya, air terjun, pantai pasir putih, sumber air panas, taman laut dan peninggalan budaya/sejarah (Arca Ganesha), kesemuanya itu merupakan pesona alam yang sangat menawan.
Masyarakat yang bermukim di sekitar taman nasional sebagian besar adalah suku Sunda Banten yang terkenal dengan kesenian saktinya, yaitu Debus. Masyarakat tersebut pemeluk agama Islam yang kuat, namun mereka masih mempertahankan kebiasaan-kebiasaan, tradisi, dan kebudayaan nenek moyang mereka.
Di dalam taman nasional, ada tempat-tempat yang dikeramatkan oleh sebagian masyarakat, tidak saja masyarakat di sekitar Ujung Kulon tetapi juga masyarakat yang jauh dari Ujung Kulon, dan tempat keramat yang paling terkenal adalah gua Sanghiang Sirah yang terletak di ujung paling barat Ujung Kulon.
Di Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon, tepatnya di puncak Gunung Raksa Pulau Panaitan, terdapat peninggalan budaya/sejarah berupa Arca Ganesha. Patung manusia berkepala gajah itu, sampai saat ini masih banyak dikunjungi wisatawan, terutama mahasiswa. Keberadaan Arca Ganesha ternyata dapat memberikan daya tarik utama bagi mereka yang berkunjung ke Pulau Panaitan. Ganesha Panaitan memang banyak menyimpan misteri karena bentuknya sangat berbeda dibanding dengan patung-patung Ganesha lainnya di Indonesia. Kombonasi keanekaragaman hayati, keindahan panorama alam, dan kekayaan budaya, merupakan modal potensial bagi pengembangan wisata, baik wisata alam maupun budaya.
Beberapa lokasi/obyek yang menarik untuk dikunjungi antara lain :
1. Tamanjaya ; Sebuah desa kecil yang merupakan pintu masuk utama Taman Nasional Ujung Kulon. Terdapat pasilitas pengunjung berupa dermaga dan wisma tamu.
2. Cibiuk; (2 km dari Tamanjaya) terdapat sumber air panas yang biasa digunakan masyarakat untuk mandi berobat karena penyakit kulit.
3. Dungus Balang ; terdapat lokasi berkemah (camping ground) dan disekitarnya mempunyai panorama alam yang menakjubkan.
4. Pantai Kalejetan ; dapat dilakukan surfing dan pengamatan tumbuhan/satwa (melihat banteng di hutan). Terletak ± 11 km atau 3 jam berjalan kaki dari Tamanjaya.
5. Pantai Karang Ranjang ; terdapat pantai gelombang besar tetapi pantainya berpasir, tempat peneluran penyu, pengamatan satwa seperti biawak, kijang, babi hutan, dan lain-lain. Terletak ± 5 km dari Pantai Kalejetan.
6. Cibandawoh ; terdapat pantai yang landai dan bersih, pengamatan satwa seperti kancil, babi hutan, owa dan lain-lain. Terletak ± 6 km dari Karang Ranjang.
7. Pulau Peucang ; Pantai pasir putih, terumbu karang, perairan laut yang biru jernih sangat ideal untuk berenang dengan snorkel, dan menyelam. Terdapat hutan hujan dataran rendah yang asli dengan lantai hutan yang datar.
8. Karang Ranjang-Cibandawoh-Cikeusik-Cibunar-Cidaun-Ciboom-Ciramea-Tanjung Layar ; Menjelajahi hutan, air terjun, menyelusuri sungai, padang penggembalaan satwa, dan tempat peneluran penyu, jungle tracking dan berkemah.
9. Pulau Handeuleum, Cigenter, dan Cihandeuleum ; Pengamatan satwa (banteng, babi hutan, rusa, jejak-jejak badak jawa dan berbagai macam jenis burung), dan menyelusuri sungai di hutan pantai dan hutan mangrove.
10. Pulau Panaitan; menyelam, berselancar dan jungle tracking.
Ikan ; Banyak sekali jenis-jenis ikan yang sangat menarik terdapat di Taman Nasional Ujung Kulon, baik ikan dari perairan darat maupun ikan dari perairan laut. Jenis-jenis ikan tersebut antara lain ikan kupu-kupu, badut, bidadari, singa, kakatua, glodok dan sumpit. Ikan glodok dan ikan sumpit merupakan dua jenis ikan yang sangat aneh dan unik. Ikan glodok memiliki kemampuan dapat memanjat pohon, sedangkan ikan sumpit memiliki kemampuan menyem-protkan air ke atas permukaan sungai untuk menjatuhkan mangsanya seperti semut dan sejenisnya. Semprotan ikan sumpit yang hidup di sungai Cigenter itu, dilaporkan dapat mencapai setinggi 2 meter.
Wisata
Taman Nasional Ujung Kulon merupakan obyek wisata alam yang menarik. Keindahan berbagai bentuk gejala dan keunikan alamnya seperti sungai dengan jeramnya, air terjun, pantai pasir putih, sumber air panas, taman laut dan peninggalan budaya/sejarah (Arca Ganesha), kesemuanya itu merupakan pesona alam yang sangat menawan.
Masyarakat yang bermukim di sekitar taman nasional sebagian besar adalah suku Sunda Banten yang terkenal dengan kesenian saktinya, yaitu Debus. Masyarakat tersebut pemeluk agama Islam yang kuat, namun mereka masih mempertahankan kebiasaan-kebiasaan, tradisi, dan kebudayaan nenek moyang mereka.
Di dalam taman nasional, ada tempat-tempat yang dikeramatkan oleh sebagian masyarakat, tidak saja masyarakat di sekitar Ujung Kulon tetapi juga masyarakat yang jauh dari Ujung Kulon, dan tempat keramat yang paling terkenal adalah gua Sanghiang Sirah yang terletak di ujung paling barat Ujung Kulon.
Di Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon, tepatnya di puncak Gunung Raksa Pulau Panaitan, terdapat peninggalan budaya/sejarah berupa Arca Ganesha. Patung manusia berkepala gajah itu, sampai saat ini masih banyak dikunjungi wisatawan, terutama mahasiswa. Keberadaan Arca Ganesha ternyata dapat memberikan daya tarik utama bagi mereka yang berkunjung ke Pulau Panaitan. Ganesha Panaitan memang banyak menyimpan misteri karena bentuknya sangat berbeda dibanding dengan patung-patung Ganesha lainnya di Indonesia. Kombonasi keanekaragaman hayati, keindahan panorama alam, dan kekayaan budaya, merupakan modal potensial bagi pengembangan wisata, baik wisata alam maupun budaya.
Beberapa lokasi/obyek yang menarik untuk dikunjungi antara lain :
1. Tamanjaya ; Sebuah desa kecil yang merupakan pintu masuk utama Taman Nasional Ujung Kulon. Terdapat pasilitas pengunjung berupa dermaga dan wisma tamu.
2. Cibiuk; (2 km dari Tamanjaya) terdapat sumber air panas yang biasa digunakan masyarakat untuk mandi berobat karena penyakit kulit.
3. Dungus Balang ; terdapat lokasi berkemah (camping ground) dan disekitarnya mempunyai panorama alam yang menakjubkan.
4. Pantai Kalejetan ; dapat dilakukan surfing dan pengamatan tumbuhan/satwa (melihat banteng di hutan). Terletak ± 11 km atau 3 jam berjalan kaki dari Tamanjaya.
5. Pantai Karang Ranjang ; terdapat pantai gelombang besar tetapi pantainya berpasir, tempat peneluran penyu, pengamatan satwa seperti biawak, kijang, babi hutan, dan lain-lain. Terletak ± 5 km dari Pantai Kalejetan.
6. Cibandawoh ; terdapat pantai yang landai dan bersih, pengamatan satwa seperti kancil, babi hutan, owa dan lain-lain. Terletak ± 6 km dari Karang Ranjang.
7. Pulau Peucang ; Pantai pasir putih, terumbu karang, perairan laut yang biru jernih sangat ideal untuk berenang dengan snorkel, dan menyelam. Terdapat hutan hujan dataran rendah yang asli dengan lantai hutan yang datar.
8. Karang Ranjang-Cibandawoh-Cikeusik-Cibunar-Cidaun-Ciboom-Ciramea-Tanjung Layar ; Menjelajahi hutan, air terjun, menyelusuri sungai, padang penggembalaan satwa, dan tempat peneluran penyu, jungle tracking dan berkemah.
9. Pulau Handeuleum, Cigenter, dan Cihandeuleum ; Pengamatan satwa (banteng, babi hutan, rusa, jejak-jejak badak jawa dan berbagai macam jenis burung), dan menyelusuri sungai di hutan pantai dan hutan mangrove.
10. Pulau Panaitan; menyelam, berselancar dan jungle tracking.
11. Gunung Payung, Gunung Honje, dan Gunung Raksa ; Pendakian dan jungle tracking.
Cara mencapai lokasi
Untuk mencapai Taman Nasional Ujung Kulon ada beberapa jalur yang dapat dipilih, baik jalur darat maupun jalur laut, yaitu;
1. Jalan darat : Jakarta-Anyer-Labuhan-Sumur-Tamanjaya (Taman Nasional Ujung Kulon) dapat ditempuh selama ± 5 jam. Atau Jakarta-Bogor-Rangkas Bitung-Pandeglang-Labuhan-Sumur-Tamanjaya (Taman Nasional Ujung Kulon) dapat ditempuh selama ± 7 jam
2. Jalan laut : Labuhan-Pulau Peucang (Taman Nasional Ujung Kulon) selama ± 5 jam dengan kapal motor nelayan atau 3 jam dengan Speed Boat.
Pengelolaan
Cara mencapai lokasi
Untuk mencapai Taman Nasional Ujung Kulon ada beberapa jalur yang dapat dipilih, baik jalur darat maupun jalur laut, yaitu;
1. Jalan darat : Jakarta-Anyer-Labuhan-Sumur-Tamanjaya (Taman Nasional Ujung Kulon) dapat ditempuh selama ± 5 jam. Atau Jakarta-Bogor-Rangkas Bitung-Pandeglang-Labuhan-Sumur-Tamanjaya (Taman Nasional Ujung Kulon) dapat ditempuh selama ± 7 jam
2. Jalan laut : Labuhan-Pulau Peucang (Taman Nasional Ujung Kulon) selama ± 5 jam dengan kapal motor nelayan atau 3 jam dengan Speed Boat.
Pengelolaan
Taman Nasional Ujung Kulon dikelola oleh Balai Taman Nasional Ujung Kulon, sebagai Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan.
Alamat Pengelola
Kantor Balai Taman Nasional Ujung Kulon
Jl. Perintis Kemerdekaan No. 51 Labuhan, Pandeglang, 42264
Telp. (0253) 81731 Fax (0253) 81042
Frekuensi VHF : 168.475 dan 173.475
Alamat Pengelola
Kantor Balai Taman Nasional Ujung Kulon
Jl. Perintis Kemerdekaan No. 51 Labuhan, Pandeglang, 42264
Telp. (0253) 81731 Fax (0253) 81042
Frekuensi VHF : 168.475 dan 173.475
Sumber : Kementerian Kehutanan RI
No comments:
Post a Comment