Home » , , , , , , , » Meniti Pasir Kerikil Kawah Welirang

Meniti Pasir Kerikil Kawah Welirang

PENDAKIAN GUNUNG WELIRANG
3156 MDPL
KAB. PASURUAN, KAB. MOJOKERTO,
JAWA TIMUR

Mojokerto - Jawa Timur, Pendakian ke Gunung Welirang umumnya merupakan satu paket perjalanan dengan Gunung Arjuno. Pos 3 atau Pos Pondokan merupakan Pos terakhir sebelum summit attack ke Puncak Welirang. Setelah turun dari Puncak Arjuno. Saya kembali ke Pos pondokan. Saat itu waktu masih menunjukkan pukul 13. 40 WIB siang. Hari masih cukup terang meski sedikit berkabut. Jika dilihat waktu, sesungguhnya masih cukup waktu untuk melanjutkan ke puncak welirang, namun karena fisik saya sudah terkuras habis saat ke Gunung Arjuno, saya pun memutuskan untuk menginap satu malam di Pos Pondokan dan melanjutkan perjalanan esok hari.

Peta Gunung Welirang

Pos 3, (Pos Pondokan)
Jalur Pendakian Gunung Arjuno Welirang
Malam itu saya menginap di sebuah musholah. musholah ini dibuat khusus oleh pengelola dan para penambang sebagai fasilitas ibadah untuk siapapun yang beraktiftas disini. Ukurannya tidak begitu besar dan cukup menampung 8 orang jamaah.
Musholah di Pos Pondokan
Karena berada diketinggian, musholah ini sangat lembab dengan kondisi dingin yang menusuk. Untung saja ada musholah ini, jika tidak saya mungkin harus mengemis mencari tumpangan di pondok-pondok penambang atau di tenda pendaki lainnya..hehehe. maklum saja, pada pendakian ini saya tidak membawa tenda dan hanya mengandalkan shelter yang memang tersedia di pegunungan ini. Itupun saya sudah ketahui saat membaca informasi dari berbagai blog pendakian tentang gunung arjuno welirang dimana memang terdapat shelter di pos 3 ini. Pada Malam sebelumnya, saya diberi tumpangan oleh teman pendaki dari Surabaya, namun saat paginya dia sudah kembali turun karena kondisinya kurang fit. Malam itu saya sorang diri di musholah ini dan sesekali ditemani bercerita oleh pendaki yang mampir sholat. Sesekali saya kembali mampir ke warung kopi yang jaraknya cukup dekat dari musolah ini.
Warung Kopi di Pos Pondokan
Ditemani segelas kopi susu dan gorengan, saya bercengkrama dengan beberapa pendaki yang kebetulan sedang nongkrong di warung itu. Malam semakin dingin menusuk disertai dengan kabut yang menyelimuti kawasan pos pondokan itu. Semakin lama, suara riuh di masing-masing tenda perlahan lenyap dan hening. Nampaknya semua orang sudah mulai terlelap tidur. Warung kopi ini nampaknya sebentar lagi akan tutup. Tak berselang lama, saya pun pamit dan kembali menuju ke musholah dimana semua barang-barang saya berada.

Malam semakin larut dan hening. Saya tetap sendirian disini. Dingin yang sangat menusuk cukup mengganggu rasa kantuk saya. Tidak ada posisi tidur yang pas buat saya malam itu. Semuanya membuat saya tidak nyaman. Sepertinya mala mini saya tidak akan tertidur pulas. Rasa dingin tidak bisa terbendung sama sekali. Setiap mata mulai terpejam, tak berapa lama terbangun kembali. Yang ada dalam pikiran saya malam itu ‘ Semoga saja pagi cepat datang ‘.

Sesekali lolongan anjing, mengaum dari ujung-ujung bukit di sekitar area Pos Pondokan ini. Semakin lama semakin mendekat di sekitar musholah tempat saya beristirahat. Waah…semakin mencekam saja mala ini kurasakan. Saat melihat waktu sudah pukul 02.00. dan sepertinya mustahil untuk melanjutkan tidur, maka saya memutuskan untuk begadang saja malam ini. Sebatang rokok pun kunyalakan ditemani dengan kopi susu sachet yang di campur dengan air dingin. Tidak perlu dimasak…yang penting rokok ini tidak sendirian menemani rasa merinding malam ini.

Sesekali saya mencoba tidur kembali, namun semua usaha untuk terlelap sia-sia. Waktu akhirnya menunjukkan pukul 03. 20 dini hari. Dari sekitar area pos pondokan ini sudah terdegar suara kesibukan para pendaki dari tendanya masing-masing. Mereka sepertinya akan melakukan summit attack di saat dini hari yang dingin menusuk ini. Waktu pun terus berjalan dan saya pun tidak bergerak sama sekali dari posisi baring melingkar diselimuti sarung dan dua lapis jaket.

Pagi pun akhirnya tiba, suara riuh para pendaki, telah berlalu beberapa jam lalu. Sejak jam 3 sampai pukul 5 dini hari langkah puluhan pendaki terdengar silih berganti melintas di depan musholah ini.

Sebagian dari mereka ada yang menuju ke Puncak Arjuno dan sebagiannya lagi menuju ke Puncak Welirang.Dingin menusuk sudah terasa berkurang saat mentari sudah menampakkan diri. Perlahan saya keluar dari kepungan sarung yang membekap badan saya semalaman lamanya. Nampaknya Sudah tidak terdengar lagi lalu lalang manusia. Sepertinya semuanya telah beranjak ke puncak. Tinggal saya dan beberapa penambang saja yang berada di pos pondokan ini.

Waktu telah menunjukkan pukul 7 pagi. Badan terasa belum fit setelah bertarung dengan jalur tanjakan ke puncak Arjuno, ditambah lagi dengan rasa kantuk akibat begadang semalaman. Namun itulah suka duka dalam berpetualang. Semua resiko sudah siap dilalui.
Jalur Hutan Cemara
Akhirnya setelah bertanya tanya tentang jalur ke puncak welirang, sekitar pukul 7. 45 pagi saya pun meninggalkan pos pondokan menuju puncak gunung welirang seorang diri. Dibekali dengan sedikit cemilan dan gorengan yang masih panas, langkah pun dimulai perlahan.
Kabut pagi yang menutup tipis sinar mentari mengawali perjalanan ini. Menyusuri hutan cemara yang tak terhitung luasnya. Jalur berkelok-kelok yang dipenuhi bebatuan tumpul dilalui setapak demi setapak.

Jalur Hutan Cemara
Cukup sejuk kurasakan disepanjang jalur ini. Meski sesekali cahaya mentari mengintip, namun tak berapa lama kepulan kabut pun menyambar dan menutupi lereng hutan cemara yang cukup lembab ini. Jalannya semakin menanjak namun terbuka. Terlalu banyak kalimat yang ingin saya ungkapkan saat memandang riuh rindang hutan cemara yang masih meneteskan titik-titik air embun di pagi ini. Sesekali saya duduk bersandar di sebatang pohon tumbang sambil mengisap sebatang rokok dan menikmati gorengan yang tidak hangat lagi.
Jalan Setapak Berbatu
Sesekali, saya berpapasan dengan beberapa penambang yang juga sedang menjelali hamparan batu ini untuk menuju kawah gunung weilirang. Mereka bukan pendaki gunung ,namun aktifitas mereka melebihi pendaki gunung. Sehari-harinya mereka hilir mudik melewati jalur ini sambil menopang gerobak seberat 30-35 Kg. hampir setengah berat badan mereka. Hidup mereka sangat tergantung dengan keberadaan belerang di kawah welirang. Sudah berpuluh-puluh tahun lamanya mereka menggotong dan menggiring kembali gerobak belerang untuk dibawa ke pengumpul. Meskipun terkadang hasilnya tidak sebanding dengan jerih payah, tapi itulah rejeki yang mereka dapatkan yang terus mereka syukuri sampai hari ini.
Penambang Belerang
Sulit memang dibayangkan betapa beratnya beban yang mereka pikul di tambah dengan medan tanjakan berbatu yang berjam-jam harus dilalui. Setiap berpapasan, senyum ramah terlepas dari wajah mereka, tak terlihat beban dan keluh kesah di raut mukanya. Hidup ini haru dinikmati, rejeki itu harus disyukuri, begitu kata mereka saat saya mampir ngobrol sambil bergelak tawa.
Ya Allah, melihat ini semua, saya kembali tersadar atas semua nikmat yang sudah Allah berikan kepadaku. Perjumpaan dengan mereka semoga menjadi peringatan bagi saya untuk selalu mensyukuri nikmat dan titipan yang telah diberikan. Selalulah bersyukur dan janganlah mengeluh…!!
Pemandangan Lereng Gunung Welirang
Sudah lebih 1 jam saya menapaki medan berbatu yang sepertinya tak berhujung ini. Perjalanan sejauh ini masih dengan tipe hutan yang serupa dengan didominasi ekosistem hutan cemara. Menajak dan terus menanjak melewati beberapa bukit sampai masuk pada tipe hutan dengan vegetasi pohon kerdil. Kawasan ini sudah menandakan saya sudah mulai memasuki wilayah puncak meski titik puncaknya masih sekitar 1 jam lagi akan dicapai.

Puluhan pendaki yang telah mencapai puncak berangsur-angsur turun. Silih berganti saya berpapasan dengan meraka. Para pendaki ini sudah memulai perjalanan sejak pukul 04.00 dini hari tadi saat saya masih berkutat kedinginan di dalam musholah.
Penambang Belerang

Penambang Belerang sedang menuju Kawah Welirang

Jalur Penambang Belerang
Beberapa penambang banyak saya temui di perjalalan ini. Seperti halnya penambang sebelumnya yang saya temui, bapak yang satu ini juga sedang bertarung dengan medan menanjak dengan beban gerobak di pundaknya. Jalur pendakian ke Puncak Welirang memang memanfaatkan jalur para penambang belerang yang setiap harinya lalu lalang di jalur ini.
Pos Taman Dewa
Terdapat sebuah area camp yang cukup luas. Oleh pendaki, Tempat ini diberi nama Taman Dewa. Terdapat sisa-sisa perapian para pendaki yang memang terkadang mendirikan tenda di tempat ini. Dari Camp Taman Dewa ini terdapat jalur untuk menuju Puncak Arjuno. Untuk menempuhnya para pendaki akan disuguhi perjalanan panjang yang cukup ekstreme dengan melalui dua puncak yaitu Puncak Kembar I dan Puncak Kembar II. Menurut informasi, untuk menempuh perjalanan ke Puncak Arjuno dari Taman Dewa ini membutuhkan waktu 1 hari 1 malam. Cukup banyak pendaki yang sudah mencoba jalur ini. Namun sangat disarankan untuk kembali saja ke Pos pondokan jika ingin melanjutkan ke Puncak Arjuno.

Di Pos taman dewa ini tidak terdapat sumber air, sehingga pendaki yang akan menginap disini harus membawanya dari Pos Pondokan. Perjalanan saya masih teruskan seorang diri dengan melalui jalur yang membentuk terowongan yang terbentuk dari tanaman-tanaman kerdil yang lebat. Alur jalan setapak ini mengitari bukit dengan medan tidak berbatu lagi. Sesekali datar dan sesekali pula menanjak landai.
Jalur Terowongan Berlumut
Tipe jalurnya sangat unik. Seakan saya akan menuju ke sebuah istana kerajaan di atas gunung sana. Kurang lebih 20 menit saya melewati jalur setapak seperti ini. rasa-rasanya saya sedang tidak berada di hutan. sepertinya saya sedang menuju ke sebuah negeri dongeng yang banyak peri dan dayang-dayang..hehehe...
Jalur Terowongan
Perjalanan sudah mulai memasuki hutan terbuka. jalur berliku-liku mulai saya lewati perlahan. melewati sisi-sis punggungan dengan jurang yang sangat terjal di sisi kirinya. Jalur pendakian masih mengikuti jalur gerobak penambang. jalurnya cukup rapi dan landai. Setapak ini membentuk sebuah jalan terowongan dengan medan tanah dengan sedikit bebatuan.
Pemandangan Asap Belerang
Sekitar dua jam perjalanan, tibalah saya di tempat terbuka dengan sedikit pepohonan. Dari kejauhan terlihat kepulan asap yang sepertinya itu adalah semburan belerang dari kawah welirang. Nampaknya masih jauh perjalanan yang akan saya tempuh. Tapi saya tetap semangat meskipun terik mentari sudah mulai menyengat. Kabut-kabut tadi sepertinya hanya ada di hutan cemara. Di area terbuka ini hanya panas dan sedikit angin yang menemani.
Melewati Jalur Sisi Pegunungan
Sepi rasanya perjalanan ini, tak ada teman bercengkrama. Sebatang rokok pun kembali kuhisap dengan ditemani sebuah gorengan tahu isi terakhir di dalam tas kecil yang kubawa ke puncak. Beberapa tegukan air jeruk sepertinya cukup untuk kembali memulai langkah memasuki medan yang cukup berdebu.
Goa di Kaki Kawah Puncak Welirang
Terdapat sebuah area yang cukup luas menyerupai pos taman dewa di bawah. Namun disini tidak kulihat sisa-sisa bekas camp para pendaki. Dari tempat ini terdapat sebuah goa yang cukup besar. Tinggi Mulut goanya sekitar 8 Meter. Goa ini berada di bawah area kubah pasir puncak gunung welirang. Terdapat sebuah aliran air dari ornament pada langit-langit goa. Meskipun tidak begitu deras namun airnya terus mengalir dan bisa dimanfaatkan oleh para pendaki. Ternyata saya tidak sendirian di tempat ini, beberapa menit kemudian saya berpapasan dengan dua pendaki cantik dari Inggris yang sedang melakukan penelitian. Mereka adalah mahasiswi yang sedang mengamati belerang di sekitar kawah gunung welirang. Selelah ngobrol sebentar, saya pun beranjak dan melanjutkan perjalanan.
Jalur Menyusuri Kawah Puncak Welirang
Medan kali ini adalah tantangan terakhir sebelum sampai di titik tertinggi gunung welirang. Batas vegetasi sudah dilewati dimana jalur bibir kawah belerang sudah siap menanti. Tidak ada tumbuhan sama sekali yang ada hanya hamparan pasir keras dan batu-batu kerikil. Di kiri dan kanan tak henti-hentinya kepulan asap belerang melintas dan berputar-putar di jalur pendakian. Tidak ada pilihan selain menerobos kepulan asap itu. Napas sesekali ditahan sambil menutup hidung dan wajah denga syal. Aroma kecut dan menyengat mewarnai perjalanan menuju puncak. Betul-betul suatu tantangan yang penuh dengan resiko.
Menapaki Jalur Berbatu ke Puncak Welirang
Dari kejauhan terlihat sebuah bendera merah putih dan dua orang pendaki yang sepertinya akan segera meninggalkan puncak. Meskipun sudah terlihat, namun masih sangat jauh untuk mencapainya. Tantangan serupa masih banyak akan dilewati. Sontak saya memberikan teriakan kepada kedua pendaki tersebut untuk tidak meninggalkan puncak dan menunggu saya tiba. Maklumlah, karana saya seorang diri, saya ingin ada teman di puncak meski hanya sebentar.
Kawasan Bibir Kawah Puncak Welirang
Akhirnya saya pun berlari tanpa perduli dengan asap belerang yang terus mendesir meliuk-liuk di sepanjang jalur ke puncak. Jalur menanjak berbatu seakan tak dirasakan terlewati begitu cepatnya. Semakin mendekati puncak, maka semakin jelaslah terlihat kawah puncak welirang yang tak henti-hentinya melontarkan asap belerang.
Menapaki Jalur Berbatu ke Puncak Welirang
Tapak kakiku pun akhirnya berpijak juga di Puncak Gunung Welirang. Dua pendaki tersebut kusapa dan segera kupernalkan diri. Mereka adalah pelajar yang berasal dari Kab. Gresik. Setelah saya meminta tolong untuk difoto dan berfoto bersama, mereka pun akhirnya meninggalkan puncak. Tinggallah saya seorang diri ditemani asap-asap belerang yang tak henti-hentinya saling berkejar-kejaran mengelilingi kawasan puncak welirang ini.
Pemandangan Gunung Arjuno dari Puncak Welirang
Pemandangan Gunung Arjuno dari Puncak Welirang
Hampir 2 jam lebih lamanya saya menempuh perjalanan dari Pos pondokan tadi. Cukup melelahkan namun sepanjang jalan saya disuguhi panorama alam yang memanjakan mata terlebih lagi saat berada di puncak ini. Sejauh mata memandang terlihat puncak-puncak gunung dari kejauhan. Puncak gunung arjuno yang kutapaki 2 hari yang lalu tampak megah tertutupi kabut.
Puncak Gunung Welirang dengan Latar Gunung Arjuno dan Gunung Semeru
Dari arah tenggara terlihat kubah Gunung Semeru di Lumajang yang sudah pernah kudaki tahun 2010 silam, dari arah timur tampak Gunung Argopuro di Situbondo. Disekeliling mata memandang kusaksikan puncak-puncak gunung yang megah berdiri. Inilah Pulau Jawa dengan ratusan gunung-gunung yang menjulang.
Puncak Gunung Welirang dengan Latar Gunung Argopuro
Gunung welirang berada di Kab. Pasuruan dan Kab. Mojokerto. Gunung Welirang dan Gunung Arjuno masih dalam satu rangkaian pegunungan dimana letaknya bersebelahan. Puncak Gunung Welirang memiliki ketinggian 3156 MDPL. Kawasan Puncak Gunung Welirang merupakan hamparan pasir berbatu yang memiliki kawah aktif di tengahnya. Semburan asap belerang terus keluar dari beberapa titik di dalam kawah maupun di bibir kawah.
Puncak Gunung Welirang, 3156 MDPL
Berbeda dengan puncak Gunung Arjuno yang memiliki karakteristik berbatu, kawasan puncak Gunung Welirang merupakan hamparan pasir berbatu yang sangat luas. Lokasi puncaknya merupakan sebuah bibir kawah yang tepat didepannya terdapat kaldera yang masih aktif menghamburkan material terutama belerang. Di titik ketinggiannya tidak terdapat trianggulasi, yang ada hanya sebuah tiang kecil yang diapit dengan bebatuan.
Asap Belerang di Kawah Gunung Welirang
Keberadaan kawah belerang di puncak ini menjadi sumber pendapatan dari warga setempat. Puluhan penambang setiap harinya hilir mudik dari Pos Pondokan ke kawah welirang untuk mengambil bongkahan atau serpihan belerang. Hawa dan aroma belerang sepertinya sudah menyatu dengan nafas mereka demi menyambung hidup. Sejak masih muda sampai sudah memiliki anak mereka terus melakoni aktifitas ini. Seakan tak perduli dengan resiko yang bisa saja terjadi di kawah yang aktif tersebut, atau seakan tak perduli dengan gangguan pernapasan dan paru-paru akibat menghirup zat secara berlebihan. Namun itulah kuasa Allah SWT, semuanya tidak kurang satu apapun, dan para penambang selalu dalam lindungan Nya..
Puncak Gunung Welirang, 3156 MDPL
Tidak dapat terucap dengan kata-kata saat saya melihat tampilan alam yang tampak seperti lukisan. Sangat memukau dan memanjakan mata. Gunung-gunung tegak berderet, kabut tipis menyelimuti lereng-lereng pegunungan, suara desiran angin yang saling berkejaran dengan asap belerang, mendesis dan mengeriak. Akhirnya lelah ini terbayar lunas saat menapakkan kembali kaki saya di salah satu puncak aktif di Pulau Jawa.
Puncak Gunung Welirang, 3156 MDPL
Semuanya hanya dapat saya saksikan saat berada di puncak-puncak tertinggi. Perjalanan ke Puncak Gunung Welirang memberikan saya pengalaman dan pelajaran baru tentang bagaimana kita bersyukur dan bersabar dalam menghadapi kehidupan. Banyak cerita yang akan saya tuturkan kepada teman-teman, keluarga tentang perjalanan saya seorang diri ke tempat ini. Semoga pengalaman pendakian ini dapan menjadi motivasi saya dalam mengarungi kehidupan.
Puncak Gunung Welirang, 3156 MDPL
Semoga pendakian ini semakin memperteguh iman dan dan ibadah kami. Terima Kasih Ya Allah atas nikmat puncak yang Engkau telah berikan. Terima kasih atas puncak Ke- 16. Semoga langkah kakiku akan menuntunku kembali lagi kesini. Amin Ya Rabbal Alamin....Salam Lestari...Allahu Akbar...!!!!
Baca Sebelumnya << Pendakian Gunung Arjuno>>
 
Pendakian Gunung Arjuno

Penulis : Muhammad Dagri Nizar

Baca Juga :

Gunung Agung Gunung Balease Gunung Bawakaraeng
Gunung Lompobattang
Gunung Latimojong Gunung Mekongga
Gunung Ciremai Gunung Semeru Gunung Rinjani
Gunung Slamet Gunung Sindoro Gunung Tambora
Gunung Sumbing Gunung Tolangi Gunung Welirang
Gunung Arjuno

No comments:

Post a Comment

Flag Counter