Home » , , , , , , » Napak Tilas "Jejak Pandawa" di Puncak Arjuno

Napak Tilas "Jejak Pandawa" di Puncak Arjuno

PENDAKIAN GUNUNG ARJUNO
3339 MDPL
KAB. MALANG, KAB. PASURUAN,
JAWA TIMUR


Pasuruan - Jawa Timur, Sudah lama aku menghayalkan, kapan saya bisa menapaki Gunung yang penuh cerita klasik masa lalu yang konon menurut sejarah pernah di sambangi oleh Pangeran Arjuna, seorang pangeran Pandawa di Kerajaan Hastinapura dari kisah Mahabharata. Konon, kala itu, Menurut cerita klasik leluhur tanah jawa, Salah satu tempat pengasingan Pangeran Arjuna saat mencari tempat untuk bersemedi yaitu sebuah puncak gunung di Pulau Jawa yang belakangan diberilah nama Gunung Arjuna. Legenda itulah yang melekat dan menjadi kisah sejarah para leluhur hingga saat ini.
 

 Lokasi Gunung Arjuno
Sebelum mendaki ke Gunung ini, banyak cerita dan kisah yang saya baca diberbagai sumber mengenai Gunung Arjuno dan Gunung Welirang, baik sisi sejarah masa lalu, Jalur-Jalur pendakian, Sisi mistik dan spiritual dan kisah masa jaman Kerajaan Singosari dan Majapahit yang konon berada di kaki Gunung Arjuno. Gunung ini Terletak di Kabupaten Malang dan Pasuruan, Provinsi Jawa Timur dengan ketinggian 3339 MDPL.
Waktu pun berjalan, Akhirnya kesampaian juga. Akhir bulan februari 2019, kebetulan teman mengajak saya untuk mengikuti kegiatan di surabaya selama 3 hari. Tanpa berpikir panjang saya langsung mengiyakan ajakan tersebut. Perlengkapan standar pendakian pun segera aku siapkan berikut dengan beberapa pakaian saat disana nanti.

Hari Selasa, Tanggal 26 Februari 2019, Saya pun bertolak ke Surabaya. Setelah mengikuti kegiatan, pada hari jumad, tanggal 1 Maret 2019, rencana pendakian pun dimulai. Pendakian ini terpaksa saya akan lakukan sendiri, berhubung semua teman yang saya hubungi tidak bisa mendampingi saya saat perjalanan nanti. Namun sebelumnya saya telah mengumpulkan banyak informasi tentang pendakian ke Gunung Arjuno dan Gunung Welirang, baik dari internet dan teman-teman pendaki di Surabaya yang sudah pernah mendaki kesana.

Sore itu, saya bergerak dari rumah kontrakan adik saya di daerah Kedung Tarukan I, Surabaya. Kebetulan adik saya sedang menyelesaikan studi spesialis Kedokteran Gigi di UNAIR. Dengan menumpang Grab Bike saya menuju ke Terminal Bungurasih, Surabaya. Ongkosnya sekitar RP. 28 K. Cukup mahal, karena lumayan jauh. Terminal Bungurasih berada di wilayah Surabaya selatan dan menurut informasi merupakan Terminal terbesar di Asia Tenggara.

Sekitar 40 Menit sampailah saya di Terminal Bungurasih dengan melalui jalan yang sangat Muaaceeett, karena bertepatan dengan aktiftas pulang kerja. Saat di Terminal, saya sempat bingung mau menuju ke Portal mana, soalnya Terminal ini sangaat luas dan di penuhi ratusan bus dari segala penjuru daerah di Pulau Jawa. Setelah bertanya-tanya akhirnya saya diarahkan oleh seorang petugas Dishub ke Portal jurusan Pandaan, Pasuruan.

Terminal Bus Bungurasih, Surabaya
Suasana Terminal begitu sibuk oleh lalu lalang manusia yang akan berangkat maupun yang baru saja tiba. Saat sedang menunggu Bus, diantara calon penumpang terlihat seorang pemuda yang sedang duduk di tangga dengan gaya seragam yang tidak asing. Memakai baju lengan panjang, dan celana punting serta Sepatu lapangan. Yang paling memperjelas dari semuanya adalah dia membawa ransel. Segera saja saya samperin. Dan ternyata betul dugaan saya. Dia juga berencana mendaki ke Gunung Welirang. Namanya Mas Yudha, dia tinggal di Surabaya. Dia seorang sarjana teknik yang juga seorang pendaki gunung.
Akhirnya saya pun tidak sendirian. Ditemani dengan Mas Yuda, kami pun menumpangi Bis jurusan Pandaan. Ongkos perorangnya yakni Rp. 7 Ribu. Lumayan murah dengan fasilitas nyaman dan BerAC. Perjalanan melalui jalur utama dan beberapa jalan tol dari Surabaya ke Sidoarjo. Sekitar pukul 19. 30 Malam, akhirnya kami tiba di Simpangan Taman Dayu Pandaan, Pasuruan. Suasana ditempat itu sangatlah ramai oleh aktifitas manusia dan kendaraan. Kami masih harus berganti kendaraan kearah Pos Izin Pendakian di Tretes. Namun sebelum itu saya sempat singgah di Indomaret untuk membeli kebutuhan logistic saat pendakian nantinya.
Beberapa ojek yang mangkal di depan Indomaret menawarkan jasa kepada kami. Karena sudah malam, tarifnya lumayan mahal, yaitu Rp. 50 ribu per/Orang, yang umunnya hanya Rp. 30 ribu saat siang hari. Tidak ada pilihan angkutan selain ojek itu. Jadi segeralah kami minta diantar ke Pos Izin di Tretes.
Perjalanan menuju tretes menanjak landai dan landai. Jalur melewati titik-titik keramaian dan aktifitas kota. Hawa sejuk sudah mulai terasa saat ojek yang kami tumpangi melalui tanjakan yang berliku-liku. Ini menandakan, kami sudah mengarah ke kaki gunung.

Pos Perizinan Gunung Arjuno Welirang, Tretes, Pasuruan
Tidak sampai stengah jam, tibalah kami di Tretes tepatnya di Pos Izin Pendakian Gunung Arjuno Welirang. Saat itu menunjukkan pukul 20.15 Malam. Terlihat beberapa pendaki berada di Pos Izin itu, ada yang juga baru tiba, ada juga yang baru akan memulai perjalanan. Kami pun langsung mengisi registrasi pendaki dan menyerahkan Foto Copy KTP serta biaya retribusi sebesar Rp. 5 ribu/orang.
Sepertinya malam inilah pendakian akan kami mulai. Tidak menunggu esok pagi lagi. Sudah menjadi hal yang lumrah bagi teman-teman di Jawa jika melakukan perjalanan malam hari. Tapi sebelumnya, kami mampir di sebuah warung nasi untuk makan malam dan ngopi. Berhubung di area ini nampaknya sebentar lagi akan turun hujan.
Disekitar Pos Izin merupakan daerah yang padat dan ramai oleh kesibukan aktifitas manusia. Karena merupakan kawasan wisata Tretes, terdapat sekitar 5 Hotel dan puluhan penginapan. Beberapa tempat perbelanjaan seperti Indomaret terdapat juga di tempat ini. Sementara untuk warung makan dan kios tidak terhitung jumlahnya, sehingga dipastikan pengunjung di tempat ini khususnya pendaki tidak bakalan kekurangan makanan.
Sekitar pukul 10.00 Malam, saat hujan sudah mulai reda, kami pun siap memulai pendakian. Sebelumnya kami memastikan kembali seluruh barang bawaan agar tidak ada yang ketinggalan. Jalur tanjakan landai mengawali langkah kami. Pijaran senter menerangi jalan setapak dengan paving blok yang cukup tertata rapi. Masih terdengar riuh aktifitas keramaian dibawah sana. Lampu-lampu kota dan suara music dari beberapa hotel masih terdengar ditelinga kami. Jalur awal ini menuntun kami ke jalur semak-semak yang selanjutnya akan mengarah ke kiri ke jalur utama pendakian.

Pos 1, (Pet Bocor)
Jalur Pendakian Gunug Arjuno Welirang, Via Tretes
Di jalur utama pendakian, kondisinya tidak seperti jalur pertama tadi. Di jalan ini, cukup lebar, seukuran mobil truk yang memang terkadang melintas di jalan ini. Tidak sampai 30 menit sampailah kami di Pos 1. Pos ini dikenal dengan nama Pet Bocor. Terdapat 2 buah shelter yang cukup besar dan sumber air dari sebuah pipa dengan air yang berlimpah. Lokasinya sangat luas dengan sebuah tanah lapang yang bisa menampung puluhan tenda. Saat kami tiba di sini terdapat sebuah tenda dan beberapa pendaki yang memang sengaja menginap di tempat ini.
Pos Izin Perhutani, Via Tretes
Perjalanan terus kami lanjutkan dengan jalur yang masih landai. Sekitar 5 menit kemudian, sampailah kami di Pos Izin Perhutani. Di Pendakian Gunung Arjuno Welirang terdapat dua Pos Izin. Pos Izin pertama yaitu Pos Izin untuk Desa , dan yang kedua yaitu Pos Izin Perhutani. Kompleks Pos Izin perhutani ini terbilang luas. Terdapat kurang lebih 4 shelter semi permanen dan sebuah Pos Jaga. Para pendaki wajib melapor di Pos ini dan membayar Retribusi + asuransi sebesar Rp. 10 ribu/Orang. Banyak fasilitas yang disediakan di Pos Izin Perhutani ini seperti shelter, musholah, WC dan kamar mandi. Kami sempat singgah istirahat dan sholat Isya di musholah Pos ini.
Waktu sudah menunjukkan pukul 11.00. kabut perlahan lahan turun menambah kegelapan malam yang semakin dingin. Langkah perlahan kami pacu menapaki jalur berbatu yang sepertinya tak berhujung. Jalur berbatu inilah yang sangat identik dan dikena oleh seluruh pendaki. Bagaimana tidak, kami harus menanjak jalur berliku-liku berbatu yang tak tersusun rapi. Hanya cahaya senterlah yang menuntun kami memilih pijakan yang tepat agar tidak terpeleset di bongkahan-bongkahan ini.
Waktu menunjukkan hamper pukul 12.00 malam. Dari kejauhan kami melihat pijaran cahaya senter yang liar menyorot ke udara. Sesekali terdengar sayup-sayup suara manusia dari atas sana. Mereka juga adalah para pendaki yang seperti halnya kami sedang bertarung dengan fisik untuk melewati jalur berbatu ini. Tak berselang lama rombongan pendaki tersebut berhasil kami dekati. Mereka terlihat sedang istirahat dengan sebatang rokok dan minuman hangat. Mereka berasal dari berbagai daerah dengan tujuan sama untuk ke Puncak.
Perjalanan sudah mulai memasuki hutan terbuka. Sudah tidak tampak pohon-pohon besar, yang ada hanya tanaman-tanaman semak yang tidak begitu tinggi. Kondisi jalan setapak sudah tidak beraturan. Batu-batu tidak tersusun rapi dan berserakan tak berbentuk sebuah jalan. Ini sangat menyusahkan langkah kami. Ditengah malam yang gelap gulita dan pijaran senter yang mulai meredup kami harus tetap focus dan berhati-hati melangkah ditengah jalan berbatu yang semakin menajak terjal.
Waktu telah menunjukkan sekitar pukul 01.00 malam, saya dan mas yuda sebenarnya sudah lelah, tapi target kami belum tercapai untuk sampai di Pos 2. Sesekali di tengah jalan kami duduk dan terbaring sambil menenguk air mineral dan mengepulkan sebatang rokok.
Masih dengan jalur yang sama, setapak demi setapak kami lewati dengan langkah gontai, disaat waktu sudah menunjukkan hampir pukul setengah 2 pagi. Rasa lega terpancar saat dari kejauhan kami mendengar suara riuh dan aktiftas manusia. Tidak salah lagi, itu adalah Pos 2. Segera kemudian langkah dipacu dan terus dipacu, tak perduli dingin malam yang semakin menusuk. Dan alhamduliilah, sekitar pukul 2 pagi sampailah kami di Pos 2. Saat kami tiba, suara riuh yang kami dengar tadi dari bawah berubah dengan keheningan. Sepertinya semuanya sudah mulai tertidur lelap. Kami yang sudah capek dan mengantuk ditambah dengan dingin menusuk yang menyelimuti malam, maka segera mendirikan tenda dan tak ada aktiftas selanjutnya selain tidur.
Pos 2, Kop Kopan, Jalur Pendakian Gunung Arjuno Welirang

Terdengar suara riuh dan lalu lalang serta kesibukan di Pos 2 ini. Gelak tawa dan langkah serta gesekan-gesekan alat masak mulai makin nyaring terasa disekeliling tanah lapang ini. Saat saya dan mas yuda masih tergeletak setengah sadar di dalam tenda. Sepertinya kami masih belum sanggup untuk terlepas dari rasa capek dan ngantuk berat. Mata kami baru saja tertutup rapat saat jam 3 dini hari tadi. Tapi mentari terus beranjak naik, dan sinarnya akhirnya menembus kedalam celah tenda.
Pemandangan Gunung Penanggungan di Mojokerto dari Pos Kop Kopan

Saat membuka tirai tenda. Masha Allah, aku takjub melihat tampilan memukau di depan mata. Gunung Penanggungan di Mojokerto tegak berdiri diselimuti awan. Dari kejauhan sana tampak deretan kota-kota yang melintang dan membujur seperti tak berhujung. Inilah Jawa Timur dengan kepadatannya.
Pos 2, Kop Kopan, Jalur Pendakian Gunung Arjuno Welirang
Suasana di Pos 2 pagi ini lumayan ramai. Sekitar 10 tenda dengan puluhan pendaki menghabiskan malamnya di Pos 2 ini. Tanah lapang ini merupakan Pos 2 Pendakian Gunung Arjuno Welirang. Dan dikenal dengan nama Kop Kopan. Umumnya pendaki selalu menginap di tempat ini sebelum melanjutkan ke Pos 3. Sumber air sangat melimpah disini. Terdapat sebuah kali kecil dengan air pancuran yang tidak pernah berhenti memancarkan air jernih untuk dikonsumsi oleh para pendaki.
Sumber Air di Pos Kop Kopan

Disekitar lokasi ini, didominasi oleh tanaman semak dan ilalang. Sangat jarang pohon-pohon besar sehingga pemandangan sangat lepas dan terbuka. Terdapat Sebuah shelter penambang belerang. Biasanya, pendaki yang tidak membawa tenda selalu menginap di dalam shelter ini. Karena tempatnya cukup luas, Pos Kop-Kopan ini juga biasa menjadi tempat transit hasil tambang yaitu belerang sebelum diturunkan ke desa.
Pos 2, Kop Kopan, Jalur Pendakian Gunung Arjuno Welirang
Waktu pun terus beranjak naik. Kebanyakan pendaki sudah meninggalkan Pos Kop Kopan ini menuju Pos 3. Meskipun cuaca cerah dan matahari menyorot tajam, namun kondisi disini tetaplah dingin menggetarkan. Nasi goring yang kami bungkus saat makan di warung semalam menjadi sarapan pagi kami ditambah dengan sebungkus mie instant goreng. Segelas kopi berdua dan dua batang rokok menutup suasana pagi di Pos Kop Kopan ini.
Pos 2, Kop Kopan
Pos 2, Kop Kopan
Pos 2, Kop Kopan
Jalur menanjak menuju Pos 3

Satu persatu batu mulai kami pijak perlahan. Hari ini jalur pendakian masih bermain di jalur mobil jeep pengangkut belerang. Berbeda saat berjalan gelap semalam, pagi ini kami cukup leluasa memilih pijakan di jalur berkelok-kelok itu. Menanjak dan terus menanjak. Sesekali suasana cerah menyala dan dalam sekejab kabut tebal dating menutupi pandangan. Itulah nuansa yang mengiringi pendakian ini.
Jalur menanjak menuju Pos 3

Sepertinya jenuh juga dengan model jalur seperti ini. Sangat monoton. Jalur berbatu sepanjang jalan. Di kiri kanan hanya ada semak dan ilalang. Sesekali terdengar aliran air yang memang cukup berimpah di jalur pendakian ini. Saat memoleh kebelakang. Hati pun terhenyak melihat tampilan alam yang sunggu meanjakan mata.
Jeep pengangkut belerang
Saat mentari berada tepat diatas, awan hitam tiba-tiba menggelapkan langit. Sesaat kemudian kabut tebal menutupi sekitar. Gerimis kemudian rintik-rintik datang begitu cepatnya. Tak berselang lama hujan menghujam deras, membasahi seluruh area hutan cemara di kaki gunung itu. Disertai petir dan Guntur, air turun dengan derasnya sampai membentuk saluran air di jalur pendakian. Pakaian kami tentunya basah kuyup, namun tidak dengan barang bawaan yang sudah dikemas dengan safety.
Jalur menanjak menuju Pos 3
Jalur menanjak menuju Pos 3

Perjalanan masih terus dilanjutkan walau kondisi hujan deras yang sepertinya masih mash akan terus turun. Jalur berbatu masih terus menuntun langkah kami untuk menuju ke Pos 3. Terkadang terdapat jalur landai lalu kembali ke jalur tanjakan panjang. Sepanjang mata memandang, hanya ada hamparan hutan cemara yang membentang luas menutupi sebagian besar gunung ini. Rasa dingin yang menggetarkan terus dilawan dengan langkah yang terus dipacu.

Bersama Rombongan Pendaki Madura
Bersama Rombongan Pendaki Madura
Pos 3, Pondokan
Pos 3, Pondokan
Akhirnya sekitar pukul 14.00. sampailah kami di Pos 3 Pendakian Gunung Arjuno Welirang. Suasana ramai sangat terasa di Pos 3 ini. Puluhan pendaki yang sudah tiba lebih dahulu tampak sudah mendirikan tenda. Pos 3 ini dikenal juga dengan nama Pos Pondokan. Terdapat setidaknya puluhan pondok penambang belerang. Mereka mendirkan pos penampungan belerang di tempat ini yang dambilnya dari kawah Gunung Welirang.
Warung Kopi di Pos Pondokan

Suasana dingin bercampur hujan masih menyelimuti area pondokan ini. Dari kejauhan, terlihat kebanyakan pendaki berkumpul pada sebuah pondok kecil. Semakin lama pondok itu semakin ramai saja. Coba kuhampiri, ternyata pondok itu adalah sebuah warung. Aneka gorengan seperti tahu ini dan bakwan yang masih hangat disediakan disini. Kondisi dingin menusuk seperti ini sontak terobati tatkala pesanan minuman hangat dan gorengan pedas langsung tersaji. Tak perlu repot-repot membuat perapian atau memasak. Cukup mengeluarkan kocek 2 ribuan untuk gorengan, 4 ribuan untuk kopi dan sejenisnya serta 6 ribuan untuk mie rebus.
Pa De' Pemilik Warung Kopi di Pos Pondokan

Para pendaki dengan lahapnya menyantap satu persatu gorengan. Perjalanan melelahkan dari Pos Kop Kopan tadi yang diguyur hujan lebat langsung terobati ketika meneguk segelas kopi dan aneka gorengan. Pondok ini milik seorang penduduk yang dulunya juga berprofesi sebagai penambang namun sudah berhenti beberapa tahun lalu. Ia berjualan bersama anak lelakinya. Warung ini hanya terbuka pada saat akhir pekan saja, yaitu jumad sampai minggu, saat puluhan bahkan ratusan pendaki sedang ramai-ramainya di Pos Pondokan ini. Keberadaan warung ini cukup membantu. Selain untuk pendaki, warung ini juga dimanfaatkan oleh para penambang yang kekurangan logostik saat berada di Pos Pondokan ini.
Rumah "The Hobbit" di Pos Pondokan
Ngecamp di Samping Warung Kopi
Disekeliling Pos Pondokan merupakan hutan cemara yang berhektar-hektar luasnya. Terdapat juga sumber air pegunungan berupa sungai kecil yang tidak pernah pernah berhenti mengalir. Puluhan penambang juga tampak hilir mudik ditempat ini. Sebuah kendaraan jeep tampak parker di depan warung yang baru saja mengantarkan pendaki dari Pos Izin ke Pos Pondokan ini. Di Pendakian Gunung Welirang ini terdapat juga jeep yang biasa melintas. Sesungguhnya jeep ini diperntukkan untuk mengangkut belerang dari Pos Pondokan ke penampungan di bawah. Namun sesekali juga mengantar para pendaki ke Pos Pondokan. Tarifnya yaitu Rp. 50 ribu per orang. Namun, sepertinya nilai petualangannya sudah kurang jika menggunakan bantuan kendaraan.
Saat saya tiba, sesungguhnya waktu masih cukup untuk melanjutkan ke Puncak Welirang. Namun karena kondisi hujan dan dingin serta badai sehingga saya menutuskan untuk beristirahat dan melanjutkan perjalanan esok hari saja.
Saya dan mas yudha segera mendirikan tenda tepat disebelah warung tersebut. Kondisi dingin sepertinya tidak akan berhenti. Malahan semakin menusuk seiring waktu yang semakin sore. Semakin menjelang malam. Puluhan pendaki perlahan tiba di di Pos Pondokan. Mereka berasal dari berbagai penjuru di Pulau Jawa.
Malam pun tiba. Lampu-lampu tenda tampak berpijar. Masing-masing pendaki sudah berada di dalam tenda masing-masing. Hanya sedikit yang berlalu lalang di sekitar Pos Pondokan ini. Sangat sulit membendung kondisi dingin yang menggetarkan ini. Terlihat warung kopi masih terbuka. Terlihat beberapa pendaki saja yang sedang ngobrol mengunggu waktu kantuk.
Saat dini hari, waktu menunjukkan Pukul 03.00. sayup-sayup terdengar kesibukan para pendaki. Ternyata mereka akan memulai perjalanan ke puncak hari ini. Ada yang ke Puncak Arjuna, ada juga yang ke Puncak Welirang. Bahkan sampai matahari terbit, iring-iringan pendaki masih terus ada yang menuju Puncak. Pos Pondokan ini menjadi Pos terkahir pendaki sebelum summit attack ke Puncak Welirang dan Arjuno. Barang-barang pendaki ditinggalkan di Pos ini. Hanya untuk keperluan puncak saja yang dibawa serta.
Meninggalkan Pos Pondokan menuju Pos Lembah Kidang
Pagi itu saya terlambat bergerak. Waktu sudah menunjukkan pukul 7. 15 pagi. Semua rombongan pendaki telah lama berlalu menuju puncak. Saya pun meyakinkan diri untuk bisa ke puncak seorang diri. Dengan bermodal keyakinan, saya pun mulai melangkah perlahan memasuki hutan cemara dengan jalur cukup landai. Suasana rimbun dan sejuk tersaji sepanjang mata memandang.
Pemandangan Pos Pondokan
Melewati Jalur Hutan Cemara
Selamat Datang di Lembah Kidang
Lembah Kidang, Kaki Puncak Arjuno
Lembah Kidang, Kaki Puncak Arjuno
Sekitar 10 menit kemudian, pandangan mata saya terkagum kagum oleh pemandangan hijau nan asri. Tanah lapang dengan rerumputan hijau membentang luas dan sangat luas. Hutan cemara berderet rapi membatasi tanah lapang yang luas ini. Dengan latar puncak gunung arjuno menambah keelokan tanah lapang ini. Tempat ini diberi nama Pos Lembah Kidang. Tempat ini merupakan hamparan padang rumput nan luas yang dulu biasa menjadi tempat berkumpul para kijang yang konon ramai berkeliaran di area ini. Saat ini kijang-kijang itu sudah jarang tampak. Mungkin saja sudah berkurang oleh perburuan liar atau mungkin mereka bermigrasi karena wilayah ini sudah terkesan bising oleh aktiftas manusia.
Lembah kidang merupakan Pos terakhir sebelum menuju Puncak Gunung Arjuno. Selain Pos Pondokan, Pos Lembah Kidang ini bisa juga menjadi Pos terakhir bagi para pendaki sebelum ke Puncak Arjuno. Suasana di tempat ini sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata. Pendaki akan dimanjakan dengan keelokan panorama alam. Padang rumput hijau, hutan cemara, gemericik air sungai kecil yang banyak mengalir di tempat ini. Kondisi dingin tidak terelakkan lagi. Kabut dan angin tak henti-henti menyejukkan tempat ini.

Lembah Kidang, Kaki Puncak Arjuno
Lembah Kidang, Kaki Puncak Arjuno
Saya terus melangkah membelah jalur padang rumput yang landai kemudian agak menanjak. Di depan berdiri tegak kawasan puncak Gunung Arjuno dengan lereng yang curam. Tampak jalur menanjak terjal yang sempat melemahkan nyali saya. Sesekali gerimis dan kabut silih berganti turun. Setelah lepas dari padang rumput, jalur kemudian mulai memasuki tanjakan panjang. Medan tanah lembab dan sedikit basah karena hujan semalam selangkah demi selangkah saya lewati.
Tanda Peringatan di Jalur menuju PuncakArjuno
Saya tetap fokus dan konsentrasi pada jalur yang ditandai dengan string line. tidak ada teman bercerita. Sepi dan sepertinya hanya saya yang beraada di hutan ini. Saya hanya tetap meyakinkan diri saya untuk bisa melewati tantangan ini. Semakin menanjak maka semakin dinginlah semuanya. Saya tidak berapa suhu saat itu. Seluruh anggota tubuh terasa bergetar dengan sendirinya.

Sesekali saya berpapasan dengan beberapa pendaki yang baru akan ke puncak juga. Sempat kami berbarengan namun tidak lama saya jauh mendahului mereka. Tidak lama kemudian saya bertemu seorang ibu paruh baya yang melangkah gontai. Dia terlihat sendirian, namun dia mengaku jalan dengan rombongan. Sempat saya berjalan beriringan namun tidak berapa lama dia meminta saya untuk terus saja berjalan, karena dia banyak beristirahat.


Jalur Menyusuri Hutan Cemara
Sekitar 1,5 jam perjalanan terdengar suara sahut menyahut pendaki dari arah atas. Sepertinya sudah ada pendaki yang menyelesaikan pendakian ini. Kami pun berpapasan dan seketika itu saya bertanya kepada mereka “apakah puncak masih jauh”? ternyata mereka tidak satu pun yang berhasil sampai kepuncak. Mereka berjumlah sekitar 10 orang. Mereka berasal dari MPA Daun Lontar Tuban. Beberapa anggota tim mereka ada yang terkena hipotermia sehingga mereka memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan dan kembali ke Pos Pondokan. Padahal mereka sudah memulai perjalanan sekitar pukul 05.00 dini hari. Yah. !! Begitulah pendakian, selalu saja ada kondisi yang tidak diinginkan dan harus cepat mengambil keputusan agar tidak beresiko.

Hutan Cemara yang Berkabut
Saya tetap yakin, meskipun baru saja bertemu dengan pendaki yang gagal ke puncak. Sesekali saya berisitrahat di tempat yang sedikit rata. Sangat sulit menemukan tempat datar di jalur ini. Hamper seluruhnya tanjakan tanah, batu dan akar pohon. Sebatang rokok pun ku hisap dengan meneguk air mineral yang serasa air dari kulkas. Tahu isi yang kubawa menjadi santapan saat itu. Rasanya seperti dari freezer. Dingin yang mengilukan gigi. Tapi tak mengapa, yang penting bisa mengembalikan energy yang terbuang saat melewati tanjakan panjang yang terjal.

Tanjakan Hutan Cemara
Sekitar 2 jam sudah saya berjalan melalui jalur berliku-liku ini. Puluhan pendaki berangsur-angsur turun. Mereka berasal dari berbagai penjuru kota di Jawa. Saat berpapasan, mereka menyemangati saya meskipun puncak masih jauh. Saya terus memacu langkah. Tidak ada pilihan lain selain bergerak untuk melawah rasa dingin yang semakin menusuk.
Pemandangan Puncak Ogal-Agil
Terlihat diatas sana, pepohonan kerdil sudah mulai mendominasi. Ini pertanda sebentar lagi saya akan memasuki kawasan puncak meskipun tampaknya masih jauh. Praktis tidak ada pemandangan yang tampat saat itu. Semuanya tertutup oleh kabut yang tebal dan gerimis tipis. Waktu terus berjalan, satu per satu pendaki hampir seluruhnya sudah kembali dari puncak. Informasi dari mereka tinggal tersisia 3 pendaki saja yang baru akan mendekat puncak. Langkahku sedikit kupacu, berharap saya dapat bersamaan muncak dengan ketiga pendaki itu. Karena pastilah akan berbeda jika nantinya di puncak saya hanya seorang diri.
Tanjakan menuju Puncak Ogal Agil
Suasana makin kurang bersahabat. Kabut semakin tebal dan hujan rintik-rintik mulai turun dan semakin memutihkan pandangan. Sesekali petir terpercik menyala seakan membelah langit. Meskipun ragu, tapi saya terus melangkah menaiki bukit demi bukit. Sesekali ketika petir menyala, saya langsung sontak berlindung di batu ataupun pohon yang terdekat.
Tidak jauh dari puncak, akhirnya saya mendapati ketiga pendaki yang masih tersisa. Kami pun berempat bersama-sama ke puncak. Kami melangkah perlahan karena salah satu dari mereka sedikit cedera di bagian lutut. Puncak sudah kelihatan dari tempat itu. Tinggal satu bukit lagi kami akan menapaki Puncak Gunung Arjuno.
Puncak Gunung Arjuno
Akhirnya Sekitar pukul 10. 45 WIB, sampailah kami di Puncak Gunung Arjuno. Puncak ini memiliki ketinggian 3339 MDPL. Puncak ini biasa disebut dengan Puncak Ogal Agil. Seluruh kawasan puncak dipenuhi batu-batu gunung yang besar sehingga sangat membatasi pergerakan. Kami tidak bisa leluasa bergerak karena tempatnya sangat sempit dan dibatasi oleh jurang yang sangat curam. Untuk mengambil gambar pun harus bergantian saking terbatasnya ruang gerak.
Puncak Gunung Arjuno
Kondisi saat itu diperarah dengan hujan deras yang tiba-tiba turun ditambah dengan petir yang menyala-nyala membelah langit. Sesunnguhnya dari puncak ini kita dapat melihat pemandangan jauh seperti Gunung Semeru, Kota Malang, Kota Batu dan tempat-tempat lainnya. Namun saat itu, tidak ada yang terlihat selain kabut putih yang menyelimuti seluruh pegunungan.
Puncak Gunung Arjuno
Puncak Gunung Arjuno
Puncak Gunung Arjuno
Tidak ada euphoria berlebihan di puncak yang penuh dengan tulisan itu. Kami hanya berteduh di bawah bebatuan besar yang bertebaran di kawasan puncak itu. Beberapa dari kami bahkan menyelimuti badannya dengan raincoat berlapis lapis saking dinginnya saat itu. Meskipun kondisi demikian, kami tidak akan kehilangan kesempatan untuk mengabadikan gambar dan video di puncak arjuno ini.
Puncak Gunung Arjuno
Bersama Pendaki Gresik di Puncak Ogal Agil, Arjuno
Dalam kondisi basas dan menggigil saya dan teman-teman secara bergantian berpose dengan latar kabut yang semakin padat. Dua batang rokok dan sebotol air jeruk sepertinya sudah cukup menemani rasa puas saya yang sudah terbayarkan.
Puncak Ogal Agil Arjuno
Puncak Ogal Agil Arjuno
Alhamdulillah. Tidak sia-sia perjalanan ini. Perjalanan ke Puncak ke 15 sudah tuntas aku tunaikan. Esok masih ada tantangan kedua yaitu ke puncak Gunung Welirang yang berada di seberang Gunung Arjuno. Terima Kasih Ya Allah atas segalanya. Semoga dilain waktu saya masih diperkenankan untuk kembali lagi ke Tempat ini. Salam Lestari..!!!
<<Bersambung ke Pendakian Gunung Welirang>>

Penulis :
Muhammad Dagri Nizar

Baca Juga :
Gunung Agung Gunung Balease Gunung Bawakaraeng
Gunung Lompobattang
Gunung Latimojong Gunung Mekongga
Gunung Ciremai Gunung Semeru Gunung Rinjani
Gunung Slamet Gunung Sindoro Gunung Tambora
Gunung Sumbing Gunung Tolangi Gunung Welirang
Gunung ArjunoGunung GedeGunung Pangrango

No comments:

Post a Comment

Flag Counter