Memasuki Wilayah Tanah Toraja |
Perjalanan panjang berlika-liku melewati jalur pegunungan akan di lalui untuk sampai di negeri pegunungan ini. Kami meninggalkan Kab. Enrekang, Jumad pagi, sekitar pukul 09.30. Kabupaten Enrekang dan Kabupaten Tanah Toraja merupakan dua daerah yang saling berbatasan. Wilayah keduanya sama-sama terletak diatas ketinggian. Jalur berkelak kelok masih menjadi ciri khas, karena jalan untuk menuju kesana yaitu membelah bukit-bukit yang tinggi.
Bangunan Adat Toraja |
Saat sudah melewati perbatasan Kab. Tanah Toraja, pemandangan disepanjang sisi jalan akan menunjukkan identitas daerah ini. Pemukiman warga mencirikan bangunan adat dengan simbol-simbol budayanya. Rumah tongkonan berderet disepanjang jalan. Puluhan gereja dan pemukiman warga dengan corak budayanya akan kita lewati, yang tentunya menampilkan nuansa berbeda yang menjadi pembeda wilayah ini dengan tempat-tempat lainnya.
Panorama Bukit Batu dan Persawahan |
Bukit-bukit batu menjulang tampak disana sini. Ladang sawah yang menghijau membentang luas hingga ke kaki pegunungan. Perjalanan menyisir jalur persawahan ini, semakin syahdu dengan sahut-sahutan lantunan Sholawat dari beberapa Masjid yang kami lewati. Siang itu, dikala sudah mulai mendekati waktu Sholat Jumad.
Memasuki Kota Makale, Tanah Toraja |
Jalur berkelak kelok menyisir pedesaan dengan pemandangan elok akan di berakhir di sebuah pemukiman padat penduduk. Mulai terlihat keramaian kendaraan dan aktivitas kesibukan kota. Inilah Kota Makale, yang menjadi jantung dan pusat pemerintahan di Kab. Tanah Toraja. Tidak ada yang berbeda dengan keramaian kota pada umumnya. Tapi, banyak yang sesuatu yang berbeda yang akan ditemukan disini, dan jarang ditemui di tempat lain.
Masjid Raya Makale, Tanah Toraja |
Sekitar pukul 12.00, kendaraan kami tiba di Kota Makale. Suara Adzan Sholat Jumad menyambut kedatangan kami. Sebuah Masjid megah, tegak menjulang di tengah keramaian Kota. Masjid yang menghadirkan kesejukan beribadah dan menjadi pusat kegiatan dakwah dan selalu ramai dikunjungi jamaah.
Masjid Raya Makale, Tanah Toraja |
Masjid Raya Makale memiliki arsitektur mengagumkan. Masjid ini memiliki
desain arsitektur yang indah dan mengesankan. Corak dan tekstur cokelat pada dinding dan warna keemasan pada kubahnya menampilkan rupa yang elegan dan memukau. Masjid Raya Makale menjadi simbol eksistesi umat muslim di Tanah Toraja yang juga menjadi pusat syiar Islam.
Masjid Raya Makale, Tanah Toraja |
Masjid ini bernama Masjid Raya Makale yang terletak di Jalan Merdeka, No. 44. Lantunan ayat-ayat Al-Quran akan terdengar saat-saat menjelang waktu sholat fardhu dan menggema disekeliling pusat Kota Makale. Pada momen Ramadhan dan Hari Raya, Masjid ini menjadi pusat kegiatan ibadah yang dikunjungi oleh jamaah dari berbagai penjuru di Tanah Toraja
Suasana Sholat Jumad di Masjid Raya Makale |
Saya pun langsung bergabung dengan para jamaah lain yang sudah memenuhi setiap shaf. Sebuah moment ibadah di tempat tidak terduga sebelumnya dimana saya dan ratusan jamaah lainnya berkumpul di dalam Masjid yang megah ini. Ada sebuah petanyaan terbesit dibenak saya, ketika melihat jamaah tumpah ruah di tempat ini. Inilah yang disebut Toleransi, dimana setiap umat beragama bisa leluasa merasakan beribadah secara khusyu dan tiada menunjukkan kesan minoritas yang tampak.
Diakhir Sholat Jumad, Pengelola Masjid Raya Makale menyiapkan takjil untuk para jamaah. Tidak hanya menyiapkan takjil berupa kue-kue dan minuman, tapi juga sekaligus memberikan makanan berupa nasi dan lauk pauk dengan beraneka jenis pilihan.
Kediaman Om Baharuddin, Kota Makale |
Selepas siang, kami menuju ke Rumah Om Baharuddin yang merupakan paman dari salah satu anggota tim yang ikut dalam rombongan ini. Di rumah inilah tempat kami beristirahat selama berada di Tanah Toraja. Di pondok sederhana ini kami diberi tumpangan oleh keluarga yang sangat ramah ini.
Kediaman Om Baharuddin, Kota Makale |
Mereka menyambut kami dengan hangat. Sambutan mereka terhadap kami seperti keluarga dekat yang sudah lama ditunggu kehadirannya. Sungguh suatu kesyukuran, kami bertemu dengan keluarga Om Baharuddin yang menerima kami dengan tangan terbuka. Mereka mempersilahkan kami untuk menggunakan semua fasilitas yang ada di rumahnya. Kami merasa terbantu, karena tidak perlu lagi mencari penginapan.
Pusat Kota Makale, Tanah Toraja |
Kini saatnya kita mulai Acara wisata kita di Tanah Toraja.. Setibanya di Kota Makale, tempat pertama yang akan kami sambangi tentunya adalah pusat keramaian. Makale adalah sebuah Kecamatan yang juga merupakan pusat pemerintahan atau dari kabupaten Tana Toraja, provinsi Sulawesi Selatan. Kota Makale berjarak sekitar 310 km dari Kota Makassar dengan waktu tempuh normal selama 7 jam.
Sejak tahun 2021 Tanah Toraja sudah bisa diakses melalui pesawat udara. Waktu tempuh sekitar 45 menit dari Kota Makassar. Kehadiran Bandara tersebut semakin memudahkan akses untuk menuju ke Tanah yang penuh dengan ritual agama dan tradisi budaya ini.
Makale
sendiri terletak di ketinggian sekitar 1500 MDPL, sehingga udara di kota ini
sangat sejuk. Memandang jauh ke sekeliling kota hanya akan terlihat pegunungan yang membentang luas.
Bundaran Kolam Makale |
Dari bundaran kolam ini, kita bisa melihat bangunan-bangunan megah yang menjadi kebanggaan warga Kota Makale. Tidak jauh dari Masjid Raya Makale, berdiri kokoh Gereja Katolik yang menjadi kebanggan umat kristiani di kota ini.
Kolam yang terbentang di tengah-tengah kota semakin menambah elok Kota Makale dengan dikelilingi beberapa gedung, seperti Rumah Jabatan Bupati Tana Toraja, Gedung DPRD, Gereja Bukit Sion, Universitas Kristen Toraja, Gereja Baptis Pertama Katolik, Rumah Sakit Fatima, UKI Toraja, Pasar Sentral Malake dan beberapa monumen atau gedung lainnya.
Monumen Perjuangan Lakipadada |
Di tengah kolam terdapat Monumen Perjuangan Toraja yang berdiri kokoh sebagai simbol kepahlawanan warga Toraja yang bernama Monumen Perjuangan Lakipadada. Patung ini menggambarkan sosok seorang pahlawan yang sangat diagungkan dan dihormati oleh masarakat Tanah Toraja.
Konon, Lakipadada diceritakan mengembara dari Tanah Toraja untuk mencari mustika yang dapat menghindarkan kaumnya dari kematian. dalam perjalanannya Lakipadada mendapatkan pencerahan bahwa kematian adalah kuasa tuhan dan tidak dapat terhindarkan.
Lakipadada pun melanjutkan perjalanannya ke wilayah Gowa, membantu persalinan sang permaisuri Kerajaan Gowa dan pada suatu waktu diangkat menjadi bangsawan dan pada akhirnya menjadi Raja Gowa. Lakipadada sendiri merupakan seorang tokoh legenda keturunan dari Raja Puang Tamboro Langi.
Bundaran Kolam Makale |
Di seputaran Patung Lakipadada ini merupakan tempat berkumpulnya warga kota saat menghabiskan waktu sore terlebih pada malam hari. Udara yang sejuk yang menjadi ciri khas kota ini membuat betah siapapun, meski harus mengitari bibir kolam yang hampir sejauh 1 Km ini. Pemandangan kolam dengan sebuah patung ditengahnya merupakan tampilan yang memukau pandangan. Para pengunjung pastilah tidak akan melewatkan momen untuk berfoto dengan latar kolam dan patung yang megah tersebut.
Kota Makale, Tanah Toraja |
Yang membuat saya takjub adalah Masjid dan Gereja. Masing-masing tidak ada yang saling bersamaan bersuara, meskipun letaknya bersebelahan. Saat waktu memasuki petang, terdengar lonceng Gereja berdentang berkali-kali. Tidak lama kemudian, giliran Masjid menyuarakan lantunan ayat-ayat, Sholawat Tahrim, Azan, Iqomat lalu Sholat berjamaah. Suaranya pun nyaring terdengar menggema ke seluruh penjuru Kota Makale. Selepas sholat berjamaah, giliran Gereja membunyikan bait-bait pujian kepada Tuhan dilanjutkan dengan sabda-sabda penyejuk rohani....Sungguh....suatu harmonisasi antara dua rumah ibadah yang saling menjaga toleransi.
Toleransi, sebuah kata yang menjadi wajib untuk diperdengarkan
dan didengungkan di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk. Keragaman
suku, agama, ras, dan kebudayaan yang ada di di bumi pertiwi mendorong
kata toleransi untuk terus didengungkan di berbagai kesempatan. Semua demi
menjaga keutuhan nusantara.
Monumen Isabela Coleman Trophy |
Monumen lain tidak jauh dari Patung Lakipadada adalah Monumen
Kemenangan Isabela Coleman Trophy ketika mengikuti parade budaya Tournament of
Roses, Pasadena USA tahun 1981. Monumen ini terletak di seberang Masjid Raya Makale. Tempat ini juga merupakan salah satu kunjungan para pelancong. Letaknya yang berada di tengah pusat kota menjadikan monumen yang sejuk oleh pepohonan ini dapat diakses dengan mudah dari segala arah. Banyak warga kota yang terlihat beristirahat di bawah rindangnya pohon-pohon yang memenuhi pelataran tempat ini. Saat sore sampai malam hari, disini sangat ramai oleh aktivtas muda mudi.
Monumen Isabela Coleman Trophy |
Masyakarat Tana Toraja, sangat terkenal sebagai
masyarakat multikultural. Mereka memiliki ragam suku, ras dan agama dan cara
unik merawat toleransi antaretnis dan umat beragama. Kerjasama antar lintas budaya, agama dan pemerintah menjadi perekat torelansi antar umat beragama di Tanah Toraja. Memaknai simbol-simbol budaya dan agama dalam konteks yang lebih luas menjadikan Toraja tidak mudah terpancing konflik atau isu sara yang sering dihembuskan di beberapa daerah di tanah air karena sebuah kepentingan individu, kelompok atau politik.
Kehidupan sehari-hari masyarakat, banyak dipengaruhi
oleh adat istiadat, sehingga Tanah Toraja sangat menonjolkan karakteristik budaya, tradisi, agama dan kepercayaan leluhur. Kita dapat saksikan kesemuanya saat prosesi kematian, dimana seluruh ritual dan tradisi akan ditampilkan yang pastinya akan menjadi daya tarik tersendiri.
Monumen Isabela Coleman Trophy |
Toleransi sangat mengakar dalam pola hidup dan bermasyarakat Tana Toraja. Kehidupan mengalir seiring sejalan dengan keyakinan setiap orang. Masing-masing Saling memberi ruang, saling mengerti bahkan saling tolong menolong. Kita ingin kehidupan penuh kedamaian ini terus berlangsung. Hidup bersama dengan keluarga, rekan, sahabat dan tetangga yang berbeda keyakinan tetapi menjunjung nilai-nilai saling menghargai dan menghormati.
Hanya di Toraja kita akan menyaksikan pengecoran Masjid dilakukan secara gotong royong oleh jemaah bersama warga gereja. Saat perayaan Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha, Sholat Ied dilaksanakan di halaman Gereja. Begitu perayaan Natal, umat muslim bertugas untuk mejaga keamanan dan ketertiban di luar Gereja.
Monumen Isabela Coleman Trophy |
Toleransi bermakna sangat luas. Kita bisa melakukannya dari hal-hal yang sederhana. Meskipun kita tak bisa terlibat secara langsung dalam tradisi agama dan budaya yang berbeda dengan keyakinan kita, tapi setidaknya dengan memberi ruang dan memberikan kenyamanan, itu sudah cukup. Kita selalu mudah tergiring oleh isu-isu yang menyeret kita untuk saling menghujat dan mencela bahkan membenci orang-orang yang tidak seakidah dengan keyakinan kita. Padahal itu semua hanya ulah dari kelompok-kelompok yang menginginkan keharmonisasian yang sudah terjaga sejak dahulu menjadi berantakan dan berakhir perpecahan. Siapapun dia, pasti tidak ada yang menginginkannya.
Penulis : Muhammad Dagri Nizar
Baca Juga : | ||
---|---|---|
Tanah Toraja | Buntu Burake | Lolai To'Tombi |
Ke'te Kesu' | Kuburan Batu Londa | Pango Pango Park |
Buntu Kabobong | Air Terjun Bantimurung | Pantai Losari |
Center Point Indonesia | Galery Seni Pantai Losari | Pusat Kuliner Pantai Losari |
No comments:
Post a Comment