TAMAN NASIONAL TANJUNG PUTING
Dasar Penunjukan :
Surat Keputusan Menteri Kehutanan
Nomor: 687/Kpts-11/96
Tanggal 25 Oktober 1996
Luas : ± 415.040 Ha
Letak :
Surat Keputusan Menteri Kehutanan
Nomor: 687/Kpts-11/96
Tanggal 25 Oktober 1996
Luas : ± 415.040 Ha
Letak :
Propinsi Kalimantan Tengah, Kabupaten Kotawaringin Barat dan kabupaten Seruyan
Koordinat :
02" 35' - 03" 35' LS, dan
111" 50'- 112" 15' BT
Koordinat :
02" 35' - 03" 35' LS, dan
111" 50'- 112" 15' BT
Umum
Taman Nasional Tanjung Puting salah satunya dilatarbelakangi oleh adanya orangutan Kalimantan (Pongo pygmeus) dan bekantan (Nasalis Larvatus) yang merupakan jenis langka dan dilindungi. Perlindungan terhadap dua jenis satwa tersebut di kawasan ini telah dilakukan sejak jaman kolonial Belanda sekitar tahun 1936/1937.
Disamping kedua jenis satwa tersebut di atas, kawasan ini juga merupakan syurganya burung. Meskipun observasi paling akhir menunjukkan hanya 3,5% dari jenis burung yang ada di Tanjung Puting endemik, akan tetapi Tanjung Puting secara khusus sangat penting bagi populasi ekstensif dan keanekaragaman burung yang ada di sana, yang mendiami habitat dataran rendah yang sangat luas, serta tidak dijumpai di tempat lain manapun. Daftar awal (preliminary list) mencatat 200 jenis burung hidup di kawasan taman nasional ini, dan beberapa jenis dinyatakan jarang ditemukan di tempat lain di Kalimantan, bahkan beberapa jenis lainnya termasuk jenis yang terancam punah.
Sejarah Kawasan :
- Taman Nasional Tanjung Puting awalnya adalah Suaka Margasatwa Tanjung puting, gabungan Cagar Alam Sampit dan Suaka Margasatwa Kotawaringin, ditetapkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1936/1937 seluas 305.000 ha untuk perlindungan orangutan (Pongo pygmeus) dan bekantan (Nasalis Larvatus).
- Ditetapkan sebagai Taman Nasional berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 096/kpts-II/84 tanggal 12 Mei 1984.
- Berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam No. 45/kpts/IV-Sek/84 tanggal 11 Desember 1984 wilayah kerja Taman Nasional Tanjung Puting ditetapkan meliputi areal Suaka Margasatwa Tanjung Puting dengan luas kawasan 300.040 ha.
- Terakhir, melalui SK Menteri Kehutanan No. 687/kpts-II/96 tanggal 25 Oktober 1996, luas kawasan menjadi 415.040 ha terdiri dari Suaka Margasatwa Tanjung puting 300.040 ha, hutan produksi 90.000 ha (ex. PT Hesubazah), dan kawasan daerah perairan sekitar 25.000 ha.
Fisik
Geologi
Tanjung Puting, seperti halnya kebanyakan daerah berawa-rawa dataran pantai Kalimantan, secara relatif berumur geologi muda dan daerah berawa-rawa datar yang meluas ke pedalaman sekitar 5-20 km dari pantai mungkin hanya berumur beberapa ratus sampai beberapa ribu tahun saja. Sebagian besar sedimen tanah/lumpur adalah alluvial muda. Molengraaf menyatakan bahwa dataran pantai merupakan bagian dari dataran/dangkalan sunda yang muncul ke permukaan setelah jaman es Pleistocene dan kemudian secara bertahap dipenuhi oleh sedimen dari formasi pre-tertiary dan teriary dari Kalimantan Tengah. Bagian utara kawasan taman nasional yang mencuat beberapa meter di atas permukaan laut mungkin merupakan bagian dari deposisi "sandstone" tertiary.
Sebagian besar perkembangan tanah sedimen atau latosol mungkin telah terjadi selama sekitar 18.000 sampai 25.000 tahun yang lalu ketika permukaan laut telah turun sekitar 12 meter lebih rendah dibanding permukaan laut sekarang dan seluruh dangkalan Sunda, termasuk Semenanjung Malaya, Kalimantan, Sumatra dan Jawa bersatu sebagai kesatuan pulau/benua yang besar serta hanya terbelah oleh sungai-sungai yang panjang dan lebar yang mengalir dari gunung-gunung yang tinggi menurun ke arah Laut Cina. Naiknya kembali permukaan air laut yang dimulai sekitar 18.000 tahun yang lalu kemudian menenggelamkan kembali sebagian besar dangkalan sunda serta memisahkan daratan dari pulau-pulau yang ada sekarang dengan laut-laut yang lebar.
Erosi lebih lanjut dari pegunungan dan tertahannya atau menggenangnya air di daerah pantai telah menyebabkan berlangsungnya proses pembentukan rawa-rawa dan kurang lebih 8.000-12.000 tahun yang lalu permukaan air laut naik mencapai ketinggian permukaan seperti yang ada saat ini serta kemungkinan malah lebih tinggi beberapa meter. Tepian sungai yang tinggi serta bukit-bukit pasir telah menahan aliran-aliran sungai dan sedimentasi lumpur serta lumpur laut telah menyebabkan terjadinya pertumbuhan (meluasnya) daratan dari dataran pantai Kalimantan. Di Tanjung Puting sendiri terlihat adanya pertumbuhan (perluasan) daerah pantai, dan dari perbandingan yang terlihat antara foto udara tahun 1949 dengan foto udara serta citra satelit saat ini tampak perbedaan yang nyata pada arah tanjung serta posisi garis pantai.
Tanah
Pada umumnya tanah di kawasan Taman Nasional Tanjung Puting adalah "miskin" (kurang subur), "tercuci" berat serta kurang berkembang. Semua tanah bersifat sangat asam dengan kisaran pH antara 3,8-5,0. Tanah-tanah sekitar anak-anak sungai dicirikan oleh suatu lapisan "top soil" yang berwarna abu-abu kecoklatan serta suatu lapisan "sub soil" yang lengket yang juga berwarna abu-abu kecoklatan.
Di rawa-rawa daerah pedalaman (daerah hulu), tanah memiliki kandungan unsur organik yang lebih tinggi dan formasi gambut tersebar luas di banyak tempat dengan ketebalan sampai 2 meter. Jalur-jalur tanah tinggi yang mendukung tumbuhnya hutan tanah kering (dry land forest), meskipun banyak diantaranya telah digarap/ditanami, memiliki kandungan pasir yang lebih tinggi, bahkan kadang-kadang pasir kuarsa putih, namun telah tercuci habis-habisan sebagai akibat perubahan besi ke senyawa-senyawa besi serta terus terlarutnya unsur-unsur ini. Semua tanah di Taman Nasional Tanjung Puting, seperti halnya sebagian besar tanah di Kalimantan adalah sangat tidak subur dan secara umum hanya mampu mendukung usaha pertanian secara temporer.
Topografi
Secara umum, topografi Taman Nasional Tanjung Puting adalah datar sampai bergelombang dengan ketinggian 0 sampai 11 meter dari permukaan laut. Di bagian Utara, terdapat beberapa punggung pegunungan yang rendah dan bergelombang serta umumnya mengarah ke Selatan, akan tetapi di sebelah Selatan dari Sungai Sekonyer tidak terdapat pegunungan atau bukit. Anak-anak sungai telah terbentuk karena terjadinya luapan air sungai pada waktu musim hujan.
Natai atau tanah tinggi banyak dijumpai di bagian tengah kawasan taman nasional. Natai ini terisolasi oleh rawa atau danau yang besar dimana jarang dijumpai pepohonan. Keadaan ini akan lebih tampak terutama pada musim hujan, yaitu antara bulan Oktober sampai dengan Februari. Daerah pantai sebagian berpasir (antara sungai Arut Tebal sampai Teluk Ranggau di bagian Barat dan Pantai Selatan) dan sebagian berlumpur (mulai dari muara Sungai Sekonyer ke selatan sampai Sungai Arut Tebal).
Di Tanjung sendiri (Tanjung Puting) terjadi pendangkalan pasir dan Lumpur setiap tahun dan bergerak ke arah selatan dan barat. Beberapa daerah pantai dengan gundukan-gundukan pasir terdapat di sekitar muara Sungai Perlu.
Hidrologi
Di dalam kawasan Taman Nasional Tanjung Puting terdapat 7 Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Sub DAS yaitu DAS Sekonyer, Buluh Kecil, Buluh Besar, Cabang, Perlu, Segintung dan DAS Pembuang. Dimana DAS dan Sub Das tersebut mempunyai air yang berwarna hitam, serta mengalir dari bagian utara dan tengah kawasan taman nasional. Aliran sungai-sungai ini pelan dan di beberapa tempat terpengaruh oleh adanya pasang surut. Banjir sering terjadi dan beberapa danau sering terbentuk di daerah hulu sebagian besar terjadi pada musim hujan mulai bulan Oktober sampai dengan April. Air tanah menjadi bagian penting dari semua habitat di Tanjung Puting dan lebih dari 60 % kawasan taman nasional tergenang air paling tidak selama 4 bulan setiap tahunnya.
Selama musim kemarau yang panjang, air payau dapat masuk ke daerah hulu sejauh ± 10 km, sepanjang Sungai Sekonyer. Fluktuasi harian dari permukaan air Sungai Sekonyer yang terkait dengan adanya pasang surut dapat diukur sampai ± 15 km dari muara. Fluktuasi musiman permukaan air di daerah rawa-rawa memiliki variasi rata-rata antara 1,5 sampai 2 meter dan di beberapa tempat bisa mencapai 3 meter.
Iklim
Secara gasris besar kawasan Taman Nasional Tanjung Puting mempunyai curah hujan rata-rata rnencapai 2.400 mm/tahun. Menurut Schmidt & Fergusson hal seperti ini termasuk dalam iklim selalu basah type A.
Biotik
Taman Nasional Tanjung Putting memiliki beberapa Tipe Ekosistem, yaitu :
1. Ekosistem hutan tropika dataran rendah
2. Ekosistem hutan tanah kering (hutan kerangas)
3. Ekosistem hutan rawa air tawar
4. Ekosistem hutan rawa gambut
5. Ekosistem hutan bakau
6. Ekosistem hutan pantai
7. Ekosistem hutan sekunder.
Flora
Jenis-jenis tumbuhan yang dapat ditemui di Taman Nasional Tanjung Puting adalah meranti (Shorea sp.), ramin (Gonystylus bancanus), jelutung (Dyera costulata), gaharu, kayu lanan, keruing (Dipterocarpus sp), ulin (Eusideroxylon zwageri), tengkawang (Dracontomelas sp.), Dacrydium sp, Lithocarpus sp, Castanopsis sp, Hopea sp,Schima sp, Melaleuca sp, Diospyros sp, Beckia sp, Jackia sp, Licuala sp, Vatica sp, Tetramerista sp, Palaquium sp, Campnosperma sp, Casuarina sp, Ganua sp, Mesua sp, Dactylocladus sp, Alstonia sp, Durio sp, Eugenia sp, Calophyllum sp, Pandanus sp, Crinum sp., Sonneratia, Rhizophora, Barringtonia, nipah (Nypafruticans), Podocarpus sp, rotan (Calamus sp), dan Imperata cylindrica.
Dibagian Utara kawasan terdapat Hutan Kerangas dan di lantai hutannya terdapat Jenis tumbuhan pemakan serangga seperli kantong semar (Nepenthes sp). Hutan Rawa Gambut yang tumbuhannya memiliki akar lutut, dan akar nafas yang mencuat dari permukaan air, ditemukan di bagian Tengah kawasan dan di tepi beberapa sungai. Di sepanjang tepi semua sungai di kawasan ini terdapat hutan rawa air tawar (aluvial) dengan jenis tumbuhan yang kompleks termasuk jenis tumbuhan merambat berkayu yang besar dan kecil, epifit dan paku-pakuan dalam jumlah besar. Di daerah Utara menuju Selatan kawasan, terdapat belukar yang luas yang merupakan areal bekas tebangan dan kebakaran.
Tumbuhan di daerah hulu Sungai Sekonyer terdiri atas hutan rawa yang didominasi oleh Pandanus sp. dan bentangan (bakung) yang mengapung, seperti Crinum sp. Hutan bakau (mangrove) yang berada di daerah pantai, dan payau yang berada di muara sungai, tedapat nipah yang merupakan tumbuhan asli setempat. Nipah tumbuh meluas sampai ke pedalaman sepanjang sungai. Di daerah pesisir pada pantai-pantai berpasir, banyak ditumbuhi tumbuhan marga Casuarina, Pandanus, Podocarpus, Scaevola dan Barringtonia.
Fauna
Mamalia; Kawasan Taman Nasional Tanjung Puting dihuni oleh sekitar 38 jenis mamalia. Jenis-jenis tersebut antara lain tupai (Tapala spp). tikus (Echinoserex gymnurus), kumbang tando (Cycephalus variegates), kera buka (Tarsius bancanus), kukang (Nyctycebus coucang), kera ekor panjang (Macaca fascicularis), beruk (Macaca nemestrina), kelasi (Presbytis rubicunda), lutung (Presbytis cristata), bekantan (Nasalis larvatus), owa-owa (Hylobates agilis), orangutan (Pongo pygmaeus), trenggiling (Manis javanica), bajing (Ratuva affinis), landak (Hystrix brachyura), beruang madu (Helarctos malayanus), berang-berang (Lutra sp), musang (Matres flavigula), kucing batu (Felis bengalensis), macan dahan (Neofelis nebulosa), babi hutan (Sus barbatus), kancil (Tragulus javanicus), kijang (Muntiacus muntjak). Dan mamalia air tawar ikan duyung (Dugong dugon)
Burung; Meskipun observasi paling akhir menunjukkan hanya 3,5% dari jenis burung yang ada di Tanjung Puting endemik, akan tetapi Tanjung Puting secara khusus sangat penting bagi populasi ekstensif dan keanekaragaman burung yang ada di sana, yang mendiami habitat dataran rendah yang sangat luas, serta tidak dijumpai di tempat lain manapun. Daftar awal (preliminary list) mencatat 200 jenis burung hidup di kawasan taman nasional ini. Beberapa jenis yang telah tercatat misalnya "the bornean Bristlehead" atau "bald headed wood shrike" (Pityariasis gymnocephala), dinyatakan jarang ditemukan di tempat lain di Kalimantan. Beberapa jenis lainnya, bahkan termasuk jenis yang terancam punah.
Jenis burung yang paling penting di Taman Nasional Tanjung Puting adalah sindanglawe (storm's stork, Ciconia stormii), yang dinyatakan termasuk dari 20 jenis burung bangau yang paling langka di dunia (Hancock, Kushlan and Kahl, 1992) serta dimasukkan ke dalam kategori terancam kepunahan oleh IUCN. Dikenal sebagai burung soliter di hutan primer yang lebat dan rawa-rawa, sindanglawe sering terlihat baik "sendirian" maupun dalam kelompok, di tepian sungai-sungai yang banyak terdapat di Tanjung Puting, bahkan pada tengah hari. Dibanding dengan kawasan lain di Indonesia, Tanjung Puting mungkin dapat dikatakan yang memiliki densitas paling besar. Sifat ekologis burung ini sangat mirip dengan bangau hitam (Ciconia nigra) yang sering memadati hutan primer di Eurasia dan daerah jelajah jenis burung ini "sympratic" dengan "wolly-necked stork" (Ciconia episcopus) yang tampaknya berafiliasi dengan daerah-daerah terbuka. Tidak banyak diketahui mengenai makanan sindanglawe ini, namun dikatakan bahwa cacing dan katak termasuk dalam daftar menunya.
Beberapa jenis burung, terutama yang sebarannya luas atau yang mempunyai habitat di hutan rawa dapat ditemukan di Danau Burung yang berlokasi di dekat Sungai Buluh Besar. Antara lain bultok kecil (Megalaima australis), walet pantat kelabu (Collocalia fuciphaga), tepekong kecil (Hemiprocne comata), lelayang pasifik (Hirundo tahitica), kutilang hitam putih (Pycnonotus melanoleucos), kutilang emas (Pycnonotus atriceps), pernah teridentifikasi di Danau Burung (Nash & Nash, 1986).
Beberapa tahun silam di Danau Burung juga tercatat keberadaan burung air, bahkan menjadi surga bagi burung air. Tidak mengherankan jika jumlahnya dapat mencapai ribuan dan membentuk koloni besar. Burung-burung tersebut terdiri atas lima jenis yang berbeda, yaitu Egretta alba, Anhinga melanogaster, Ardea purpurea, Nycticorax nycticorax, dan satu jenis "cormorant". Bahkan, menurut Nash & Nash (1986) satu jenis burung, yaitu Egretta garzetta di Tanjung Puting hanya dapat ditemukan di Danau Burung saja. Akan tetapi, akibat kebakaran hutan, eksploitasi hutan, dan eksploitasi ikan yang menjadi makanan burung tersebut, saat ini sangat sulit menemukan burung-burung air tersebut di Danau Burung.
Beberapa jenis elang juga telah teridentifikasi di kawasan Taman Nasional Tanjung Puting seperti elang laut perut putih, elang bondol, 'black kite', elang hitam, dan 'changeable hawk eagle'. Pada jenis elang laut perut putih (Haliaetus leucogaster), spesies ini hanya terdapat atau teragregasi di wilayah batas-batas terdepan pantai. Selama pemantauan di Tanjung Puting dan sekitarnya, elang laut perut putih termasuk sarangnya terdistribusi di wilayah perifer pantai dengan laut. Karakter pemilihan habitat disebabkan oleh pola makan spesies tersebut yang hampir 100 % diambil dari laut (ikan, kerang dan ketam) dan hanya ada satu catatan sekitar 500 m dari tepi pantai di Sungai Sinthuk, Desa Kapitan, bertengger berpasangan dan diperkirakan terdapat sarang elang laut perut putih di kawasan tersebut. Pada elang bondol (Haliastur indus), spesies ini terdistribusi random artinya dapat dijumpai di wilayah pesisir pantai sampai ke dalam radius 1000 m dari pantai. Tetapi, spesies ini juga dapat dijumpai sampai ke pelosok-pelosok hutan kecuali di wilayah pegunungan.
Berikut berapa jenis burung di Taman Nasional Tanjung Putting, antara lain: pecuk ular (Anhinga melanogaster), cangak besar (Ardea sumatrana), kuntul putih besar (Ergetta alba), kuntul kecil (Ergetta garzetta), bletok rawa (Buloridos striatus), kowak malam (Nycticorax nycticorax), tamtoma kedondong hitam (Dupeter flapicolis), bangau tongtong (Leptoptilos javanicus), belibis pohon (Dendrocyna arcuata), alap-alap kelelawar (Machaerthampus alcinus), alap-alap Asia (Pernis ptylorhynchus), elang bodol (Haliastur Indus), alap-alap sisko (Accipiter trivigatus), alap-alap Jepang kancil (Accipiter gularis), elang garuda hitam (Ictinaetus malayanus), elang hitam kepala kerbau (Icthyophaga ichthyaetus), elang ikan kecil (Icthyophaga nana), baca (Spilornis cheela), elang belalang (Microhierax fringillarius), puyuh mahkota (Rollulus routroul), blelang sempidan (Lophura erythrophithaima), kuau bolwer (Lophura bulweri), kuau melayu (Polypiectron malacenses), kuau besar (Argusianus argus), trulek pasifik (Pluvialis dominica), trinil batis merah (Tringa tetanus), camar hitam sayap putih (Chlidonias leocopterus), rangkong kode (Anorrhinus galeritus), rangkong tahun (Rhiticeros corugatus), dan rangkong badak (Buceros rhinoceros).
Reptil; hewan yang termasuk kategori ini kurang populer di Taman Nasional Tanjung Puting, sehingga catatan mengenai keberadaan hewan ini pun masih sangat terbatas. Akan tetapi, paling tidak terdapat beberapa jenis reptil yang berhasil teridentifikasi, yaitu buaya sinyong supit (Tomistoma schlegel), buaya muara (Crocodilus porosus), bidawang (Trionyx cartilaganeus), ular sawa (Python reticulates), ular sendok (Naja-naja), kura-kura Testuda emys dan biawak Varanus salvator
Amphibi
Beberapa jenis amphibi, sebetulnya terdapat di kawasan Taman Nasional Tanjung Puting, tetapi observasi dan identifikasi terhadap amphibi belum pernah dilakukan.
Ikan
Beberapa jenis ikan juga telah teridentifikasi, mulai dari ikan yang biasa dikonsumsi masyarakat seperti lais, toman, seluang, bakut, dan sebagainya, sampai jenis ikan hias, seperti ikan arowana. Ikan arowana dengan penampilannya yang begitu indah dan mempesona telah mengundang orang-orang tertentu untuk menangkap, kemudian menjualnya. Harganya yang tinggi di pasaran, membuat bisnis penjualan ikan arowana menjadi sesuatu yang menjanjikan. Tidak mengherankan jika keberadaan ikan arowana semakin terancam, bukan hanya karena eksploitasi terhadap jenis ikan ini, melainkan juga karena pencemaran sungai oleh limbah penambangan emas yang kerap kali terjadi.
Wisata
Sebagai kawasan pelestarian flora dan fauna, Tanjung Puting juga dikembangkan sebagai daerah kunjungan wisata. Banyak lokasi yang mempunyai pemandangan alam khas hutan dataran rendah dengan satwa yang mudah dijumpai. Tanjung Putting dikenal juga sebagai lokasi rehabilitasi Orangutan Kalimantan yang pertama dibangun.
Lokasi yang dapat dikunjungi untuk melihat Orangutan dan primata lain adalah Pos Tanjung Harapan, Pondok Tanggui dan Camp Leakey. Namun tak hanya itu, masih banyak yang dapat dikunjungi dan dikembangkan untuk daerah tujuan wisata minat khusus seperti Danau Burung, Sungai Buluh, Natai Lengkuas ataupun kawasan timur yang belum banyak dikembangkan. Di sepanjang Sungai Sekonyer juga dapat dilihat berbagai jenis burung seperti Elang, Raja udang, Bubut, Pecuk ular, Rangkong, Beo, Babat mayat (Asian Paradise flytchatcher) serta rombongan Betet.
Cara Mencapai Lokasi
1. Bagian Barat
Cara menuju Taman Nasional Tanjung Puting adalah melalui Kumai, kota kecamatan dan pelabuhan yang terletak 15 Km dari Pangkalan Bun (Ibukota Kotawaringin Barat)
Untuk menuju Pangkalan Bun dapat dicapai dengan menggunakan pesawat udara:
- Dari Pulau Jawa ; Semarang-Pangkalan Bun
- Dari Kalimantan; Pontianak-Pangkalan Bun, Ketapang-Pangkalan Bun, Banjarmasin-Pangkalan Bun
- Dari Pangkalan Bun menuju Kumai dapat menggunakan taxi carteran.
Apabila menggunakan kapal laut menuju Pelabuhan Kumai dapat menggunakan jasa Pelni (KM Bina iya, Lawit, KM Egon, KM Leuser) dan PT. Darma Lautan Utama (KM Darma Kencana II dan KM Mutiara).
2. Bagian Timur/Utara
Melalui Sampit ke Kuala Pembuang ditempuh melalui jalan darat selama 3,5 jam (125 Km). Sedangkan dari Sampit ke Pembuang Hulu dapat ditempuh melalui jalan darat selama 6 jam (300 Km).
Perkiraan jarak dan waktu tempuh dari Kumai ke Obyek Wisata yang terdapat di dalam kawasan Taman Nasional Tanjung Puting :
Taman Nasional Tanjung Puting salah satunya dilatarbelakangi oleh adanya orangutan Kalimantan (Pongo pygmeus) dan bekantan (Nasalis Larvatus) yang merupakan jenis langka dan dilindungi. Perlindungan terhadap dua jenis satwa tersebut di kawasan ini telah dilakukan sejak jaman kolonial Belanda sekitar tahun 1936/1937.
Disamping kedua jenis satwa tersebut di atas, kawasan ini juga merupakan syurganya burung. Meskipun observasi paling akhir menunjukkan hanya 3,5% dari jenis burung yang ada di Tanjung Puting endemik, akan tetapi Tanjung Puting secara khusus sangat penting bagi populasi ekstensif dan keanekaragaman burung yang ada di sana, yang mendiami habitat dataran rendah yang sangat luas, serta tidak dijumpai di tempat lain manapun. Daftar awal (preliminary list) mencatat 200 jenis burung hidup di kawasan taman nasional ini, dan beberapa jenis dinyatakan jarang ditemukan di tempat lain di Kalimantan, bahkan beberapa jenis lainnya termasuk jenis yang terancam punah.
Sejarah Kawasan :
- Taman Nasional Tanjung Puting awalnya adalah Suaka Margasatwa Tanjung puting, gabungan Cagar Alam Sampit dan Suaka Margasatwa Kotawaringin, ditetapkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1936/1937 seluas 305.000 ha untuk perlindungan orangutan (Pongo pygmeus) dan bekantan (Nasalis Larvatus).
- Ditetapkan sebagai Taman Nasional berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 096/kpts-II/84 tanggal 12 Mei 1984.
- Berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam No. 45/kpts/IV-Sek/84 tanggal 11 Desember 1984 wilayah kerja Taman Nasional Tanjung Puting ditetapkan meliputi areal Suaka Margasatwa Tanjung Puting dengan luas kawasan 300.040 ha.
- Terakhir, melalui SK Menteri Kehutanan No. 687/kpts-II/96 tanggal 25 Oktober 1996, luas kawasan menjadi 415.040 ha terdiri dari Suaka Margasatwa Tanjung puting 300.040 ha, hutan produksi 90.000 ha (ex. PT Hesubazah), dan kawasan daerah perairan sekitar 25.000 ha.
Fisik
Geologi
Tanjung Puting, seperti halnya kebanyakan daerah berawa-rawa dataran pantai Kalimantan, secara relatif berumur geologi muda dan daerah berawa-rawa datar yang meluas ke pedalaman sekitar 5-20 km dari pantai mungkin hanya berumur beberapa ratus sampai beberapa ribu tahun saja. Sebagian besar sedimen tanah/lumpur adalah alluvial muda. Molengraaf menyatakan bahwa dataran pantai merupakan bagian dari dataran/dangkalan sunda yang muncul ke permukaan setelah jaman es Pleistocene dan kemudian secara bertahap dipenuhi oleh sedimen dari formasi pre-tertiary dan teriary dari Kalimantan Tengah. Bagian utara kawasan taman nasional yang mencuat beberapa meter di atas permukaan laut mungkin merupakan bagian dari deposisi "sandstone" tertiary.
Lokasi Taman Nasional Tanjung Puting |
Erosi lebih lanjut dari pegunungan dan tertahannya atau menggenangnya air di daerah pantai telah menyebabkan berlangsungnya proses pembentukan rawa-rawa dan kurang lebih 8.000-12.000 tahun yang lalu permukaan air laut naik mencapai ketinggian permukaan seperti yang ada saat ini serta kemungkinan malah lebih tinggi beberapa meter. Tepian sungai yang tinggi serta bukit-bukit pasir telah menahan aliran-aliran sungai dan sedimentasi lumpur serta lumpur laut telah menyebabkan terjadinya pertumbuhan (meluasnya) daratan dari dataran pantai Kalimantan. Di Tanjung Puting sendiri terlihat adanya pertumbuhan (perluasan) daerah pantai, dan dari perbandingan yang terlihat antara foto udara tahun 1949 dengan foto udara serta citra satelit saat ini tampak perbedaan yang nyata pada arah tanjung serta posisi garis pantai.
Tanah
Pada umumnya tanah di kawasan Taman Nasional Tanjung Puting adalah "miskin" (kurang subur), "tercuci" berat serta kurang berkembang. Semua tanah bersifat sangat asam dengan kisaran pH antara 3,8-5,0. Tanah-tanah sekitar anak-anak sungai dicirikan oleh suatu lapisan "top soil" yang berwarna abu-abu kecoklatan serta suatu lapisan "sub soil" yang lengket yang juga berwarna abu-abu kecoklatan.
Di rawa-rawa daerah pedalaman (daerah hulu), tanah memiliki kandungan unsur organik yang lebih tinggi dan formasi gambut tersebar luas di banyak tempat dengan ketebalan sampai 2 meter. Jalur-jalur tanah tinggi yang mendukung tumbuhnya hutan tanah kering (dry land forest), meskipun banyak diantaranya telah digarap/ditanami, memiliki kandungan pasir yang lebih tinggi, bahkan kadang-kadang pasir kuarsa putih, namun telah tercuci habis-habisan sebagai akibat perubahan besi ke senyawa-senyawa besi serta terus terlarutnya unsur-unsur ini. Semua tanah di Taman Nasional Tanjung Puting, seperti halnya sebagian besar tanah di Kalimantan adalah sangat tidak subur dan secara umum hanya mampu mendukung usaha pertanian secara temporer.
Topografi
Secara umum, topografi Taman Nasional Tanjung Puting adalah datar sampai bergelombang dengan ketinggian 0 sampai 11 meter dari permukaan laut. Di bagian Utara, terdapat beberapa punggung pegunungan yang rendah dan bergelombang serta umumnya mengarah ke Selatan, akan tetapi di sebelah Selatan dari Sungai Sekonyer tidak terdapat pegunungan atau bukit. Anak-anak sungai telah terbentuk karena terjadinya luapan air sungai pada waktu musim hujan.
Natai atau tanah tinggi banyak dijumpai di bagian tengah kawasan taman nasional. Natai ini terisolasi oleh rawa atau danau yang besar dimana jarang dijumpai pepohonan. Keadaan ini akan lebih tampak terutama pada musim hujan, yaitu antara bulan Oktober sampai dengan Februari. Daerah pantai sebagian berpasir (antara sungai Arut Tebal sampai Teluk Ranggau di bagian Barat dan Pantai Selatan) dan sebagian berlumpur (mulai dari muara Sungai Sekonyer ke selatan sampai Sungai Arut Tebal).
Di Tanjung sendiri (Tanjung Puting) terjadi pendangkalan pasir dan Lumpur setiap tahun dan bergerak ke arah selatan dan barat. Beberapa daerah pantai dengan gundukan-gundukan pasir terdapat di sekitar muara Sungai Perlu.
Taman Nasional Tanjung Puting |
Di dalam kawasan Taman Nasional Tanjung Puting terdapat 7 Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Sub DAS yaitu DAS Sekonyer, Buluh Kecil, Buluh Besar, Cabang, Perlu, Segintung dan DAS Pembuang. Dimana DAS dan Sub Das tersebut mempunyai air yang berwarna hitam, serta mengalir dari bagian utara dan tengah kawasan taman nasional. Aliran sungai-sungai ini pelan dan di beberapa tempat terpengaruh oleh adanya pasang surut. Banjir sering terjadi dan beberapa danau sering terbentuk di daerah hulu sebagian besar terjadi pada musim hujan mulai bulan Oktober sampai dengan April. Air tanah menjadi bagian penting dari semua habitat di Tanjung Puting dan lebih dari 60 % kawasan taman nasional tergenang air paling tidak selama 4 bulan setiap tahunnya.
Selama musim kemarau yang panjang, air payau dapat masuk ke daerah hulu sejauh ± 10 km, sepanjang Sungai Sekonyer. Fluktuasi harian dari permukaan air Sungai Sekonyer yang terkait dengan adanya pasang surut dapat diukur sampai ± 15 km dari muara. Fluktuasi musiman permukaan air di daerah rawa-rawa memiliki variasi rata-rata antara 1,5 sampai 2 meter dan di beberapa tempat bisa mencapai 3 meter.
Iklim
Secara gasris besar kawasan Taman Nasional Tanjung Puting mempunyai curah hujan rata-rata rnencapai 2.400 mm/tahun. Menurut Schmidt & Fergusson hal seperti ini termasuk dalam iklim selalu basah type A.
Orangutan (Pongo Pygmaeus) |
Taman Nasional Tanjung Putting memiliki beberapa Tipe Ekosistem, yaitu :
1. Ekosistem hutan tropika dataran rendah
2. Ekosistem hutan tanah kering (hutan kerangas)
3. Ekosistem hutan rawa air tawar
4. Ekosistem hutan rawa gambut
5. Ekosistem hutan bakau
6. Ekosistem hutan pantai
7. Ekosistem hutan sekunder.
Flora
Jenis-jenis tumbuhan yang dapat ditemui di Taman Nasional Tanjung Puting adalah meranti (Shorea sp.), ramin (Gonystylus bancanus), jelutung (Dyera costulata), gaharu, kayu lanan, keruing (Dipterocarpus sp), ulin (Eusideroxylon zwageri), tengkawang (Dracontomelas sp.), Dacrydium sp, Lithocarpus sp, Castanopsis sp, Hopea sp,Schima sp, Melaleuca sp, Diospyros sp, Beckia sp, Jackia sp, Licuala sp, Vatica sp, Tetramerista sp, Palaquium sp, Campnosperma sp, Casuarina sp, Ganua sp, Mesua sp, Dactylocladus sp, Alstonia sp, Durio sp, Eugenia sp, Calophyllum sp, Pandanus sp, Crinum sp., Sonneratia, Rhizophora, Barringtonia, nipah (Nypafruticans), Podocarpus sp, rotan (Calamus sp), dan Imperata cylindrica.
Dibagian Utara kawasan terdapat Hutan Kerangas dan di lantai hutannya terdapat Jenis tumbuhan pemakan serangga seperli kantong semar (Nepenthes sp). Hutan Rawa Gambut yang tumbuhannya memiliki akar lutut, dan akar nafas yang mencuat dari permukaan air, ditemukan di bagian Tengah kawasan dan di tepi beberapa sungai. Di sepanjang tepi semua sungai di kawasan ini terdapat hutan rawa air tawar (aluvial) dengan jenis tumbuhan yang kompleks termasuk jenis tumbuhan merambat berkayu yang besar dan kecil, epifit dan paku-pakuan dalam jumlah besar. Di daerah Utara menuju Selatan kawasan, terdapat belukar yang luas yang merupakan areal bekas tebangan dan kebakaran.
Tumbuhan di daerah hulu Sungai Sekonyer terdiri atas hutan rawa yang didominasi oleh Pandanus sp. dan bentangan (bakung) yang mengapung, seperti Crinum sp. Hutan bakau (mangrove) yang berada di daerah pantai, dan payau yang berada di muara sungai, tedapat nipah yang merupakan tumbuhan asli setempat. Nipah tumbuh meluas sampai ke pedalaman sepanjang sungai. Di daerah pesisir pada pantai-pantai berpasir, banyak ditumbuhi tumbuhan marga Casuarina, Pandanus, Podocarpus, Scaevola dan Barringtonia.
Orangutan (Pongo Pygmaeus) |
Mamalia; Kawasan Taman Nasional Tanjung Puting dihuni oleh sekitar 38 jenis mamalia. Jenis-jenis tersebut antara lain tupai (Tapala spp). tikus (Echinoserex gymnurus), kumbang tando (Cycephalus variegates), kera buka (Tarsius bancanus), kukang (Nyctycebus coucang), kera ekor panjang (Macaca fascicularis), beruk (Macaca nemestrina), kelasi (Presbytis rubicunda), lutung (Presbytis cristata), bekantan (Nasalis larvatus), owa-owa (Hylobates agilis), orangutan (Pongo pygmaeus), trenggiling (Manis javanica), bajing (Ratuva affinis), landak (Hystrix brachyura), beruang madu (Helarctos malayanus), berang-berang (Lutra sp), musang (Matres flavigula), kucing batu (Felis bengalensis), macan dahan (Neofelis nebulosa), babi hutan (Sus barbatus), kancil (Tragulus javanicus), kijang (Muntiacus muntjak). Dan mamalia air tawar ikan duyung (Dugong dugon)
Orangutan (Pongo Pygmaeus) |
Jenis burung yang paling penting di Taman Nasional Tanjung Puting adalah sindanglawe (storm's stork, Ciconia stormii), yang dinyatakan termasuk dari 20 jenis burung bangau yang paling langka di dunia (Hancock, Kushlan and Kahl, 1992) serta dimasukkan ke dalam kategori terancam kepunahan oleh IUCN. Dikenal sebagai burung soliter di hutan primer yang lebat dan rawa-rawa, sindanglawe sering terlihat baik "sendirian" maupun dalam kelompok, di tepian sungai-sungai yang banyak terdapat di Tanjung Puting, bahkan pada tengah hari. Dibanding dengan kawasan lain di Indonesia, Tanjung Puting mungkin dapat dikatakan yang memiliki densitas paling besar. Sifat ekologis burung ini sangat mirip dengan bangau hitam (Ciconia nigra) yang sering memadati hutan primer di Eurasia dan daerah jelajah jenis burung ini "sympratic" dengan "wolly-necked stork" (Ciconia episcopus) yang tampaknya berafiliasi dengan daerah-daerah terbuka. Tidak banyak diketahui mengenai makanan sindanglawe ini, namun dikatakan bahwa cacing dan katak termasuk dalam daftar menunya.
Beberapa jenis burung, terutama yang sebarannya luas atau yang mempunyai habitat di hutan rawa dapat ditemukan di Danau Burung yang berlokasi di dekat Sungai Buluh Besar. Antara lain bultok kecil (Megalaima australis), walet pantat kelabu (Collocalia fuciphaga), tepekong kecil (Hemiprocne comata), lelayang pasifik (Hirundo tahitica), kutilang hitam putih (Pycnonotus melanoleucos), kutilang emas (Pycnonotus atriceps), pernah teridentifikasi di Danau Burung (Nash & Nash, 1986).
Beberapa tahun silam di Danau Burung juga tercatat keberadaan burung air, bahkan menjadi surga bagi burung air. Tidak mengherankan jika jumlahnya dapat mencapai ribuan dan membentuk koloni besar. Burung-burung tersebut terdiri atas lima jenis yang berbeda, yaitu Egretta alba, Anhinga melanogaster, Ardea purpurea, Nycticorax nycticorax, dan satu jenis "cormorant". Bahkan, menurut Nash & Nash (1986) satu jenis burung, yaitu Egretta garzetta di Tanjung Puting hanya dapat ditemukan di Danau Burung saja. Akan tetapi, akibat kebakaran hutan, eksploitasi hutan, dan eksploitasi ikan yang menjadi makanan burung tersebut, saat ini sangat sulit menemukan burung-burung air tersebut di Danau Burung.
Beberapa jenis elang juga telah teridentifikasi di kawasan Taman Nasional Tanjung Puting seperti elang laut perut putih, elang bondol, 'black kite', elang hitam, dan 'changeable hawk eagle'. Pada jenis elang laut perut putih (Haliaetus leucogaster), spesies ini hanya terdapat atau teragregasi di wilayah batas-batas terdepan pantai. Selama pemantauan di Tanjung Puting dan sekitarnya, elang laut perut putih termasuk sarangnya terdistribusi di wilayah perifer pantai dengan laut. Karakter pemilihan habitat disebabkan oleh pola makan spesies tersebut yang hampir 100 % diambil dari laut (ikan, kerang dan ketam) dan hanya ada satu catatan sekitar 500 m dari tepi pantai di Sungai Sinthuk, Desa Kapitan, bertengger berpasangan dan diperkirakan terdapat sarang elang laut perut putih di kawasan tersebut. Pada elang bondol (Haliastur indus), spesies ini terdistribusi random artinya dapat dijumpai di wilayah pesisir pantai sampai ke dalam radius 1000 m dari pantai. Tetapi, spesies ini juga dapat dijumpai sampai ke pelosok-pelosok hutan kecuali di wilayah pegunungan.
Berikut berapa jenis burung di Taman Nasional Tanjung Putting, antara lain: pecuk ular (Anhinga melanogaster), cangak besar (Ardea sumatrana), kuntul putih besar (Ergetta alba), kuntul kecil (Ergetta garzetta), bletok rawa (Buloridos striatus), kowak malam (Nycticorax nycticorax), tamtoma kedondong hitam (Dupeter flapicolis), bangau tongtong (Leptoptilos javanicus), belibis pohon (Dendrocyna arcuata), alap-alap kelelawar (Machaerthampus alcinus), alap-alap Asia (Pernis ptylorhynchus), elang bodol (Haliastur Indus), alap-alap sisko (Accipiter trivigatus), alap-alap Jepang kancil (Accipiter gularis), elang garuda hitam (Ictinaetus malayanus), elang hitam kepala kerbau (Icthyophaga ichthyaetus), elang ikan kecil (Icthyophaga nana), baca (Spilornis cheela), elang belalang (Microhierax fringillarius), puyuh mahkota (Rollulus routroul), blelang sempidan (Lophura erythrophithaima), kuau bolwer (Lophura bulweri), kuau melayu (Polypiectron malacenses), kuau besar (Argusianus argus), trulek pasifik (Pluvialis dominica), trinil batis merah (Tringa tetanus), camar hitam sayap putih (Chlidonias leocopterus), rangkong kode (Anorrhinus galeritus), rangkong tahun (Rhiticeros corugatus), dan rangkong badak (Buceros rhinoceros).
Reptil; hewan yang termasuk kategori ini kurang populer di Taman Nasional Tanjung Puting, sehingga catatan mengenai keberadaan hewan ini pun masih sangat terbatas. Akan tetapi, paling tidak terdapat beberapa jenis reptil yang berhasil teridentifikasi, yaitu buaya sinyong supit (Tomistoma schlegel), buaya muara (Crocodilus porosus), bidawang (Trionyx cartilaganeus), ular sawa (Python reticulates), ular sendok (Naja-naja), kura-kura Testuda emys dan biawak Varanus salvator
Amphibi
Beberapa jenis amphibi, sebetulnya terdapat di kawasan Taman Nasional Tanjung Puting, tetapi observasi dan identifikasi terhadap amphibi belum pernah dilakukan.
Ikan
Beberapa jenis ikan juga telah teridentifikasi, mulai dari ikan yang biasa dikonsumsi masyarakat seperti lais, toman, seluang, bakut, dan sebagainya, sampai jenis ikan hias, seperti ikan arowana. Ikan arowana dengan penampilannya yang begitu indah dan mempesona telah mengundang orang-orang tertentu untuk menangkap, kemudian menjualnya. Harganya yang tinggi di pasaran, membuat bisnis penjualan ikan arowana menjadi sesuatu yang menjanjikan. Tidak mengherankan jika keberadaan ikan arowana semakin terancam, bukan hanya karena eksploitasi terhadap jenis ikan ini, melainkan juga karena pencemaran sungai oleh limbah penambangan emas yang kerap kali terjadi.
Orangutan (Pongo Pygmaeus) |
Sebagai kawasan pelestarian flora dan fauna, Tanjung Puting juga dikembangkan sebagai daerah kunjungan wisata. Banyak lokasi yang mempunyai pemandangan alam khas hutan dataran rendah dengan satwa yang mudah dijumpai. Tanjung Putting dikenal juga sebagai lokasi rehabilitasi Orangutan Kalimantan yang pertama dibangun.
Lokasi yang dapat dikunjungi untuk melihat Orangutan dan primata lain adalah Pos Tanjung Harapan, Pondok Tanggui dan Camp Leakey. Namun tak hanya itu, masih banyak yang dapat dikunjungi dan dikembangkan untuk daerah tujuan wisata minat khusus seperti Danau Burung, Sungai Buluh, Natai Lengkuas ataupun kawasan timur yang belum banyak dikembangkan. Di sepanjang Sungai Sekonyer juga dapat dilihat berbagai jenis burung seperti Elang, Raja udang, Bubut, Pecuk ular, Rangkong, Beo, Babat mayat (Asian Paradise flytchatcher) serta rombongan Betet.
Cara Mencapai Lokasi
1. Bagian Barat
Cara menuju Taman Nasional Tanjung Puting adalah melalui Kumai, kota kecamatan dan pelabuhan yang terletak 15 Km dari Pangkalan Bun (Ibukota Kotawaringin Barat)
Untuk menuju Pangkalan Bun dapat dicapai dengan menggunakan pesawat udara:
- Dari Pulau Jawa ; Semarang-Pangkalan Bun
- Dari Kalimantan; Pontianak-Pangkalan Bun, Ketapang-Pangkalan Bun, Banjarmasin-Pangkalan Bun
- Dari Pangkalan Bun menuju Kumai dapat menggunakan taxi carteran.
Apabila menggunakan kapal laut menuju Pelabuhan Kumai dapat menggunakan jasa Pelni (KM Bina iya, Lawit, KM Egon, KM Leuser) dan PT. Darma Lautan Utama (KM Darma Kencana II dan KM Mutiara).
2. Bagian Timur/Utara
Melalui Sampit ke Kuala Pembuang ditempuh melalui jalan darat selama 3,5 jam (125 Km). Sedangkan dari Sampit ke Pembuang Hulu dapat ditempuh melalui jalan darat selama 6 jam (300 Km).
Perkiraan jarak dan waktu tempuh dari Kumai ke Obyek Wisata yang terdapat di dalam kawasan Taman Nasional Tanjung Puting :
Obyek wisata/jarak: Dengan Klotok Dengan Speed
Kumai - Tanjung Harapan (20 km) 1,5 jam 0,5 jam
Kumai - Pondok Tanggui (30 km) 3,0 jam 1 jam
Kumai - Camp Leakey (40 km) 4,5 jam 1,5 jam
Kumai- Natai Lengkuas (40 km) 4,5 jam 1,5 jam
Sarana
Sebagai daerah tujuan wisata, faktor pendukung seperti penginapan sudah banyak berkembang. Penginapan kelas Melati mudah ditemui di Pangkalan Bun ataupun Kumai. Bila ingin lebih dekat dengan alam dan suasana hutan, sudah tersedia Rimba Lodge atau Ecolodge di pinggir Sungai Sekonyer yang lokasinya berbatasan dengan kawasan taman nasional, Home Stay di Desa Tanjung Harapan, Wisma Tamu Taman Nasional Tanjung Putting atau menginap di kelotok yang dicarter bila ingin mencari suasana lain.
Pengelolaan
Taman Nasional Tanjung Putting dikelola oleh Balai Taman Nasional Tanjung Puting sebagai Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan.
Alamat Pengelola
Kantor Balai Taman Nasional Tanjung Puting
Jl. HM Rafi'I KM 1,5 Pangkalan Bun
Kalimantan Tengah
Telp/Fax (0532)23832
e-mail : balai_tntp@yahoo.com
Sebagai daerah tujuan wisata, faktor pendukung seperti penginapan sudah banyak berkembang. Penginapan kelas Melati mudah ditemui di Pangkalan Bun ataupun Kumai. Bila ingin lebih dekat dengan alam dan suasana hutan, sudah tersedia Rimba Lodge atau Ecolodge di pinggir Sungai Sekonyer yang lokasinya berbatasan dengan kawasan taman nasional, Home Stay di Desa Tanjung Harapan, Wisma Tamu Taman Nasional Tanjung Putting atau menginap di kelotok yang dicarter bila ingin mencari suasana lain.
Pengelolaan
Taman Nasional Tanjung Putting dikelola oleh Balai Taman Nasional Tanjung Puting sebagai Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan.
Alamat Pengelola
Kantor Balai Taman Nasional Tanjung Puting
Jl. HM Rafi'I KM 1,5 Pangkalan Bun
Kalimantan Tengah
Telp/Fax (0532)23832
e-mail : balai_tntp@yahoo.com
Sumber : Kementerian Kehutanan RI
TN di Pulau Kalimantan : | |
---|---|
TN Gunung Palung | TN Danau Sentarum |
TN Betung Kerihun | TN Bukit Baka Bukit Raya |
TN Tanjung Puting | TN Sebangau |
TN Kutai | TN Kayan Mentarang |
No comments:
Post a Comment