Home » , , » Membelah Kabut "Surya Kencana" Gunung Gede

Membelah Kabut "Surya Kencana" Gunung Gede

Membelah Kabut "Surya Kencana"
PENDAKIAN GUNUNG GEDE
2985 MDPL
19 s.d 20 Oktober 2019
Cianjur Sukabumi Jawa Barat


DAGRINIZARBLOGSPOT.COM-CIANJUR, Pulau Jawa tidak habis habisnya memberikan saya rasa penasaran untuk kembali bertandang kesana. Segala macam daya tarik budaya dan pariwisata telah mampu mengundang siapapun untuk melihat dan mengenal lebih jauh tentangnya. Anugerah yang sangat istimewa di pulau ini adalah ribuan gunung yang menyebar dari ujung barat sampai ujung timur. Keanekaragaman budaya, kultur sosial dan kepadatan penduduknya menjadi suatu kelebihan yang dimiliki Pulau Jawa. Menyandang sebagai Pulau Terpadat di dunia dan Pulau dengan gunung berapi terbanyak di dunia menjadikan Jawa sebagaik ikon Indonesia yang telah menggugah seluruh penjuru dunia untuk terus mengeksplore pulau Jawa. Jawa Barat dengan alamnya yang mempersona, Gunung-gunungnya yang berderet eksotik tertutup tirai awan, serta kearifan lokal masyarakatnya yang selalu memberi kesan mendalam bagi setiap orang yang sudah menapakkan kakinya di tanah sunda.
Lokasi Gunung Gede

 Sekilas Mengenai Gunung Gede
Sesungguhnya sejak tahun 2015 lalu saya sudah punya angan-angan untuk berkunjung ke Gunung Gede dan Gunung Pangrango. Sebuah tempat yang membuat saya penasaran akan cerita sesepuh petualang Indonesia Soe Hok Gie yang konon menjadikan tempat ini untuk melepas penat dan menuliskan puisi-puisi keresahan jiwa dan bait bait tentang keindahan alam gede pangrango.
Namun semuanya buyar ketika mengetahui begitu rumitnya persyaratan yang harus dipenuhi setiap pendaki. Setau saya, Gunung Gede Pangrango lah yang menerapkan sistim pendaftaran Online pertama di Indonesia. Menurut informasi, para pendaki harus 2 minggu sebelumnya melakukan registrasi di website Kantor Taman Nasional Gede Pangrango. Setiap harinya maksimal hanya 300 pendaki saja yang diizinkan untuk memasuki kawasan. Jumlah tersebut tentunya tidak sebanding dengan besarnya animo pendaki, terlebih lagi pada saat akhir pekan yang terkadang mebludak sampai ribuan.
Kondisi demikian yang membuat rencana saya terpaksa batal meskipun sebelumnya saya sempat berkomunikasi lewat hp dengan salah seorang calo/broker yang menawarkan jasa dengan tariff Rp. 600 ribu dengan full fasilitas. Namun mungkin belum rejeki jadi saya pun kembali ke Kendari.
Siapa sih yang tidak mengenal Gunung Gede dan Gunung Pangrango. Dua gunung yang saling berhadapan dan menjulang tinggi. Pesonanya menjadi lambang kemegahan tiga daerah di Jawa Barat yaitu Bogor, Cianjur dan Sukabumi. Lereng gunung inilah yang membetuk kawasan puncak bogor dengan jalur yang terus dipadati kendaraan dari bogor ke cianjur maupun sebaliknya. Pesona kedua gunung ini selalu memancing minat para pendaki dari berbagai penjuru.

Perjalanan Darat
Perjalanan saya dimulai dari Terminal Kampung Rambutan, Jakarta timur. Saya berada di Jakarta untuk mengikuti sebuah kegiatan disalah satu hotel di Kuningan Jakarta Selatan. Mumpung berada di Jakarta, sekalian saja saya mempersiapkan barang-barang untuk rencana pendakian. Setelah berkomunikasi dengan beberapa orang akhirnya saya diputuskanlah rencana ini ke Gunung Gede Pangrango. Beberapa Gunung lain seperti Gunung Kerinci, Merapi dan Merbabu sempat menjadi tujuan awal, namun karena sedang terjadi kebakaran di lereng gunungnya sehingga pendakian ke gunung-gunung tersebut sedang ditutup.Saya pun membatalkan dan mencari alternativ gunung lain.
Menuju Cianjur dari Terminal Kampung Rambutan Jakarta
Terminal Kampung Rambutan memang menjadi starting awal sebelum menuju ke daerah Jawa Barat. Banyak jalur transportasi yang bisa digunakan untuk menuju terminal ini. Saat itu saya menggunakan Grab Car dengan tarif Rp. 92 Ribu termasuk biaya tol. Setelah itu saya berganti kendaraan Bis jurusan Cianjur yang sudah standby menunggu penumpang di portal. Cukup mudah menemukan Bis jurusan yang saya cari. Kenek bisnya pun silih berganti bersahut-sahutan memanggil para penumpang yang akan ke Cianjur sehingga tidak begitu lama saya menunggu, bisnya pun langsung bergerak.

Perjalanan Ke Cianjur
Perjalanan melalui beberapa daerah di Jakarta sampai memasuki wilayah Jawa Barat. Yang namanya Jakarta mustahil terhindar dari kemacetan. Perjalanan terkesan lambat oleh padatnya lalu lintas saat itu. Sesekali bis terhenti di beberapa pemberhentian. Beberapa pedagang asongan dan pengamen silih berganti menjajakan dagangannya dengan caranya masing-masing.
Perkebunan Teh di Puncak Bogor
Saat bis memasuki daerah ciawi di Kab. Bogor. Kendaraan makin sering berjalan lamban dan kadang berhenti. Antrian kendaraan tak terelakkan lagi. Aktfitas jalan semakin padat seiring hari yang mulai sore. Meski berjalan lambat, bis perlahan sudah memasuki daerah Cisarua. Perjalanan terasa semakin menanjak melewati antrian kendaraan yang semakin padat saja. Kompleks villa di kawasan puncak menjadi pemandangan saat bis melewati jalur berliku-liku di kawasan puncak bogor. Ratusan hektar kebun teh yang tertutup oleh kabut menambah indah panorama pegunungan di lereng Gunung Gede Pangrango itu. Ratusan Warung dan kedai menghiasi sisi jalan utama menuju Kab. Cianjur itu. Saat memasuki wilayah Ciloto, tampak keelokan lereng pegunungan yang begitu asri.
-------------------------------------------------------------------
Saya akan menginap di basecamp Bang Amoy. Saya sudah mengkonfirmasi kedatangan saya saat masih di Jakarta beberapa hari yang lalu. Saat masih di jakarta bahkan sepanjang perjalanan sampai ke cianjur, saya terus berkomunikasi dengan bang amoy. Bahkan, ia sudah menunggu saya di depan Istana Kepresidenan cipanas, tempat saya turun dari bis jurusan Jakarta - Cianjur.
Istana Kepresidenan Cipanas (Sumber Gambar : Merdeka.com)

Tak hanya di Bogor, wilayah Jawa Barat yang juga dibangun Istana Kepresidenan yaitu Cipanas. Istana Cipanas terletak di kaki Gunung Gede di Desa Cipanas. Awalnya Istana Cipanas hanya untuk tempat peristirahatan presiden seperti Camp David di AS dan dibangun untuk kediaman pengusaha Belanda. Di Istana ini disimpan koleksi lukisan dan ukiran karya seniman terkenal. Istana Cipanas dilengkapi kebun dan taman yang indah seluas 22 Ha. Istana Cipanas berada tepat didepan jalan Trans Bogor-Cianjur. Untuk pendakian ke Gunung Gede via Gunung Putri, di depan Istana inilah sebagai titik awal sebelum menuju gunung putri. Puluhan Ojek sudah sudah pasti standby di depan dan samping Istana Cipanas, apalagi jika melihat pendaki dengan ranselnya. Mereka spontan akan menawarkan jasa ojek menuju Gunung Putri. Tarifnya cukup murah antara Rp. 30 rb - Rp. 50 rb.
Menuju Basecamp Bang Amoy
Dari depan istana, dengan kendaraan roda duanya, bang amoy membawa saya ke basecamp di gunung putri. Perjalanan melewati jalur yang sangat menanjak dengan jalur berliku-liku. Menanjak dan terus menanjak. Cukup mengerikan juga tanjakan ini. Selain sempit, tanjakan juga terjal dan berliku. Mengkin hal yang biasa bagi warga sekitar, tapi bagi saya sangat deg degan sepanjang jalan. Apalagi bang amoy melaju cukup kencang. kami berpapasan dengan beberapa motor pengangkut sayur dari arah atas. Wooow…Heran saya melihat aksi mereka. Melaju kencang dalam posisi menurun tikungan terjal dengan muatan karung berisi penuh sayur. Terkadang tangan satu dilepas saat menghisap rokok. Benar-benar extreme..!!!!!

Kawasan Pemukiman di kaki Gunung Gede
Ratusan rumah memadati sepanjang sisi jalan. Semakin naik, rumah-rumah semakin padat saja. Sampai ketinggian, pandangan semakin terbatas oleh padatnya kabut sore yang mulai mengepung kawasan pemukiman ini. Seakan sudah berada diatas puncak saja…!!..
Lahan Perkebunan Brokoli
Areal perkebunan tak terhitung luasnya. Sepanjang jalan hampir disetiap rumah warga, terdapat lahan perkebunan. Petak-petaknya tersusun manis dan rapi. Ada yang bertingkat-tingkat dan berderet. Komoditas Kembang Kol atau Brokoli adalah yang paling banyak dibudidayakan diareal perkebunan ini. Hampir seleuruh lahan ditanami Brokoli. Stuktur tanah dan cuaca sejuk sangat mendukung untuk mengembangkan tanaman ini.
Memasuki kawasan Gunung Putri
Sekitar 20 menit perjalanan motor, akhirnya kami sampai di kawasan pemukiman terakhir di Desa Sukatani ini. Namanya Gunung Putri. Nama ini sangat familiar ditelinga pendaki gunung di Indonesia. Bagaimana tidak. Gunung Putri merupakan titik star paling favorit yang dipilih para pendaki untuk menggapai puncak Gunung Gede. Saat mulai memasuki kawasan pemukiman di Gunung Putri, sudah mulai terlihat aktifitas para pendaki yang sudah terlebih dahulu tiba.
Hampir semua rumah penduduk di Gunung Putri ini dijadikan basecamp pendaki. Itu terlihat dari papan nama yang semuanya bertuliskan “Basecamp Pendaki”. Menurut informasi, setiap pendaki biasanya sudah memboking basecamp beberapa hari sebelum tiba disini, Terlebih lagi pada saat weekend dimana ribuan pendaki memenuhi seluruh basecamp.
Basecamp Bang Amoy
Akhirnya sampailah saya di Basecamp Bang Amoy di Gunung Putri. Basecamp ini merupakan rumah pribadi yang juga dijadikan basecamp pendaki. Di rumah ini, tinggallah bang amoy beserta istri dan putrinya yang berusia 4 tahun bernama Ara. Saat itu, istri bang amoy sedang mengandung 8 bulan. Mereka merupakan warga asli Desa Sukatani yang sudah puluhan tahun mendiami lereng gunung Gede ini.
Bersama Bang Amoy (Abinya Ara)
Penyedia Jasa Pendakian Gunung Gede
Rumah bang amoy terletak diantara lahan perkebunan brokoli yang cukup luas. Hawa sejuk tidak pernah lepas dari tempat ini. Apalagi menjelang sore, dingin semakin menusuk. Dibenak saya bertanya, disini saja sudah sedingin ini, apalagi diatas puncak sana, pastilah lebih mencekik…
-------------------------------------------------------------------

Desa Sukatani
Gunung Putri merupakan sebuah dusun yang berada di Desa Sukatani. Tempat ini merupakan salah satu titik star pendakian ke Gunung Gede dan Gunung Pangrango. Selain Jalur Gunung Putri terdapat dua lagi akses masuk para pendaki yaitu melalui Jalur Cibodas dan Jalur Salabintana di Sukabumi. Jalur Gunung Putri merupakan jalur favorit yang paling banyak dipilih para pendaki.
Total Ribuan pendaki setiap minggunya melewati jalur gunung putri utamanya saat akhir pekan. Saat jumad petang ratusan pendaki mulai memadati puluhan BaseCamp yang memang disediakan oleh warga setempat untuk menampung para pendaki. Area gunung putri ini cukup padat dipenuhi ratusan rumah. Sebagian besar warga memanfaatkan aktiftas pendaki dengan menyediakan beberapa fasilitas seperti basecamp, tempat parkir, lesehan, penyewaan alat serta jasa guide dan porter. Keberadaan ribuan pendaki setiap minggunya tentunya memberikan dampak secara ekonomi bagi warga setempat.
Persiapan Pendakian di Basecamp Bang Amoy
Sekitar pukul 9 pagi, saya dan rombongan dari Jakarta berpamitan dengan bang amoy dan keluarga. Kebetulan malam itu saya dipernalkan oleh rombongan pendaki dari Jakarta untuk bergabung dalam tim mereka. Setelah semua hal sudah dibicarakan, maka siaplah kami berangkat. Semua barang sudah kami pastikan terkemas dalam ransel yang kami bawa. Beberapa rombongan pendaki lain yang menginap di basecamp bang amoy juga berangsur angsur bergerak menuju jalur pendakian. Beberapa Basecamp lain, sudah perlahan ditinggalkan oleh pendaki yang mulai bergerak menuju jalur pendakian
Suasana di Gunung Putri
Ratusan pendaki mulai memadati jalan dusun yang sempit dan menanjak tersebut. Puluhan motor pendaki terlihat baru saja sampai dan langsung menuju tempat parkir yang disediakan oleh pemilik basecamp. Sangat sibuk aktifitas manusia saat itu. Lalu lalang manusia tak terhitung jumlahnya.
Area Parkir Mobil
Latar Puncak Gede (kiri), Puncak Pangrango (kanan)
Sesungguhnya dari titik star pendakian ini kedua gunung yang akan saya daki yaitu Gunung Gede dan Gunung Pangrango sudah terlihat jelas dan tampak dekat, Namun sepertinya tidak semudah pandangan dengan langkah kaki yang akan saya lalui sebentar. Kedua gunung ini tegak menjulang dan menantang para petualang untuk menjajal jalurnya.
Area ini memang khusus desediakan untuk lahan parkiran mobil para pendaki dengan tarif Rp. 100 rb permalam. Tampak hari itu ada puluhan mobil yang parkir. Sementara di lokasi parkir yang lain juga kondisinya sama. Rombongan pendaki dari daerah Jakarta dan sekitarnya biasanya membawa kendaraan dan sudah tiba dari malam hari.
Sarapan Pagi para Pendaki di Gunung Putri
Puluhan warung makan tersedia di sekitaran titik star pendakian. Aneka jajanan, gorengan tersedia di kios-kios warga. Terlihat puluhan pendaki sedang menyantap hidangan sarapan. Nasi goreng, mie rebus, bakso dan nasi uduk merupakan menu favorit para petualang. Selain itu kios-kios ini juga menyediakan logistik para pendaki bahkan dijual juga tabung gas kecil dan spirtus untuk persediaan bahan bakar.
Perjalanan Mendaki dimulai
Perjalanan mendaki akhirnya dimulai juga. Jalur jalan setapak menanjak landai perlahan dilalui. Kawasan pemukiman masih terlihat ramai padat. beberapa hektar lahan perkebunan brokoli menjadi pemandangan sepanjang jalan. Tampak dari depan dan belakang, ratusan pendaki mengular mengikuti alur jalan dusun yang kemerah-merahan ini.
Pos Registrasi Simaksi
Sekitar 15 Menit berjalan, kami harus berhenti sejenak di Pos registrasi dan simaksi. Baik pendaki yang terdaftar secara online maupun offline harus meregistrasi ulang nama-nama dalam timnya serta mengisi formulir yang sudah disediakan pengelola. Dokumen lain seperti foto kopi KTP dan Surat Keterangan Dokter wajib dikumpul untuk kelengkapan dokumen pendaki.
Pos Registrasi
Terlihat petugas di pos registrasi ini sangat kewalahan melayani ratusan pendaki yang saling bergantian mendaftarkan ulang nama anggota timnya. Sangat sibuk saya perhatikan situasi saat itu. Antrian panjang para pendaki cukup menyita waktu. Hampir setengah jam kami menghabiskan waktu disini. Sepanjang pengalaman saya mendaki gunung, sudah gunung inilah yang paling sibuk. Belum mendaki saja, kami sudah disibukkan dengan urusan administrasi seperti ini.
Menyusuri Jalur Kebun
Perlahan kami meninggalkan jauh kawasan pemukiman penduduk. Petak-petak perkebunan brokoli membentang luas mengapit jalan setapak yang kami lalui. Puncak Gunung Gede dan Gunung Pangrango sesekali terlihat saat memasuki jalur terbuka.
Pos Pemeriksaan Barang
Ternyata masih ada satu pos lagi yang harus kami lewati. Pos ini adalah Pos pemeriksaan barang. Para pendaki wajib memperlihatkan seluruh barang bawaannya kepada petugas pemeriksa. Puluhan petugas Taman Nasional terlihat mengecek setiap cariier dan daypack para pendaki. Cukup banyak juga peraturan untuk mendaki di Gunung ini sehingga mau tidak mau kami harus menuruti aturan tersebut. Beberapa benda sepeti tissue basah, sampo, sabun mandi dan pasta gigi terpaksa diambil oleh petugas. Entah karena alasan apa sehingga mereka melarang barang-barang tersebut dibawa saat pendakian.
Iring-iringan panjang pendaki terpaksa harus terhenti di pos ini. Ratusan pendaki diperiksan barang bawaannya. Sangat ribet juga kami rasa membongkar isi carrier yang sudah susah payah dipacking sebelumnya. Meskipun saya sedikit komplain dengan sistim ini, tapi mau diapa, demi menggapai puncak terpaksa kami menurut saja.
Melewati Jalur Perkebunan Warga
Dijalur ini para pendaki akan menemukan sumber air terakhir yaitu sebuah pipa dan kali kecil yang berada di pinggi jalan. Namun saat pendakian hanya beberapa pendaki saja yang mengambil air di tempat itu. Sepertinya persediaan air mereka masih banyak..atau didepan sana banyak air mineral asli yang disediakan di warung…hehehehe
Memasuki Kawasan Hutan
Hawa dingin bercampur terik matahari mewarnai setapak demi setapak perjalanan kami. Barisan pendaki seperti mengular dan memanjang tak putus putus. Kondisi ini sedikit memperlambat pergerakan karena seringnya berhenti atau menahan langkah. Dengan jumlah pendaki yang membludak seperti ini, tentunya langkah harus diatur agar tidak saling bersentuhan kaki atau bersenggolan.
Break di Warung Pertama
Sekitar 10 menit kemudian, akhirnya terbukti juga kata orang. Kami sudah berjumpa dengan sebuah warung. Ini adalah warung pertama di jalur pendakian. Menurut informasi masih banyak lagi warung-warung diatas sana. Apa yang dijual, tidak jauh beda dengan yang ada di desa. Harganya pun relative sama. Beberapa pendaki, ada yang singgah berbelanja di warung. Tapi lebih banyak yang meneruskan perjalanan.
Istirahat di Warung Kedua
Hanya berjarak 10 menit saja. Warung kedua akan ditemui. Tidak ada perbedaan dengan warung sebelumnya..yang berbeda hanya pedangangnya saja..hehehe…Tapi banyak juga kok yang istirahat. Mungkin karena teduh atau mungkin sudah kecapean..hehehe…padahal belum sejam kami tinggalkan desa.
Bersama Kaka Ros di Pintu Gerbang Pos 1
Perjalanan kemudian diteruskan dengan jalur yang mulai menanjak landai. Sekitar 15 menit, perjalanan kami terhenti oleh sebuah pintu gerbang. Kelihatannya sudah usang, namun inilah pintu masuk sesungguhnya yang bertuliskan “Taman Nasional Gede Pangrango”. Gerbang ini sudah lama dibuat. Sepertinya sudah puluhan tahun yang lalu. Terlihat dari permukaannya yang dipenuhi lumut.
Pintu Gerbang Pos 1
Dahulunya, gerbang ini merupakan pintu masuk utama, namun seiring perjalanan waktu, pintu gerbangnya sudah dipindahkan di Pos pemeriksaan barang dibawah tadi. Kini, pintu gerbang ini menandakan anda sudah tiba di Pos 1.
Pos 1, Pendakian Gunung Gede Via Putri
Woow. Ramai juga ya..??!!. Ini merupakan pemberhentian yang sangat dipenuhi pendaki. Berbeda dengan di dua warung sebelumnya, di Pos 1 ini banyak pendaki yang berhenti istirahat. Akhirnya saya punya kesempatan untuk mencari teman baru. Soalnya tadi hanya berpapasan saja di jalan. Berbagai usia ada disini. Saat kutanya, mereka berasal dari berbagai penjuru. Sebagian besar dari Jabodetabek, Sukabumi, Bandung, dan beberapa daerah lainya di Jawa Barat. Baru pendakian kali ini saya takjub melihat begitu banyak manusia di tengah hutan. Apalagi yang membuat saya tidak pernah jenuh yaitu, begitu banyak wajah-wajah manis, cantik, centil, imut-imut, manja yang menghiasi pandangan saya. Mmmmhhhhh.. Kuperhatikan usianya 17 – 30 an. Sebagian besar mereka berombongan dan ada juga yang berdua duaan…cieee..ciee...ehm..ehm…
Pos 2, Pendakian Gunung Gede Via Putri
Sebagai gunung dengan status wisata, tentunya fasilitas untuk pendaki mesti diperhatikan. Salah satunya yang ini nih.. Lagi-lagi kita akan berjumpa dengan warung. Tepatnya di Pos 2. Hanya sekitar 20 menit saja berjalan dari Pos 1 dengan tanjakan landai. Di warung ini harganya sudah mulai naik 15 % dari harga di desa dan Pos 1.
Jalur Tanjakan Menuju Pos 3
Setelah jeda sejenak di Pos 2, perjalanan berikutnya mulai menantang. Tanjakan panjang yang dipenuhi akar pohon akan dilalui. Saking banyaknya pendaki, kita akan kesulitan melangkah karena seringnya berhenti di posisi yang kurang nyaman akibat adanya pendaki yang berhenti didepan. Berbeda dengan jalur Pos 1 ke Pos 2. Perjalanan ke Pos 3 akan benar-benar menguras energy. Tadinya saya berpikir gunung wisata itu landaaaaiii…..Tapi setelah berada di tengah jalur ini. Ampuuun deh. Nanjak bangeets..begitu keluhan dalam benakku..
Bahkan sudah hampir 1 jam menanjak. Tanda-tanda Pos 3 belum juga terasa. Langkah sudah mulai goyah, perut sudah mulai koroncongan, mata sudah mulai mengantuk, keringat pun bercucuran membasahi wajah. Kulihat pohon melintang dipinggir jalan diatas sana. Kulewati puluhan pendaki didepan. Haaaahhhh. Kurebahkan setengah badanku di atas pohon melintang. Lega rasanya. Capek tak terhankan apalagi beban ransel yang padat dengan air mineral yang belum tersentuh.
Sebatang rokok kuhisap. Kusemburkan asapnya, lepas ke ruang yang rimbun pepohonan. Beberapa teguk air jeruk menemani istirahatku sambil menunggu rekan rekanku yang sepertinya masih jauh dibawah sana. Kucoba untuk memejamkan mata, namun sulit. riuh pendaki tidak habis-habisnya menuju keatas. Sampai seorang anak kecil yang berusia sekitar 7 tahun melintas dengan ibu dan bapaknya, sontak membangunkan aku yang malu karena kelamaan istirahat.
Pos 3, Pendakian Gunung Gede Via Putri
Butuh 1.5 jam untuk sampai ke Pos 3. Lama juga ya..??!!. lama dijalan atau lama istirahat..?? Ngak tau saya..Yang jelas saat tiba di Pos 3, perasaan ini jadi lega. Setengah perjalanan sudah kami lewati. Sekarang saatnya istirahat siang. Memang biasanya para pendaki menjadikan tempat ini tempat beristirahat siang. Jadi kebanyakan orang akan menghabiskan waktu lama disini. Satu sampai dua jam. Hitung-hitung tinggal 2 pos lagi yang akan dilalui.
Setiap Pos Pendakian di Gunung Gede memiliki shelter layaknya tempat istirahat di taman. Di Pos 3 pun demikian. Setiap pos pun memiliki tulisan dan nama tempat sebagai identitas yang khas di tempatnya masing-masing.
Suasana Keramaian di Pos 3
Waktu sudah menunjukkan pukul 12.10, Terlihat ratusan orang sedang sibuk-sibuknya mempersiapkan menu santap siang. Beberapa pendaki juga ada yang menunaikan sholat zuhur baik sendiri maupun berjamaah. Beberapa pendaki bahkan menggelar tendanya. Mungkin karena waktunya panjang ya..!! jadi bisa bobo bobo dulu. Asal jangan bobo dua duaan…..Awass.. Banyak yang Grebek lho….hihihihihi.
Kebingungan pun terjadi saat di Pos 3….
Berulang kali saya mondar mandir, noleh kanan noleh kiri, tidak kutemukan satu pun teman rombongan saya. Entah dimana mereka. Padahal tadi janjiannya ngumpul di Pos 3. Karena penasaran, aku ulang lagi keliling keliling mencari, tapi nihil pemirsa…mau telpon..tidak ada signal…mau bertanya, nanti dikira saya anak hilang. Sempat aku ingin bertanya kepada rumput yang bergoyang…tapi itu hanya cerita di novel..hahahaha
Jalur Tanjakan Akar Pohon Menuju Pos 4
Firasatku mereka sudah melanjutkan perjalanan ke Pos selanjutnya. Jadi tanpa berpikir panjang, setelah sholat zuhur, segeralah aku beranjak melalui tanjakan akar pohon yang tiada habis-habisnya. Kucoba kejar mereka yang sepertinya tidak jauh didepan. Kupikir mereka pasti santai berjalan karena ada dua nona nona manja yaitu Ibu Ami dan Ibu Ros…hehehehe. Sampai kutemukan sebuah tempat terbuka yang cukup ramai pendaki, namun sayang disayang mereka tidak ada juga.
Sepertinya perjalanan ini semakin extreme saja. Akar-akar pohonnya semakin menggila. Tidak ada pilihan untuk istirahat di tengah jalan. Karena memang tidak ada tempat datar. Capek dan lapar sudah mulai mendera. Sesekali terlihat keluh diwajahku namun sirna saat beberapa pendaki ABG melintas dan menyapaku. Semangat kaka, Semangat Mas, Semangat kang, Kata-kata itu yang mencambuk kembali langkahku untuk terus melaju.
Semangat Om, Semangat Pak. Terdengar kembali dari beberapa cewek yang melintas. Hatiku bertanya apakah aku kayak Om Om…atau sudah kayak Bapak-Bapak…?? Tidak perduli kata mereka. Aku terus beranjak sambil mencari tempat berebah.
Capek bercampur bimbang karena rekanku belum kutemukan….. 5 biji tahu isi menjadi santapan siang itu. Sisa air jeruk di botol aqua menutup acara istirahatku. Dan seperti biasa sebatang rokok LA Bold tetap setia menghangatkan pikiran ditengah dingin yang mengepung hutan rimbun ini.
Langkah-langkah pendaki membangunkan aku yang sudah terlelap..Segar juga rasanya bisa sempat tertidur meski hanya beberapa saat…ratusan manusia sudah mengalir keatas. Ku menoleh keatas..wow. tampak antrian panjang menunggu giliran melangkah. Semakin keatas jalurnya semakin sempit. Terlihat sesak dan padatnya manusia saat itu.
Akhirnya. kuberjumpa juga dengan rekan setim saya. Singkat cerita, ternyata mereka tetap berada di Pos 3 saat itu, namun tempat istirahatnya agak tersembunyi, jadi tidak terlihat oleh penglihatanku.

Pos 4, Pendakian Gunung Gede Via Putri
Pukul 15.40..Kami sudah tiba di Pos 4. Jauh juga perjalanan tadi..?!?!. sepertinya hampir sama dengan jalur Pos 2 ke Pos 3. Panjang dan menanjak terjal disertai dengan akar-akar pohon yang berderet manis yang menyusahkan langkah…hehehehe..
Di Pos 4 suasanya masih sama, namun agak sempit dan sesak. Kepadatan terjadi karena Pos 4 berada di dekat jalur dengan posisi menanjak tikungan sempit. Ditambah lagi banyaknya pendaki yang beristirahat di jalan yang membuat padatnya lalu lintas manusia.
Tampak akang pemilik warung sedang sibuk membolak balikkan tahu isi yang sebentar lagi siap disajikan. Beberapa pendaki yang kelaparan sudah siap menjemput tahu tersebut dengan piringnya masing-masing. Ditengah kondisi yang dingin menusuk seperti ini, rasanya pas mencicipi tahu isi yang masih hangat. Maka kupesanlah 5 tahu isi dengan harga Rp. 2 ribu per biji. Segelas energen hangat dengan harga Rp. 5 ribu juga menemani santap sore saat itu.
Jalur Setapak Landai Menuju Pos 5
Rasa semangat dalam raga mulai nampak. Sebab tinggal 1 pos lagi yang akan kami lalui. Tak peduli model jalurnya bagaimana. Apalagi sudah mengisi amunisi di Pos 4 tadi. Segeralah kami beranjak menyusuri setapak menajak yang mulai tertutup kabut sore. Perlahan jalan mulai landai dan tidak melewati lagi akar pohon. Beberapa pendaki terdengar berkata “Semangat…Pos 5 sudah di depan”. Segera kupacu lagi langkahku, mengingat rekan-rekanku yang sudah jauh meninggalkanku saat istirahat di warung di Pos 4 tadi.
Jalan Setapak beton seakan menyambut selamat datang kepada para pendaki di Pos 5. Seakan kita akan menuju ke sebuah istana bidadari. Suasananya begitu meluluhkan hati. Jalan setapaknya begitu rapi dan diapit oleh rimbun pepohonan yang berderet manis. Jalur tanjakan tak beraturan saat melewati akar pohon tadi terlupakan dan terobati tatkala melangkahkan kali di setapak lurus dan landai ini.
Pos 5, Pendakian Gunung Gede Via Putri
Terdengar riuh dan tawa ratusan manusia didepan saja. Aku yakin..itulah Pos 5…Waah…Begitu tiba…seperti pasar saja tempat ini. Disinilah berkumpulnya banyak pedagang. Kurang lebih 10 warung berada disini. Kayaknya akan ada pasar malam..!!. model warungnya berbeda dengan warung-warung disepanjang jalan tadi yang hanya tenda. Disini warungnya lebih besar dengan konstruksi kayu. Selain tempat berjualan, juga ada ruang tidur buat pemiliknya. Bahkan disediakan juga tempat menginap bagi pendaki yang mau menyewa.
Deretan Warung di Pos 5
Melihat kondisi demikian, mungkin berikutnya cukup bawa badan dan uang saja kalau mau mendaki ke gunung gede. Semuanya sudah tersedia sepanjang jalan. Mata air pun juga terdapat di sekitar pos 5 ini. Letaknya tidak jauh sekitar 50 meter kearah timur dengan mengikuti petunjuk arah.
-------------------------------------------------------------------
ALUN-ALUN SURYA KENCANA
Hamparan padang edelweiss nan luas membentang sepanjang mata memandang. Kabut tebal yang diterpa angin kencang tak henti-hentinya berhembus. Tak terlihat sinar mentari senja saat itu. Hanya pekatnya kabut yang mengiringi langkah kami membelah padang edelweiss yang seakan tak terhitung luasnya itu.
Kabut Tebal di Alun-Alun Surya Kencana
Inilan Surya Kencana yang menjadi lambang kemegahan Gunung Gede. Sebuah hamparan tanah datar yang berukurang puluhan lapangan bola. Saya rasa..sudah inilah yang membuat pendaki tergila gila untuk terus berkunjung ke tempat ini. Saat perjalanan dari Gunung Putri yang tertutup pandangan oleh rimbunnya pepohonan, terbayar lunas saat melihat kemegahan Surya Kencana. Sepanjang pengalaman saya mendaki gunung baru kali ini saya meyaksikan betapa luas dan luasnya Padang Edelweiss Surya Kencana ini. Konon menurut cerita, ini adalah padang edelweiss terluas di dunia.
Surya Kencana Berselimut Kabut
Ribuan pendaki yang sudah tiba sejak tadi terlihat dari kejauhan berjalan beriringan kearah barat laut. Entah kemana mereka akan pergi, semua orang beriringan menuju kesana. Rombongan kami pun yang baru tiba di Pos 5 langsung bergegas mengkuti arah kemana mereka akan tuju.
Sesungguhnya di seputaran area Pos 5, telihat puluhan pendaki sedang sibuk sibuknya menggelar tenda untuk mendirikan camp. Sepertinya mereka akan menetap disini saja mala mini, tanpa perlu mengikuti ribuan orang yang sudah belgelombang beranjak menuju ke sisi barat laut Surya Kencana ini.
Saya piker mengapa mereka tidak mengikuti keramaian disana, dan tetap menyepi bersama puluhan pendaki yang berada di Pos 5 ini. Ternyata setelah mengamati sekitar, mereka tetap disini karena ketersediaan makanan dan minuman siap saji dipastikan ada disini. Beberapa warung akan menemani malam minggu mereka disini. Jadi para pendaki tidak perlu repot-repot memasak, tinggal merogoh kocek saja, semuanya sudah tersedia…hehehehe…

Perlahan Pos 5 sudah lenyap tertutup kabut senja yang semakin pekat dan deras saja bergulir. Saya yang sejak di Pos 5 tadi sudah ketinggalan rombongan terus saja berjalan mengikuti langkah ratusan orang yang berjalan didepan. Entah akan kemana kami akan pergi, saya tak peduli. Dalam pikiran saya hanya ingin cepat mendirikan tenda dan berkurung dalam sleping bag.
Berjalan di tengah Kabut di Surya Kencana
Angin sesekali menghempas kencang, saat itu pula sengatan kabut semakin menggila dan menggetarkan jiwa kami yang seakan masih terobang ambing di tengah padang yang luas ini. Jarak pandang pun semakin terbatas seiring senja yang akan memasuki malam. Entah berapa lama lagi kami harus meneruskan langkah disisa sisa daya ini.
Beruntung saja, jalan setapak masih nampak terlihat walaupun semakin buram oleh mata yang ingin segera tertidur pulas. Tidak ada yang terlihat jelas saat itu selain samar-samar pendaki berjalan ditengah kabut. Seperti fatamorgana di padang pasir, terlihat namun tak jelas.
Sekitar setengah jam berjalan dengan pemandangan yang tetap tidak berubah, terdengarlah sayup sayup suara ratusan orang jauh dari arah depan. Langkah pun terus dipacu. Sepertinya lokasi camp sudah didepan sana. Tidak beberapa lama. Terlihatlah aneka warna warni yang bertebaran di suatu area yang sangat luas. Ternyata inilah lokasi camp yang menjadi tujuan ribuan orang untuk menghabiskan waktu malam ini. Tak berselang lama pula, saya sudah bergabung dengan rombongan yang sejak di Pos 5 tadi, kami sempat terpisah.

Senja di Surya Kencana
Dengan gerakan cepat tenda segera didirikan. Cukup sulit untuk mendirikan tenda ditengah terpaan angin yang sangat ekstrim petang itu. Meskipun lokasi tenda kami jauh dari tempat terbuka, namun tetap saja hantaman angin tak pernah surut menghempas diseluruh sisi Surya Kencana ini.
Malam pun tiba, tenda belum lama berdiri. Tidak ada aktifitas kami di luar tenda. Seluruh tim kami terkurung didalamnya. Kaos tangan dan kaki, Kupluk, Baju tidur, jaket dan sleeping bag sudah dikenakan semua. Namun dingin menusuk mala mini serasa semakin brutal saja. Terdengar aktifitas di tenda lain sepetinya sama. Tidak ada suara yang meriah. Semua sedang berkutat melawan dingin yang semakin menggila.
Tak perduli lapar yang sudah terasa sejak perjalanan seharian tadi, saya pun terbujur dalam balutan pakaian yang berlapis-lapis. Meskipun sudah terlentang sekian jam, namun begitu sulitnya mata ini terpejam pulas. Dingin Ini benar benar merasuk sangat dalam. Berbagai posisi tidur begantian diupayakan. Namun begitu sulitnya. Sekali-kali saya terbangun dan duduk dan masih terbalut sleeping bag. Sebatang rokok lalu kuhisap untuk menghangatkan badan. Beberapa teguk air jeruk dan cemilan menemani sebatang rokok yang asapnya mengepul padat didalam tenda. Pintu tenda pun kubuka untuk menyegarkan nafas, seketika itu semburan kabut dan angin sontak menembus masuk ke dalam tenda. Saat itu pula tenda kembali kututup rapattt. Brrrrrrrrrrrrr….Benar-benar suatu tantangan yang menguji mental.
Malam panjang terus larut. Hanya ada suara desiran kabut dan terpaan angin yang merambat di pepohonan di sekitar area camp ini. Sepertinya alam sedang bergemuruh melalui teriakan angin. Ribuan manusia di Surya Kencana malam itu tak terdengar sahut sahutan meriahnya seperti cerita para pendaki di saat saat sebelumya. Malam ini benar benar berbeda, tak ada kemeriahan, tidak ada nyanyian. Semuanya hanya berharap pagi cepat tiba.
Saya pun belum menemukan lelap yang sempurna. Hanya badan yang tetap terbujur dan mata sudah terpejam, namun belum masuk ke alam bawah sadar. Sampai segelas kopi hangat disuguhkan oleh salah soorang dari tim kami di tenda sebelah. Malam itu memang saya sendirian saja di dalam tenda, sementara dua tenda lainnya sudah dipenuhi oleh 7 orang rombongan dari Jakarta. Praktis, tidur mala mini akan semakin sulit dengan kehadiran kopi ini..hehehehhe…
4 Batang rokok LA Bold pun menemani setiap tegukan kopi hangat yang perlahan dingin ini. Sesekali sayau berebah namun semakin sulit saja ditambah lagi dengan kekwatiran saya dengan angin yang semakin brutal di waktu yang sudah menunjukkan pukul 4 dini hari. Tiupan angin tidak henti-hentinya memukul mukul setiap sisi tenda bahkan beberapa kali terasa membengkokkan frame tenda. Sesekali dengan bantuan kaki dan tangan, saya pun menahan bagian-bagian tenda yang dihempaskan oleh angin. Pikiran saya mulai panic karena takut jikalau tenda akan robek dan patah. Sungguh dahsyat pukulan angin dini hari itu. Kondisi tidak berubah namun berangsur melemah saat kulihat diluar sana suasana mulai perlahan cerah. Akhirnya pagi pun datang. Luarr Biasa..Malam ini aku benar benar tidak tidur.

Suasana Pagi di Surya Kencana
Nasi Uduk….Nasi Uduk…Nasi Uduk…….Perlahan suara itu semakin mendekat di sekitar tenda saya..saat mata ini masih sayup sayup untuk sadar bahwa hari sudah pagi. Kubuka tirai tenda, ternyata seorang akang sedang menjajakan nasi uduk. Dia mengitari beberapa tenda pendaki di sekitar area Surya Kencana ini. Dengan membawa tas dan sebuah keranjang, akang itu menyambangi satu persatu tenda, berharap nasi uduknya bisa terjual habis. Tidak hanya nasi uduk, kopi dan gorengan pun ia siapkan. Dingin yang mencekik pagi ini sudah keseharian akang itu dalam menyambung hidup. Ia berjalan dari Pos 5 sampai ke lokasi pusat camp. Jaraknya cukup jauh, namun begitulah aktivitas masyarakat setempat setiap harinya. Mereka bahkan harus mencari rejeki sampai diketinggian seperti ini dan ditengah ekstrimnya cuaca. 2 bungkus nasi uduk rasanya sudah cukup untuk perbekalan hari ini. Cukup 20 ribu saja untuk 2 paket nasi, yang berisi mie dan tempe sebagai lauknya.

Dinginya hawa pagi di Surya Kencana
Waktu telah menunjukkan pukul 08.00 pagi. Suasana sudah mulai terasa sedikit hangat. Kabut semalam sudah lenyap entah kemana. Namun angin kencang belum juga beranjak dari tempat ini. Masih terdengar kibas-kibasan tenda oleh hempasan angin. Begitu kerasnya sehingga dapat menggeser bahkan menerbangkan tenda jika tidak didalamya kosong.
Mentari Pagi di Surya Kencana
Sinar mentari mulai tampak dari ujung bukit. Cahayanya menyinari tempat ini yang sejak semalam seperti beku oleh kepungan kabut. titik-titik embun perlahan memudar di pucuk tangkai edelweiss. angin pun pelan berlalu tersapu oleh pijaran hangat mentari pagi itu.
Alun Alun Surya Kencana
Tidak ada kata yang dapat terucap selain Syukur atas nikmat keindahan yang tampak dipelupuk mata. padang edelweiss yang tak terhitung luasnya menjadi penyempurna lukisan alam. biarlah ia tetap terus tumbuh dan abadi di tengah kuningnya rerumputan. Savana ini begitu banyak menyimpan cerita tentang langkah dan tapak para penjelajah. Merintis jejak memenuhi panggilan alam. Menuntun pijakan ke bawah kaki langit.
Padang Edelweiss Surya Kencana
Begitu indah ciptaanmu Ya Allah. Mengapa engkau menyimpannya sangat jauh disini..? Beribu langkah untuk menjejal debu debu tipis diantara rerumputan kering..Beribu nafas panjang yang kami hembuskan untuk dapat menghela aroma kemurnian. Menyusuri padang menguning yang seakan tak berbatas. Jauuh membentang bak ke ujung cakrawala. Ampuni kami Ya Allah, yang selama ini selalu ingkar akan kebesaranMu, Kami disini karena kami ingin selalu dekat denganMu. Melihat dengan jelas Maha Karyamu....
-------------------------------------------------------------------
Iring-iringan pendaki di alun alun Surya Kencana
Terlihat dari kejauhan iring-iringan pendaki mulai meninggalkan Surya Kencana untuk menuju ke Puncak Gunung Gede. Sebagian ada yang hanya membawa perlengkapan untuk kebutuhan di puncak dan sebagiannya lagi membawa seluruh barang-barangnya karena akan meneruskan perjalanan menuju cibodas setelah dari puncak gunung gede.

Aktiftas Sarapan Pagi di Surya Kencana
Kami pun segera beraktifitas mengingat waktu yang terus berjalan. Setelah sarapan, dalam hitungan tidak begitu lama, semua barang sudah terpacking rapi. Kami pun siap memulai perjalanan.
Tim Pendaki (dari kiri : Mba Amy, Mas Subari, Pak Rahmat, Mas Ahmat, Kang Dagri, Mas Ari dan Kaka Ros)
Pertemuan ini bukan tidak disengaja, tapi sudah diatur oleh yang maha kuasa. Datang seorang diri , namun tidak sendirian saat dipendakian. Bersyukur saya dipertemukan oleh orang-orang hebat seperti kalian yang sudah ditakdirkan untuk menjadi bagian dalam cerita ini. Semoga kelak rejeki akan mempertemukan kita lagi di tempat yang berbeda dengan nuansa yang sama.
Berpose Bebas di Surya Kencana
Kini saatnya kami berpamitan dengan Suya Kencana. Sebuah tempat yang begitu banyak makna dan cerita. Tidak terasa mentari sudah perlahan naik. Dengan segera kami pun beranjak dengan kembali menyusuri setapak panjang nan landai.
Suya Kencana berlatar Puncak Gunung Gede
Sesungguhnya posisi Puncak gunung gede berada di belakang area tenda kami, namun untuk mencapainya kami harus berjalan sekitar 200 meter kearah barat dengan menyusuri padang edelweiss yang begitu mempesona.
Bersama Mas Subari di Alun Alun Surya Kencana
Ratusan tenda bertebaran di seluruh sisi Alun-Alun Surya kencana ini. Sepanjang mata memandang hanya terlihat warna warni tenda pendaki. Seperti sebuah kegiatan jambore Nasional. Ribuan orang memenuhi tanah lapang yang luas ini.
Menuju Gerbang Puncak Gunung Gede
Angin tetap saja berhembus kencang dan semakin kencang. sesekali terdengar teriakan banyak orang tatkala melihat beberapa tenda yang diterbangkan angin karena ditinggalkan pemiliknya. Cukup jauh juga tenda itu ditebangkan, pikir saya saat melihat kejadian itu. Pastinya frame tendanya patah atau minimal rapuh karena terpaan angin itu. Untung saja semalam tidak terjadi pada saya.


Semua wadah air kami isi penuh mengingat perjalanan kepuncak yang pasti akan menguras tenaga. Terdapat dua titi mata air yang saling berdekatan di area camp utama ini. Airnya tidak pernah kering, dan terbukti mampu menghidupi ribuan pendaki yang menginap malam itu. Namun sangat miris ketika melihat disekitar lokasi mata air yang dipenuhi sampah dimana-mana. Padahal air itu akan dikonsumsi. Mengapa orang-orang membuang sampah disini..?!?! Sampah ini bisa memcemari kemurnian airnya..!!! Semoga mereka sadar dan tidak melakukannya lagi…hhhhhhuuufffff..

Tugu Alun Alun Surya Kencana
Pintu gerbang ke puncak ditandai dengan batas vegetasi padang edelweiss Surya kencana dan hutan rimbun. Terdapat juga dua buah warung saat melewati batas itu. Perlahan dan pasti kami mulai menapaki jalur tanjakan yang berbatu. Semilir angin menemani langkah kami yang masih terasa mengantuk karena tidak tidur pulas semalam. Iring-iringan pendaki berjalan beriringan bersama kami. Sesekali rombongan pendaki berangusur angsur turun kembali ke surya kencana. Sepertinya mereka sudah ke puncak saat dini hari tadi. 
--------------------------------------------------------------------------------------------------
Memasuki Gerbang Puncak Gunung Gede
Semangat Mas…begitu kata mereka saat berpapasan dengan kami. Semakin lama, rasa lelah mulai mendera. Istirahat adalah solusinya. Meneguk air dan mengunyah coklat coki coki cukup membangkitkan kembali semangat kami. LA Bold kembali mengambil perannya dan memberikan saya sensani berada di alam bebas. Setiap hembusan asapnya seakan memberikan saya inspirasi baru untuk merangkai kata-kata dalam cerita pendakian ini. Angin yang berhembus, mengibas dahan dan ranting pohon seperti mengisaratkan arti kebebasan bagi saya. Lepas rasanya perasaan ini saat berada dialam bebas, diatas ketinggian, ditemani kabut, angin dan orang-orang hebat yang dipilih sang khalik untuk menemani pendakian saya ini. Subhanallah. 

Menapaki Tanjakan ke Puncak Gede

Ayo bang….Lanjut….!! Panggilan itu Tiba-tiba saja menyadarkan aku yang sesaat menghayal lepas entah sudah sampai dimana. Segeralah saya beranjak dan memikul kembali ransel lalu terus menyusul rekan rekanku yang sudah berlalu duluan. Terlihat diatas sana sudah berpemandangan terbuka. Sepertinya puncak sudah disana. Tidak kata lain selain semangat yang membara dan mengejar impian menggapai. Puncak.
Beberapa pasang pendaki berjubah dan bercadar berpapasan dengan kami. Assalamualaikum Ihkwat….Walaikumsalam…begitu jawabanku atas sapaannya….Tidak jauh lagi…Ayo..Semangat..!!!. kata-kata itu seperti mencambuk kaki saya yang sejak tadi melangkah lambat. Masya Allah…dalam benak saya berkata…ada juga pendaki yang berjubah dan bercadar ya…??? Mereka tidak sendiri, mereka ditemani oleh rekan seakidahnya….pria berpeci, memakai baju jubah, celana panjang diatas mata kaki dan berjanggut tebal. Subhanallah.
Mendaki gunung tidak mengenal batas. Semua orang yang bisa melakukannya tak perduli dari golongan mana, organisasi apa, pekerjaannya dimana, status sosialnya bagaimana, umurnya berapa..? Alam memberikan ruang untuk semua. Melihat alam raya terutama diatas ketinggian adalah mimpi semua orang. Namun tidak semua orang diberi kesempatan untuk bisa melalukannnya. Hanya orang-orang yang terpanggil dan merasa dekat dengan sang pencipta yang dapat memenuhinya.
-------------------------------------------------------------------

Puncak Gunung Gede
Sekitar pukul 11. 40, akhirnya kami menapakkan kaki di titik tertinggi Gunung Gede. Begitu kagetnya saya saat melihat ratusan manusia di kawasan bibir kawah puncak gunung gede. Inilah kali pertamanya saya menginjakkan kaki di Puncak Gunung Gede dan inilah pertama kalinya kusaksikan kemeriahan suasana puncak yang penuh warna warni. Seakan mengadiri sebuah festival atau pesta rakyat, yang dapat kugambarkan saat itu yaitu mebludaknya manusia yang memenuhi seluruh ruas jalan setapak.
Panorama Puncak Gunung Gede

Area puncak gunung gede merupakan bibir kawah yang memanjang sejauh 2 Km. Puncaknya tepat berada di bibir kawah. Di kawasan puncak merupakan area yang sempit karena berhadapan langsung dengan kawah. Tidak ada aktifitas berlebihan saat berada di Puncak ini, apalagi disaat berjubelnya manusia seperti ini.
Keramaian Pendaki di Puncak Gede
Padat dan sangat sesak. Saking banyaknya, semua sisi jalan setapak di bibir puncak dipenuhi oleh pendaki dan carieernya. Kami pun berhati-hati saat melintasi jalan setapak dan sesekali mengatakan “permisi bang….permisi de…permisi om”. Woow. Banyak sekali pendaki saat itu. Aneka warna warni memenuhi seluruh sisi kawah. Beragam bendera, slayer dan spanduk dipajang saat berfoto di titik trianggulasi Puncak Gunung Gede.
Suasana Puncak Gunung Gede
Berpose di tempat ini pun tidak sebebas selayaknya di berada di puncak. Para pendaki harus antri untuk mendapatkan giliran. Yang sedang mendapat giliran pun tidak boleh berlama-lama berposes. Cukup 2 sampai 3 kutip saja lalu meyingkirlah segera karena puluhan orang sudah siap dengan kameranya masing-masing. Saat kondisi demikian, pastilah agak risih bergaya berlebihan, soalnya ngak PeDe…orang-orang yang ngantri pada ngelihatin….hihihihih… Jadi 2 tiga jepretan tanpa gaya, saya kira cukup untuk berfoto dengan Tugu ini. Yang penting sudah ada bukti, kita sudah sampai di Puncak Gunung Gede.
Warung tepat di Belakang Tugu Puncak Gede

Saat di puncak, kita ngak usah repot repot keluarin alat masak untuk ngopi atau ngeTeh. Hanya sekitar 3 meter dibelakang Tugu Puncak, terdapat sebuah warung. Seperti halnya saat diperjalanan kemarin, di warung ini juga menyedikan kebutuhan instan para pendaki. Kopi, Teh, Energen, Gorengan disiapkan disini. Terlihat Akangnya lagi menyiapkan pesanan para pendaki. Hebat juga aku rasa, sampai di puncak ada warung !!!. tidak tanggung tanggung akangya memboyong juga dengan kompor gas beserta tabungnya. Harganya,..?? pastilah udah beda dengan yang ada dibawah. Setiap Pos di pendakian ini harganya akan naik 25 % tergantung ketinggian. Jadi semakin tinggi posisi warungnya, maka semakin naik juga harganya. Tapi..!! mau harga berapapun..kalau di atas gunung seperti ini. Pastilah laris habis. Sangat terlihat warungnya terus dihampiri oleh pendaki yang udah nahan lapar karena kecapean menanjak dari Surya Kencana.
Puncak Gunung Gede berlatar Puncak Pangrango

Terlepas dari itu semua. Panorama Puncak Gunung Gede merupakan salah satu yang menakjubkan. Sejak di Alun Alun Surya Kencana , para pendaki sudah dimanjakan dengan pesona padang edelweiss yang membentang luas. Saat berada dipuncak, kita akan lebih terpukau melihat simponi dan harmoni alam. Sungguh suatu lukisan ilahi. Melihat kemegahan alam dari puncak tertinggi.
Kawah Puncak Gunung Gede
Kawah belerang membentang tepat di kawasan puncak. Titik ketinggian Gunung Gede terbentuk dari kawah yang membentuk patahan. titik tertinggi dari patahan tersebut yang dianggap sebagai puncak Gunung Gede.
Kawah Puncak Gunung Gede
Kawah ini masih akti. terlihat dari aktiftas asap yang muncul dari celah celah bebatuan. Kawah ini berdiameter sekitar 500 Meter dengan kedalaman 80 Meter. Para pendaki dilarang keras untuk menuruni kawah. Aktifitas kawah yang masih aktif bisa membahayakan siapapun yang mendekatinya. Untuk alasan keamanan, disepanjang bibir kawah dipasang pagar yang terbuat dari pilar pilar beton dan kawat. Ini untuk menjaga segala kemungkinan pendaki agar tidak terlalu dekat beraktifitas di bibir kawah.
Kawah Puncak Gunung Gede
Semburan asap belerang tak henti-hentinya memuntahkan material. Kawah puncak gede cukup luas. Namun terlihat hanya satu titik saja semburan belerang yang aktif. Itupun agak jauh dari puncak sehingga cukup aman dan semburannya tidak mempengaruhi aktifitas pendaki di puncak.
Antrian Berfoto di Tugu Puncak Gunung Gede

Akhirnya tiba juga giliran kami berposes di tugu ini yang sudah sejak tadi menunggu giliran. Saking banyaknya yang mengantri. Kami tidak sempat berposes bebas dan berekspresi lepas. Hanya gaya ala-ala mendampingi pengantin yang bisa kami lakukan. Soalnya didepan buaanyaak yang merhatiin….
Puncak Gunung Gede, 2985 MDPL
Minggu, 20 Oktober 2019
Tidak puas berpose di tugu. Tidak masalah..!! disepanjang bibir kawah merupakan spot berfoto yang berlatar cantik dan eksotik. Sejak kami tiba tadi ratusan orang sudah memenuhi seluruh bibir kawah. Segala macam gaya ditampilkan didepan kameranya masing-masing. Semuanya terlihat bebas dan lepas. Mengekspresikan kegembirannya yang telah menggapai puncak gunung gede. Semuanya seakan tak peduli apa yang sedang terjadi diluar sana. Padahal di saat yang bersamaan (Minggu, 20 Oktober 2019) di Jakarta sedang dilakukan proses ipelantikaan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden KH. Ma’ruf Amin. Semoga kegembiraan semuanya disini sebagai bentuk harapan kepada kedua pemimpin bangsa kedepan.
Puncak Gunung Gede, 2985 MDPL

Mentari sudah pada puncak teriknya. Keramaian pun sepertinya tidak akan surut. Silih berganti pendaki hilir mudik di tempat ini. Saat weekend seperti ini merupakan puncak kunjungan para pendaki. Dari seluruh penjuru jawa barat, Jakarta dan banten dipastikan berada disini. Anak kecil, ABG, Pasangan Muda Mudi, Pasangan Suami Istri, Anak SMA, Anak Kuliahan, Karyawan, Pegawai, Rombongan keluarga bahkan yang 50 tahun keatas pasti dijumpai di Gunung ini. Luarr Biasaaa. Suatu pengalaman mendaki yang unik dan berkesan bagi saya. Tentunya, situasi seperti akan jarang di jumpai di tempat lain.

Satu jam lebih rasanya sudah cukup kami berada di Puncak. Panas mentari juga sudah terasa semakin menyengat. Tiada kabut yang menahan panas. Hanya angin yang menambah kering lapisan kulit. Terasa kulit wajah mulai memar akibat gonta ganti tekanan cuaca. Napas juga sudah terengah engah. Sepertinya sudah saatnya kami meneruskan perjalanan.
Lautan Awan di Puncak Gunung Gede

Perjalanan ke Puncak Gunung Gede menambah lagi catatan perjalanan saya. Rasa penasaran pun akhirnya terbayar setelah mengarungi rute menantang yang menggetarkan langkah dan menguji nyali. Awalnya dibenak saya, gunung wisata itu mudah didaki, namun anggapan saya berbeda dengan kenyataan. 
Puncak Gunung Gede, 2985 MDPL
Gunung ini memberikan lagi saya cerita yang akan saya kisahkan kepada teman-teman, keluarga, istri dan kedua putri saya. Terkhusus kepada calon buah hatiku yang saat pendakian ini sedang berusia 8 bulan dalam kandungan. Selama perjalanan ini, doaku selalu kukirimkan untukmu. Semoga Allah memuluskan kelahiranmu dan Insha Allah engkau dan kedua kakakmu akan menjadi penyemangat hidupku. Terima kasih untuk puncak ke-17. Semoga Langkah Kakiku akan Menuntunku kembali lagi kesini. Salam Lestari...
<<Bersambung ke Pendakian Gunung Pangrango>>

Penulis : Muhammad Dagri Nizar


Baca Juga :
Gunung Agung Gunung Balease Gunung Bawakaraeng
Gunung Lompobattang
Gunung Latimojong Gunung Mekongga
Gunung Ciremai Gunung Semeru Gunung Rinjani
Gunung Slamet Gunung Sindoro Gunung Tambora
Gunung Sumbing Gunung Tolangi Gunung Welirang
Gunung ArjunoGunung GedeGunung Pangrango

2 comments:

  1. Alun-alun Surya Kencana....Padang Edelweiss terluas di Indonesia

    ReplyDelete
  2. Gunung Gede ramai bangeeeetsss.....banyak yang bening2....cantik2....bikin semangat....

    ReplyDelete

Flag Counter